Memperkuat Komponen Ekowisata dan Produk Hijau Hutan Adat Guguk

Hutan Adat Guguk. (Greenindonesia.org)


Hutan adat Guguk di Desa Guguk kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin Provinsi Jambi hingga kini masih bertahan dari tantangan perkembangan dan tawaran ekonomi sumberdaya, khususnya eksploitasi tambang emas.

Sejak Februari 2015 GreenIndonesia telah berkegiatan dengan masyarakat desa Guguk, menerapkan konsep “membangun ekonomi rumah lebah” dimana setiap komponen kegiatan merupakan kekayaan yang luar biasa untuk tetap dipertahankan dan dikembangkan sebagai sumber kehidupan yang tak lekang oleh waktu. Melakukan inventarisasi potensi yang berkaitan dengan komponen ekowisata dan produk-produk hijau yang bisa di kembangkan bersama ke depan.

Desa Guguk salah satu desa tua di Kecamatan Renah Pembarap (Pemekaran dari Kecamatan Sungai Manau) yang terbentuk sejak masa Penjajahan Belanda dengan nama Pelagai Panjang. Pusat Pemerintahan Kampung berada disisi Selatan Sungai Merangin yaitu di Pelagai Panjang. Disinilah dimulai berdiri pemukiman yang terdiri dari beberapa pondok yang mereka sebut Guguk, dari kata-kata itulah kemudian desa ini bernama Guguk dan pemukiman berangsur pindah kesebelah Utara Sungai Merangin.

Tatanan Adat Istiadat Desa masih melekat dan dipertahankan dalam kehidupan Masyarakat Adat di Desa Guguk. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dimanfaatkan oleh Masyarakat Adat Desa Guguk untuk mempertahankan eksistensi Hukum Adat dengan merumuskan Peraturan Desa (sebagai salah satu dalam hirarki perundang undangan), yang melibatkan seluruh masyarakat termasuk para tokoh adat melalui Rembuk Desa. Salah satu Peraturan Desa yang dihasilkan adalah tentang Pengelolaan dan Pengawasan Hutan Adat Guguk.

Desa Guguk berbatasan dengan Desa Muara Bantan di sebelah Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lubuk Beringin dan Ex HPH PT. Injapsin, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Marus Jaya (pemekaran dari Desa Guguk). Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Simpang Parit dan Desa parit Ujung Tanjung.

Desa Guguk dengan jumlah Penduduk 1.181 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 296 KK, dengan luas wilayah 63.000 Ha (enam puluh tiga ribu) Hektar, memiliki hutan yang luas disebelah Selatan desa, dipinggir Sungai Merangin. Sejak 1997 Masyarakat Adat Desa Guguk mempertahankan Kawasan Hutan di Bukit Tapanggang Desa Guguk yang dikuasai HPH PT. Injapsin seluas 200 Ha (dua ratus) hektar. Kemudian dimasukan kedalam Kawasan Hutan Adat sesuai dengan persetujuan HPH PT. Injapsin dengan surat nomor. 01/Js/IX/1999. Setelah adanya kesepakatan tapal batas antara Desa Parit Ujung Tanjung dengan Desa Guguk, atas kerjasama dengan Masyarakata Adat Desa Guguk, KKI WARSI, Pemda Kabupaten Merangin, akhirnya Bpk Bupati Kab. Merangin mengakui keberadaan Hutan Adat Guguk dengan SK Bupati Merangin Nomor : 287 Tahun 2003 tanggal 23 Nopember 2003, Kawasan Bukit Tapanggang seluas 690 Ha ditetapkan menjadi Hutan Adat Guguk.

Pada tanggal 11 Agustus 2006, Hutan Adat Guguk memperoleh Penghargaan CBFM Award dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Setelah mendapat ketetapan payung hukum terkait pengelolaan Hutan Adat, Masyarakat Adat Desa Guguk menerbitkan Surat Keputusan Bersama Nomor : 81/Kb/VIII/2003, tentang Pembentukan Kelompok Pengelola Hutan Adat Guguk. (http://warsi.or.id/news/2003/News_200306_Guguk.php?year=2003&file=News_200306_Guguk.php)

Desa Guguk dan Wisata Eko-budaya

Kegiatan ‘membangun ekonomi rumah lebah’ telah dimulai saat GreenIndonesia melakukan kunjungan dan pembuatan film untuk kebutuhan promosi di ajang pameran pariwisata di Oslo-Norwegia, Januari 2015. Promosi ini direspon luar biasa oleh masyarakat Norwegia, terbukti dengan adanya permintaan mereka untuk melakukan tour selama 21 hari keliling Indonesia.

Tak pelak kegiatan penguatan harus segera dilakukan untuk memastikan ketersediaan homestay sebagai akomodasi menginap para tamu nantinya. Kesiapan komponen kuliner, inventarisasi produk-produk hijau yang dihasilkan masyarakat Guguk dan juga penguatan kelompok wisata eko-budaya sebagai pengelola destinasi wisata untuk persiapan kunjungan tamu pasca pameran yang akan dimulai kunjungannya di musim liburan.

Pada Februari 2015 GreenIndonesia kembali melakukan kunjungan ke Guguk bertepatan dengan musim buah-buahan (durian, rambutan, duku, manggis dan kepayang). Sebuah momen luar biasa dan bisa menjadi potensi wisata eko-budaya yang layak di promosikan. Konsep kegiatan wisata dengan kalender musim dimana ada waktu-waktu tertentu menjadi atraksi wisata bagi para pengunjung. Kemudian bersama kelompok KPHA (Kelompok Pengelola Hutan Adat-Guguk), melakukan diskusi penge,bangan paket-paket wisata yang dapat di promosikan serta penguatannya secara informal .

Belajar sambil melakukan, menjadi metode yang diterapkan ketika kegiatan uji coba kunjungan tamu dari Australia dan Bogor dilakukan 20-25 Mei 2015. Pada saat kegiatan trekking ke hutan adat, pemandu menjelaskan banyak hal tentang situasi hutan, sejarah dan budaya yang berkaitan dengan hutan adat ini. Pada saat kunjungan selesai, diadakan evaluasi dimalam hari seputar kegiatan tersebut dan menghasilkan beberapa masukan dari tamu sebagai perbaikan kedepan.

Beberapa potensi wisata sebagai bagian dari keberagaman ekonomi rumah lebah, diantaranya adalah : Kerajinan dari bambu dan rotan, minuman es tebu, temponyak hasil olahan fermentasi dari buah durian, berbagai jenis alat tangkap ikan, rumah tua sebagai museum adat desa Guguk dan juga kebun kopi dan durian milik masyarakat, serta sungai Merangin sebagai potensi kegiatan memancing, berserta lubuk lubuk larangannya.

Perlunya pelatihan pemandu wisata bagi masyarakat yang mempunyai minat khusus sebagai pemandu, merupakan hal lain yang berkaitan dengan keberadaan hutan alam seluas 600an hektar yang menjadi daerah perlindungan bagi beberapa jenis satwa yang dilindungi. Yaitu Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae), Tapir (Tapirus indicus), kijang (Indian Muntjac), Gajah (Elephas maximus sumatranus), siamang (Symphalangus syndactylus) dan juga jenis-jenis burung. Hal ini menjadi daya tarik sendiri dalam konteks wisata eko-budaya untuk dijadikan paket wisata.

Memunculkan kegiatan peningkatan ekonomi yang sudah ada seperti pembuatan minyak kepayang, pembuatan kerajinan keranjang dan alat tangkap ikan dari bahan bambu dan rotan yang menjadi bagian dari ekonomi rumah lebah. Juga reboisasi jenis-jenis tanaman buah di daerah pemanfaatan yang di dominasi oleh kebun durian sebagai zona penyangga, sebelum memasuki hutan alam. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dalam komponen ekowisata, contohnya paket wisata “ngadang durian” saat musim panen tiba.

Sumber : Diolah dan dikutip dari Laporan Triwulan “Pengembangan Wisata Eko-Budaya di Hutan Adat Guguk”, Yopie Basyarah -GreenIndonesia-Oktober 2015

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours