108 komunitas lokal siap tampilkan ratusan jenis produknya pada Festival Panen Raya Nusantara 2015 atau PARARA di Lapangan Banteng Jakarta, 6-7 Juni 2015. Diantaranya tenun ikat Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur, beragam pangan lokal dari Sumatera dan Jawa yang berkualitas baik untuk kesehatan dan menjawab tantangan ketahanan pangan. Festival ini diinisiasi oleh 22 Lembaga Masyarakat Sipil yang tiga bulan sebelumnya melibatkan dua ratus mahasiwa dan menghasilkan karya visual mengangkat produk komunitas.
“Kami sebagai komunitas tak ingin sekedar jualan di acara festival ini, tapi ingin menunjukkan keberadaan kami kepada publik. Tapi lebih penting juga ada pesan sosial yang ingin kami sampaikan bawah lingkungan kita ini makin rusak dan tidak stabil, maka kehadiran komunitas dan relawan dirasakan sangat penting untuk meningkatkan kesadaraan menjaga lingkungan.” papar Wandi S.Assayid, Komunitas Madu Cingagoler- Lebak, Banten.
Tak hanya menggelar produk komunitas, puncak acara akan dibuka dengan ruwatan bumi dilanjutkan gelaran budaya dari berbagai daerah seperti tarian dari Biak Papua, Suku Kajang Sulawesi Selatan dan Dayak Kalimantan. Selain itu ada lomba lari dengan kostum modifikasi, musik jazz dan Wayang Rokenrol dengan pesan penyelamatan lingkungan dan manusia di dalamnya. Fashion Show karya tenun nusantara dalam kemasan fashion modern menjadi penutup acara, Minggu (7/6).
Festival juga menggelar workshop kerajianan tangan seperti membuat sabun dari bahan sereh, boneka perca, keranjang koran, workshop fotografi, drone dan pembuatan robot. Dongeng Petualangan di Negeri Cermin bersama Juki and Friends juga hadir di area bermain anak.
PARARA lebih dari sekedar perayaan tapi diharapkan menjadi pintu masuk bagi eksistensi kewirusahaan komunitas kepada publik lebih luas. Inilah upaya komunitas untuk meningkatkan perekonoian secara adil dan lestari sekaligus melestarikan alam dan kehidupan sekitar.
“Kami berharap Parara bisa membukakan pasar bagi kerajinan rotan dan mendatangkan bantuan modal untuk pengembangan usaha. Meski sekarang ini bahan baku masih tersedia, kami khawatir rotan akan menghilang beberapa tahun ke depan jika hutan tak jadi perhatian bersama. Jika hutan hilang bersamaan itu pula kehidupan kami akan menghilang.” Kata Anastasia Dewi – Ketua Kelompok Bina Usaha Rotan Daya Benuak Kalimantan Timur.
Seperti di Kalimantan, Suku Boti di Nusa Tenggara Timur berjuang mempertahankan adat istiadat mereka lewat beragam cara salah satunya dengan produk tenun. Selama ini tenun mereka mendapatkan perhatian dari pemerintah lewat pariwisata yang digalakkan tapi tidak seimbang dengan perhatian terhadap keberadaan mereka, seperti sarana pendidikan, fasilitas jalan dan kesehatan yang minim.
“Dengan keikutsertaan kawan-kawan dari Suku Boti di Panen Raya Nusantara, kami ingin menceritakan tentang keberadaan kami kepada publik, dengan harapan ada perhatian, penghormatan terhadap adat istiadat dan perlindungan terhadap kami secara hukum,” ungkap Liliane Amalo dari Yayasan Tanpa Batas (YTB) yang menjadi pendamping Suku Boti.
Senada dengan rekannya dari YTB, Mahendra Taher dari Jambi mengungkapkan harapannya di Panen Raya Nusantara ini, bagaimana produk yang dihasilkan oleh masyarakat di sekitar hutan seperti di Jambi ini bisa mendapatkan akses pasar, harga yang kompetitif dan modal yang lebih jauh ke depan.
“Selama ini produk yang kami jual berupa raw material karena tidak diberi akses untuk mendapatkan informasi seperti apa spesifikasi yang diinginkan pasar agar dapat bisa dapat added value dari produk seperti kulit manis misalnya. Akhirnya selama ini harga jual produk kami tidak kompetitif dan kami berada di posisi tertekan,” terangnya.
Cerita upaya mewujudkan perekonomian adil dan lestari terangkum dalam beragam talkshow selama festival. Pilihan tema diantaranya Hutan Bukan Hanya Kayu, Desain Untuk Publik : Desain Adil dan Lestari, Kerajinan dan Penguatan Ekonomi Perempuan, serta Produk Komunitas dan Kekayaan Intelektual.
“Acara ini bukan hanya sekedar gelaran produk komunitas, tapi bagaimana publik belajar tentang Indonesia yang sebenarnya. Bagaimana masyarakat di daerah berjuang untuk peningkatan ekonominya tapi di saat bersamaan mereka mampu melakukan perlindungan terhadap lingkungannya. Mereka justru lebih paham apa itu adil dan lestari. Kita yang ada di perkotaan, tak hanya menjadi penikmat tapi bisa membantu mewujudkan perekonomian yang adil dan lestari dengan membukakan pasar bagi mereka agar apa yang telah diupayakan ini bisa terus berkesinambungan, adil dan lestari bisa terwujud,” terang Jusupta Tarigan dari NTFP- EP Indonesia, kepala sekretariat PARARA.
Keriaan Festival Panen Raya Nusantara 2015 ini mulai dapat diikuti melalui akun Facebook Panen Raya Nusantara, twitter di @panen2015 dan situs internet www.panenrayanusantara.com
+ There are no comments
Add yours