Mempertahankan Lanskap Bujang Raba

Sebagai salah satu kawasan hutan tersisa di jambi, Lanskap Bujang Raba menyimpan keanekaragaman hayati. Bujang Raba merupakan hulu dari Sungai Batang Bungo, Sungai Batang Senamat dan Sungai Batang Pelepat, dari Sub DAS Batang Tebo dalam ekosistem DAS Batanghari. Kawasan ini juga memiliki peranan penting bagi masyarakat, khususnya desa/dusun dan suku asli minoritas (± 7.000 jiwa) yang tinggal di sekitar kawasan ini. Bujang Raba menyediakan air bersih, irigasi dan sumber energi listrik. Termasuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dan nabati, sumber hasil hutan non kayu, sumber obat-obatan tradisional dan jasa lingkungan.

5 dusun di Kabupaten Bungo dengan luas total 7,291 Ha telah mendapatkan izin pemanfaatan kawasan hutan oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) melalui skema hutan desa dan hutan adat. Yaitu : Lubuk Beringin, Senamat Ulu, Bukit Bujang, Kampung Mengkuang, Kampung Sangi – Letung dan Sungai Telang.

Pengelolaan kawasan Hutan Desa, masyarakat membagi menjadi 2 zonasi yakni zona pemanfaatan dan zona lindung. Zona lindung terus dilindungi sebagai pendukung fungsi hydrology dan ecology sekaligus pencegahan bencama alam. Zona pemanfaatan dengan memanfaatkan tanaman kehidupan yang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar hutan.

Kebiasaan masyarakat mengembangakan lahan dengan sistem agroforestry, yaitu karet sebagai tanaman utama, sebenarnya telah mendukung kelestarian hutan desa dan hutan adat mereka. Namun karena hasilnya kurang masyarakat mencari upaya memperkaya lahan dengan tanaman yang bernilai ekologi maupun ekonomi yang sebanding.

Forum Komunikasi Masyarakat Pengelola Hutan yang terdiri dari KPHD (Kelompok Pengelola Hutan Desa) dan KPHA (Kelompok Pengelola Hutan Adat) kemudian menyusun perencanaan dan kegiatan peningkatan kawasan dan usaha, yaitu dengan pengkayaan tanaman terutama agroforest dengan tanaman bernilai ekonomi seperti kakao dan kopi robusta. Kegiatan lainnya meliputi aspek kelembagaan dan sumber daya manusia.

Pada tahap persiapan masyarakat telah menyiapkan 40.000 bibit kakao dan 20.250 kopi robusta. Selanjutnya masing-masing kelompok melakukan pembibitan sesuai dengan pengetahuan mereka. Untuk kakao yang didatangkan bertahap (faktor musim) dari Kelompok Tani Kakao Inovasi Payakumbuh yang memiliki buah kakao unggul. Buah untuk bibit dibelah dan diambil biji bagian pangkal, bagian ujungnya ditinggal. Setelah itu lendir biji dibersihkan dengan abu gosok untuk mempercepat proses dan mengurangi gangguan penyuka manis seperti semut. Untuk kopi robusta didatangkan dari Limbur Lubuk Mengkuang dengan pertimbangan kultur dan sosial yang sama. Bibit yang dipilih disemaikan dan ditutup dengan pelepah sebagai naungan. Setelah bibit berkecambah dan tumbuh dilakukan pemindahan kedalam media lain tanam dengan polibek.

Kegiatan Pembibitan Kakao salah satu kelompok. Foto : Warsi Jambi
Kegiatan Pembibitan Kakao salah satu kelompok. Foto : Warsi Jambi

Masyarakat sekitar kawasan Lanskap Hutan Bujang Raba merupakan penerima program uji coba PES atau Payments for Ecosystem Services. Melalui Forum Komunikasi Masyarakat Pengelola Hutan Bujang Raba, masyarakat menyepakati dana insentif yang dikucurkan akan dibelikan bibit dengan mekanisme (1) Setengah dari total dana dibelikan bibit/ kecambah serta polibek untuk pembibitan, (2) Hasil dari pembibitan akan dibagikan (distribusikan) dengan kesepakatan setengah jumlah bibit 
untuk pengelola (KPHD) dan perawat bibit, setengah jumlah bibit untuk dimanfaatkan masyarakat.

Selama ini masyarakat berpandangan kurang adanya perhatian dari berbagai pihak kepada mereka yang menjaga dan mengelola kawasan hutan dengan baik. Dengan adanya program PES TRIAL sedikit merubah pandangan adanya manfaat tidak langsung yang didapatkan dengan mengelola kawasan hutan. Perhatian dari berbagai pihak dengan program yang ditawarkan menjadi semangat dan jaringan dalam mengelola, memanfaatkan dan menjaga kawasan hutan.

Perubahan pola budidaya tanaman dan pemanfaatan lahan merupakan target jangka panjang dalam program ini. Targetnya adalah seluruh masyarakat dusun yang memiliki hutan desa maupun hutan adat. Selain meningkatkan nilai ekonomi masyarakat dusun, hutan tidak lagi dipandang sebagai lahan yang akan diolah dan dibuka untuk budidaya kedepannnya.

Selama ini masyarakat dusun ekonominya bergantung pada karet. Kendalanya saat musim hujan nilai dan harga karet jatuh. Alternatifnya ada di kakao dan kopi robusta, pada musim hujan kakao berproduksi dengan baik.

Pengembangan alternatif ekonomi berimplikasi pada pengamanan kawasan, dimana masyarakat tidak lagi memandang hutan sebagai tegakan pohon dan sumber mata pencaharian, bahkan mendukung sumber-sumber ekonomi di desa dalam hal pasokan air bersih, pengairan sawah dan keseimbangan iklim.
Selama proses ini berlangsung tidak terjadi pembukaan sedikit pun pada kawasan hutan, dengan kata lain zero deforestation. Bahkan dibeberapa titik tumbuhan sudah mulai tumbuh subur, menandakan tidak ada aktifitas di kawasan hutan.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours