Projek REDD, Alternatif Sumber Keuangan Baru

Diskusi Publik tentang  Pendanaan Perubahan Iklim dan Penyelamatan Hutan  yang diadakan di Jakarta,4 Oktober 2012   merupakan kerjasama CSF-CJI, KAU, WALHI, KIARA dan Solidaritas Perempuan.    Salah satu nara sumber adalah Isac Rojas dari Friends of the Earth International.

Bagaimana masa depan perubahan iklim di Indonesia? Pertanyaan itu dilontarkan Isac Rojas. Sejak dilakukan pertemuan COP Bali banyak orang mencurahkan organisasinya untuk perubahan iklim dan hutan. Dan seringkali diskusi-diskusi terkait soal teknis seringkali melupakan hal mendasar dan sosial.

Salah satu mekanisme yang sedang didorong saat ini tentang jasa lingkungan. Salah asumsi terhadap mekanisme, masyarakat tak bisa melakaukan kegiatan konservasi tanpa uang. Isac Rojas menceritakan,  beberapa tahun lalu pemerintah Costa Rica pernah memberitakan jasa lingkungan. Di Costa Rica 70 %  budget kementrian, menangani kasus penyelamatan lingkungan lain. Sebagian uangnya diberikan kepada perusahaan-perusahaan monokultur. Kalau di Indonesia seperti perkebunan sawit, yang menimbulkan dampak kekerasan dan HAM. Lebih buruk lagi, pemerintah memberikan subisidi kepada perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan.

Riset dari beberapa universitas di Canada, ditemukan, bukan sistem yang menyebabkan hutan Costa Rica jadi baik, sebenarnya penyebab tumbuh kembali hutan-hutan di Costa Rica karena menurunnya permintaan daging skala besar, juga upaya dengan dilakukan oleh masyarakat adat dan lokal dalam tumbuhnya hutan.

Menurut Isac Rojas, dampak lain perpecahan di dalam elemen masyarakat. Sistem ini bukan untuk mengatasi masalah kemiskinan di masyarakat karena pengumpulan dana dikelola segelintir orang.

Sistem pembayaran lingkungan memerlukan sistem yang yang rumit, masyarakat adat sulit untuk melakukannya. Orang-orang yang kaya dan tinggal di kota yang mendapatkan benefit dengan membeli tanah di desa untuk mengklaim mendapatkan dana dari jasa lingkungan.

Kesimpulannya, sistem pembayaran jasa lingkungan bukan  hal baik, karena banyak hal mendasar dan struktural. Lebih parah sistem pembayaran sistem  jasa lingkungan untuk kegiatan REDD di seluruh dunia.

Isac Rojas menyinggung soal isu REDD yang saat ini sedang hangat di seluruh dunia, untuk melindungi hutan.  REDD bukan cara yang baik untuk mengatasi hutan, pendapat Isac Rojas. Kenapa?  Karena saat UNFCC di Durban, sekretaris menyatakan seperti itu.

“Pemerintah di dunia sedang merencanakan bisnis global, REDD inti dari rencana tersebut, praktek-praktek di lapangan terkait REDD adalah dampak negatif,”  papar Rojas.

Ada beberap hal menarik REDD jahat sekali, kenapa? Dari yang dilihat di lapangan di Indonesia, dalam proyek REDD terjadi perpecahan di kalangan komunitas dan masyarakat. Bahkan perpecahan terjadi sebelum proyek REDD berlangsung, karena pemerintah sudah mengiming-imingi soal uang yang akan didapat dan tidak menjadi kenyataan.

Salah satu contoh di Chiapas Mexico, pemerintah menggunakan uang REDD yang menyebakan perpecahan di masyarakat. Juga di Afrika dan America Latin.  REDD dalam kenyataan  adalah perampasan tanah.  Kasus-kasus perampasan tanah dengan bungkussan REDD terjadi di Mozambik dan Indonesia. REDD = green washing=upaya untuk memberikan  image hijau yang palsu. Itu dilakukan REDD dengan perusahaan yang merusak.

Seperti image perusahan hijau oleh Shell, perusahaan ini menghasilkan polusi pencemaran di Nigeria. Rio Tinto menghasilkan dampak kerusakan di Asia. Chevron Texaco, Coca Cola, dampak negatif di India.

REDD menyebabkan masyarakat lokan kehilangan kedaulatan terhadap tanahnya. REDD menyebabkan terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak wilayah mereka jadi REDD. Jadi REDD telah menyebabkanm pelanggaran HAM terhadapa masyarakat lokal. REED juga memberikan peluang pemolesan pencitraan terhadap perusahaan-perusahaan tambang dll.

Indikator sukses REDD, apakah REDD menghormati hak-hak masyarakat adat, yang tidak dijamin kepastian hak mereka. Artinya tidak ada kepastian menjamin nasib sendiri.

Sekarang bukan menghadapi soal pembayaran jasa lingkungan atau REDD, tapi satu gelombang baru finansialisasi dari sumber daya alam dijadikan barang dengan label harga finansialisasi=paham neo liberalisme. Paham neo liberalisme adalah paham-paham keuangan.

The Economics of Ecosystems and Biodiversity (TEEB) memberikan harga-harga pada alam tanpa yang tidak dapat melakukan upaya perlindungan konservasi, seperti yang dilakukan oleh Rio Tinto.  Intinya, secara logika, boleh mencemari, merusak asal berani membayar upaya konservasi di tempat lain.

Usulan Blue carbon adalah mekanisme hampir serupa dengan REDD, diaplikasikan  pada hutan mangrove dan pesisir. Skema ini belum di uji coba, tapi beberapa organisasi sudah mempromosikan, seperti WWF, Global Canopy, mempromosikan uji coba yang menyebabkan pelanggaran HAM.

Deni Setiawan – Coordinator Anti Debt Coalition,   juga menjelaskan soal Pendanaan Perubahan Iklim di Indonesia.

Menurut Deni Setiawan, pendanaan iklim adalah istilah yang diberikan kepada sumber-sumber keuangan yang sedang di mobilitas (umumnya di negara utara). Fenomena-fenimena perdagangan iklim bermula dari satu paradigma. Perubahan iklim jadi komoditas.

Fenomena baru, krisis global di bidanga keuangan menyebabkan aktor-aktor mencari alternatif sumber keuangan baru, seperti REDD, sekarang sedang diciptakan pasar.

“Komitmen Copenhagen, ada 30 milyar, fast track dari negara-negara maju, komitmen negara-negara utara tentang pendanaan, fast track finance. Perusahaan penjamin asuransi, sektor private sebagai inovatif dari adaptasi perubahan iklim, global climate fund.“Jelas Deni Setiawan.

Juga finansialisasi di sektor SDA (air, hutan) menjadi hak privatisasi tanpa tahu bagaimana cara-cara mendapatkannya.

Sementara itu , WALHI Kalimantan Tengah terkait Kalteng sebagai pilot project REDD, saat ini,   kondisi dan situasi di Kalteng  mengenai perijinan ekstraktif sudah berjibun.  Ada 332 Unit perijinan perkebunan sawit = 4.111.2555 hektar. Tambang 875 unit = 3.872.829 hekatar. IUPHKK/HTI.IPK = 4.894.408 hektar=89 unit. Total 12.878.197 hektar =seluas pulau Jawa.

Dari 332 ijin perkebunan sawit, baru 69 unit yang punya HGU. Kalteng sebelum tahun 2002 hanya ada 5 Kabupaten, setelah pemekaran menjadi 13 Kabupatan dan 1 kota. Perijinan bertambah setelah pemekaran, karena kepentingan-kepentingan politik di daerah.

Sebelum ada pemekaran wilayah, ijin-ijin minim, setelah 2004 , bisa menjadi 10 kali lipat. Tumpang tindih perkebunan dengan HPH>?HTI untuk konsesi, pertembangan 122 lokasi yang tumpang tindih.

Deforestasi dan kemampuan rehabilitasi tidak sebanding= bencana!  Selama kurun waktu 2008-2010 terjadi banjior di 6 DAS di  25 titik, kebakaran hutan dan konflik sosial, kriminalisasi warga untuk kasus konflik tanah.

Temuan BPK ada 7 perusahaan yang merugikan negara Rp. 111.3 miliar. Temuan Dephut, 3,8 juta hektare, 282 perusahaan ,kerugian sebesar Rp. 156,5 Triliun.

Basri, mewakili masyarakat dari Kalimantan Tengah, tinggal dekat pilot project REDD yang dilakukan oleh KFCP.  Tepatnya di hutan Sei Ahas, Sei Ketunjung wilayahnya habis untuk projek KFCP.  Saat mengambil keputusan tidak melibatkan masyarakat banyak.  Dan pihak perempuan hanya 20 % yang tahu apa itu REDD, pihak laki-laki juga tidak 100 % tahu tentang REDD.

2007-2008, CKPP kegiatannya sama dengan KFCP bloking canal dll. Tidak melibatkan masyarakat. REDD+ yang ditanam di Sei Ahas, Sei Ketunjung terbakar habis. Masyarakat melihat arel terbakar, karena tidak merasa memiliki dan tidak melibatkan mereka, jadi diam saja.

Dari Badan Anggaran DPR RI, Arif Budimanta, berpendapat bahwa badan internasional  di Indonesia belum ada lembaga yang kredibel untuk mengelola trust fund.

Selalu muncul pertanyaan, 2 hal,  Negara dapat apa?  Masyarakat dapat apa? Dari kegiatan climate change?

Sampai saat ini belumaa  ada audit BPK untuk dana-dana perubahan iklim.  Uang sebesar USD $ 24 milliar pada tahun 2008-2009 , seharusnya ada proses pelaporan. Sejauhmana korelasi $24 milliar dengan persoalan-persoalan pask Basri , soal pendidikan dll.

Menurut Arif Budimanta, DPR  itu lembaga politik, LSM bicara soal climate change, emisi gak rumah kaca = bicara soal kimia&fisika.

****

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours