Para pelajar tekun mengikuti kengiatan FUN Weaving, yaitu menganyam eceng gondok dengan gembira di Kampung Hobong. (SAMDHANA)
Oleh Tanissa Puti Rahmadiva
Di tepi Danau Sentani yang luas, terdapat sebuah kampung kecil bernama Hobong, tempat di mana alam dan budaya Papua berpadu begitu harmonis. Namun, di balik keindahan alam yang menakjubkan, ada satu masalah yang mengganggu: eceng gondok. Tanaman air yang dulu dianggap sebagai bagian alami dari danau ini kini tumbuh liar, menghalangi perairan dan mengancam keseimbangan ekosistem di sekitar. Namun, di tengah tantangan ini, sebuah harapan baru muncul.
Pada 28 November 2024, sebuah pelatihan yang luar biasa digelar di Kampung Hobong, Kabupaten Jayapura, Papua. Pelatihan yang diberi nama “FUN Weaving” menganyam untuk mendukung pelestarian alam ini digagas oleh Samdhana Institute bekerja sama dengan Bumi Kreasi Jatiluhur, sebuah komunitas dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Komunitas ini telah berhasil mengubah eceng gondok yang semula meresahkan menjadi produk kerajinan tangan yang bernilai, dan kini mereka berbagi ilmu tersebut dengan masyarakat adat di sekitar Danau Sentani, terutama mama-mama yang selama ini menjadi penjaga alam.
Di sebuah ruang terbuka di pinggir danau, para peserta, yang terdiri dari mama-mama, pelajar, mahasiswa pecinta alam, dan teman-teman komunitas lingkungan berkumpul, menyambut kesempatan untuk saling belajar menganyam eceng gondok menjadi kerajinan tangan dan saling bercerita isi noken dengan Kak Tanissa dan Mem Agustha. Di antara mereka, hadir tokoh masyarakat adat, Pak Origenes Monim, pendiri Sekolah Adat Hobong yang dengan tulus mengajarkan anak-anak dan masyarakat adat untuk mengenal dan menjaga warisan budaya serta lingkungan hidup mereka.

Pelatihan ini bukan hanya tentang menganyam atau menciptakan produk. Ini adalah pelatihan tentang perubahan, tentang bagaimana menghadapi masalah lingkungan yang ada di depan mata dengan kreativitas. Eceng gondok yang dulunya hanya dianggap sebagai sampah alami, kini bisa diubah menjadi gelang tangan yang indah, tas, atau barang barang lainnya yang bisa dijual. Mereka diajarkan bahwa limbah alam yang selama ini menjadi masalah, kini bisa diubah menjadi peluang, dan setiap anyaman yang mereka buat adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih besar.
Pak Origenes Monim, pendiri Sekolah Adat Hobong, juga menambahkan harapannya, “Kami berharap kegiatan ini bukan hanya sekali, tetapi menjadi program jangka panjang. Di sekitar Danau Sentani, belum ada yang bisa mengolah eceng gondok menjadi kerajinan tangan. Kami ingin agar pelatihan ini terus berlanjut, agar masyarakat adat, terutama mama-mama di sini, bisa terus belajar dan menciptakan peluang usaha yang berkelanjutan dari apa yang ada di alam mereka.”

Pesan ini menggugah hati setiap orang yang hadir, karena Pak Origenes berbicara tentang masa depan, bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk anak cucu mereka yang kelak akan menjaga dan memanfaatkan alam dengan cara yang lebih bijak. Kegiatan ini lebih dari sekadar pelatihan; ini adalah gerakan untuk membangkitkan kesadaran bahwa lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dengan keterampilan ini, para peserta diharapkan tidak hanya bisa menghasilkan produk bernilai, tetapi juga bisa membuka peluang usaha baru yang berkelanjutan. Harapan mereka adalah agar ilmu yang didapatkan dari pelatihan ini dapat berkembang menjadi usaha yang tidak hanya memberikan manfaat bagi mereka sendiri, tetapi juga bagi masyarakat sekitar dan alam yang mereka cintai.

Dengan tangan-tangan yang penuh semangat dan hati yang penuh harapan, eceng gondok yang dahulu dianggap sebagai musuh alam, kini bisa diubah menjadi sesuatu yang indah dan berguna. Setiap anyaman enceng gondok yang dihasilkan oleh para peserta menjadi simbol bahwa kita semua memiliki kekuatan untuk menjaga dan melestarikan alam, serta menciptakan masa depan yang lebih baik, di mana manusia dan alam hidup berdampingan dengan harmoni.
Pelatihan ini mengajarkan kita satu hal yang sangat penting: bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil, dan seringkali, langkah kecil itu dimulai dari tangan tangan yang penuh impian untuk merawat bumi ini.