Bahan Baku Kerajianan Tradisional Bersaing dengan Pertambangan dan Sawit

Selain Marie Elka Pangestu berbicara soal Ekonomi Kreatif di KMAN IV Tobelo, ada  Margaretha Seting Beraan dari Borneo Chic yang memaparkan tentang  kerajinan tradisional dan produk lokal non kayu di Kalimantan yang bersaing dalam pengadaan bahan bakunya dengan pertambangan dan perkebunan sawit.

Borneo Chic, artinya Kalimantan Cantik.  Borneo Chic bermitra dengan Fatma dari Dayak Benua.   Mereka bermitra karena punya keahlian di bidang masing-masing.  Fatma selama ini menggunakan tenun yang sebelumnya sudah dilupakan orang.

Margaretha Seting Beraan juga bercerita mengenai kegiatan Borneo Chic yang telah melakukan pengelolaan hutan dan pemanenan produk hasil-hasil hutan non kayu secara lestari.  Umumnya kerajinan-kerajinan yang dibuat oleh Borneo Chic dibuat dari produk non kayu.  Di Kalimantan kayu umumnya digunakan untuk rumah, bangunan, ukir-ukiran untuk kebutuhan adat. Juga ada kegiatan terkait keamanan wilayah adat, pengakuan dan penegakan hak-hak masyarakat lokal.

“Di Craft Kalimantan atau di jaringan kerajinan Kalimantan, kami ada dua cara penanganan kerajinan:  (1) pemberdayaan, (2) Unit Usaha.  Kadang orang yang bekerja di pemberdayaan tidak cukup bagus mengelola usaha, jadi mereka cukup mengorganisir masyarakat, sehingga dipisah antara yang mengelola produk dan yang mengelola masyarakat.  Yang umum terjadi adalah masyarakat umum maupun masyarakat pemilik sendiri menganggap remeh barang hasil kerajinannya, dilihat tak ada nilainya, tidak melihat nilai rasa atau gunanya.“ cerita Seting pada peserta sarasehan.

Saat ini, sudah ada kerjasama antara Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.  Di Kalimantan Tengah juga ada anyaman rotan, di Kalimantan Barat rotan dan tenun.  Bergabung dalam jaringan kerja bersama supaya bisa tukar pengalaman (cross visit).

“Ternyata kami memakai bahan dan alat yang sama tapi efek yang berbeda. Mana yang lebih bagus akan mengajarkan ke yang kurang bagus,” tambah Seting ikhwal kerjasama antar provinsi di Kalimantan dalam bidang kerajinan.

Alasan menggunakan nama Borneo Chic dalam bahasa Inggris: ingin produk ini dikenal ke seluruh dunia, jadi digunakan bahasa yang mudah diingat oleh orang luar.

“Barang-barang di Borneo Chic dibuat karena kebanggaan.  Kita bangga sekali dengan budaya kita dan ingin berbagi budaya itu kepada orang lain, salah satunya melalui produk anyaman dan tenun.  Jadi itu berasal dari rasa bangga, bukan dari rasa kita ingin uangnya.  Kita ingin orang pakai.  Tag line kita: our heritage your lifestyle = kebanggaan budaya kami gaya hidupmu.  Nilai tambah kemudian akan mendatangkan uang,” tambah Seting.

Di Borneo Chic, ada yang bantu melakukan identifikasi, membuat business plan, ada yang bisa lihat value chain atau rantai nilai-nya.  Ada juga yang membangun kelembagaan ekonominya di lokal: koperasinya, sistem keuangannya, bagaimana menghitung kemampuan produksi mereka sendiri, bagaimana mereka mampu memenuhi permintaan pasar jika ada pesanan yang banyak, pemeliharaan bahan baku.

“Saya ingin ajak kita semua pikirkan bersama, hambatan yang paling besar yang harus dihadapi dalam pengembangan ketersediaan bahan baku kami adalah: perusahaan tambang, dan sawit.  Bahan baku semakin mahal, kami tidak bisa bikin lagi, dan hilang,” tegas Seting menyinggung ketersediaan bahan baku non kayu yang semakin tergusur oleh perusahaan tambang dan sawit.

“Kalau kita mau mengembangkan kerajinan tradisional kita, kalau serius, dan ketika dia menghasilkan dan menjadi kebanggaan, bangga akan hasilnya, pasti akan dipertahankan, akan terus dikembangkan, bahkan muncul model-model atau kreasi-kreasi baru.  Jadi yang perlu kita tanamkan adalah kita bangga dengan produk yang ada di tempat kita,” kalimat penutup Seting saat presentasi di Sarasehan terkait produk lokal dan kerajinan tradisional yang harus kita banggakan.[neni rochaeni|samdhana]

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours