Jumiati dari komunitas Menoken bersama Sarah Monim, warga Kampung Adat Hobong yang menjadi tenaga pengajar di Sekolah Adat Hobong. (courtesy of Menoken)
Di tengah kemajuan teknologi yang semakin canggih, sejumlah Masyarakat Adat di Papua berusaha mempertahankan bahasa ibu melalui pendidikan adat mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Salah satunya dilakukan oleh komunitas adat di Hobong yaitu salah satu kampung di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Segenap lapisan masyarakat, mulai dari pemangku adat, perempuan hingga pemuda antusias mengambangkan pendidikan adat di Sekolah Adat Hobong.
Dalam kegiatan yang didukung oleh PERMATA ini, Masyarakat Adat Hobong sepakat bahwa pendidikan adat sangat diperlukan. Hasil ini juga didukung oleh pemerintah.
Terbaru, pemerintah bahkan memasukan pendidikan adat dalam kurikulum pendidikan untuk diimplementasikan ke sekolah di seluruh Jayapura.
“Pendidikan adat berisi kurikulum muatan lokal, seperti bahasa ibu, di Papua ada beberapa bahasa yang sudah hilang yang diakibatkan oleh perkawinan campur, modernisasi, dan sebagainya,” kata Piter Roki Aloisius selaku Samdhana Papua Coordinator.
“Sehingga anak-anak jarang menggunakan bahasa daerah, anak-anak di tingkat SD sudah tidak tahu lagi bahasa daerah, ini yang jadi kekhawatiran mereka, agar identitas budaya jangan sampai hilang,” imbuhnya.
Saat ini, pemerintah kabupaten Jayapura mengeluarkan Peraturan Bupati Kabupaten Jayapura Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penerapan Pembelajaran Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Ibu Melalui Pendidikan Adat Di Sembilan Wilayah Dewan Adat Suku Mamta/tabi Kabupaten Jayapura.
“Jadi memang ada upaya-upaya lebih kuat penggunaan bahasa daerah di tingkat dasar, ini sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah mendorong muatan lokal penggunaan bahasa daerah di sekolahan,” kata Roki.
Tak sampai di situ, masyarakat adat juga mendorong pendirian universitas adat guna menguatkan adat di Papua. Mereka bertemu dengan pihak universitas di Papua. Salah satunya, rektor dari Universitas Cenderawasih.
“Jadi kami berkomunikasi dengan perguruan tinggi, salah satunya Uncen, mereka terlibat dalam pegembangan kurikulum,” kata Roki.