Sekolah Alam Manusak: Membangkitkan Gerakan Pemuda untuk menciptakan Metode Pembelajaran yang Ramah Lingkungan

Kegiatan belajar di Sekolah Alam Manusak, Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Courtesy YRSBI)


Bagaimana anak-anak muda dapat terus menjalani proses pembelajaran dalam situasi yang penuh keterbatasan dan keputusasaan yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 yang berkepanjangan?

Tantangan ini yang dihadapi Sekolah Alam Manusak. Saat ini kegiatan sekolah dilakukan secara online menggunakan materi yang disajikan melalui e-learning. Sekolah yang terletak di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), bertekad untuk memulai proyek pengembangan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi di masa pandemi Covid-19. Sekolah Alam Manusak bercita-cita menjadi model pariwisata berbasis ekologi dan pendidikan di NTT. Mereka berupaya membangun sekolah dengan konsep belajar sambil bermain, dengan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang.

Pendiri sekolah Alam Manusak, Yahya Edo, menyatakan dalam sebuah media rilis oleh Pos Kupang bahwa gerakan inovatif ini dibentuk untuk menciptakan sekolah yang dapat membuat siswanya lebih bahagia. Secara ekologis, aktivitas pembelajaran dengan alam yang disertai dengan penggunaan barang-barang daur ulang akan membuat gaya hidup siswa menjadi ramah lingkungan. Disamping itu barang daur ulang dapat digunakan sebagai media belajar maupun bermain.

Bahan-bahan yang dipakai untuk belajar siswa ini berasal dari barang-barang bekas seperti gelas dan botol plastik, botol bekas oli, jerigen, dan perabotan dapur bekas lainnya. Barang-barang bekas ini lebih bermanfaat ketimbang menjadi limbah rumah tangga warga setempat, selain itu bahan-bahan ini pun sulit untuk membusuk secara alami. Beberapa material barang bekas ini dapat digunakan sebagai alat pembantu atau sebagai media pendukung serta dapat di olah dan di berikan“nyawa baru”, seperti diolah menjadi pot bunga atau tanaman. Bahan-bahan lain seperti batangan dan serpihan kayu, ban bekas, dan mainan bekas anak-anak, telah berhasil didaur ulang menjadi kursi dan meja untuk tempat belajar mereka.

Pada Juli dan Agustus 2020, Sekolah Alam Manusak menyelenggarakan ekowisata bersama komunitas di sekitar sekolah. Masyarakat, terutama anak-anak muda, mempelajari konsep ramah lingkungan dan bagaimana penerapannya di tempat wisata mereka di Manusak. Dengan kondisi yang penuh dengan keterbatasan karena pandemi, seunggah pengumuman telah disebarkan ke para warga melalui media sosial dan rantaian pesan agar masyarakat dan pihak lain dapat membantu mengumpulkan dan menyumbangkan barang-barang bekas yang masih dapat digunakan. Para anggota komunitas telah berpartisipasi secara aktif dalam acara ini sehingga mereka dapat menggunakannya sebagai media pembelajaran didalam maupun diluar ruangan.

Untuk pertama kalinya Sekolah Alam meluncurkan Idea Festival di bulan Oktober. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mempromosikan lebih luas kelanjutan pengembangan fasilitas sekolah alam dan media pembelajaran daur ulang dengan menggunakan konsep “lopo belajar” (rumah belajar). Meskipun ada keterbatasan anggaran sekolah untuk membiayai konstruksi, anak-anak muda diharapkan dapat menyumbangkan tenaga dalam membangun lopo belajar mereka. Sebagian besar anak-anak muda yang belajar di Sekolah Alam bekerja setiap hari sebagai petani membantu orang tua mereka di ladang atau merawat ternak. Karena bersifat sukarela dimana mereka menyumbangkan waktunya di malam hari, beberapa kegiatan sekolah yang telah dijadwalkan menjadi tertunda. Namun, dengan adanya tenaga dan waktu yang diberikan untuk membuat lopo, pihak sekolah merasa senang anak-anak muda dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap sekolahnya.

Pemerintah Desa Manusak sangat mendukung inisiatif sekolah alam yang juga turut didukung oleh Yayasan Rumah Solusi Beta Indonesia (RSBI), NTT dan Samdhana Institute.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours