24 Tahun Fasilitasi Pemetaan, Penataan dan Pengelolaan Wilayah Adat di Suku Hubula – Kabupaten Jayawijaya

YBAW dan LSPK Papua Menyerahkan Dokumen Peta Wilayah Adat dan Rencana Pengelolaan Wilayah Adat 4 Konfederasi Adat di Suku Hubula Kepada Bapak John. W. Aufa, Kepala Kanwil ATR/BPN Papua, disaksikan oleh Bapak Surya Tjandra, Wakil Menteri ATR/BPN . (SAMDHANA/Yunus Yumte)


Artikel oleh Laurensius Lani (Tulisan ini disiapkan untuk disampaikan kepada Bapak Surya Tjandra Wakil Menteri ATR/BPN dan Bapak John Banua Bupati Jayawijaya – tanggal 28 Januari 2021)


Wilayah Adat di Suku Hubula

Menurut kepercayaan masyarakat Papua umumnya dan pegunungan tengah khususnya, manusia keluar pertama kali dari sebuah telaga biru yang disebut Maima dan Selma. Dari situ mereka kemudian menyebar mengikuti arah mata angin, sebagian diantaranya turun ke lembah baliem dan membentuk komunitas yang dikenal dengan nama Suku Hubula.

Kehidupan masyarakat pada waktu itu sangat rukun, hidup dalam rasa saling memiliki, hubungan erat kekerabatan dan tidak ada perang yang didasari permusuhan. Semua sumber daya alam yang ada diatas permukaan maupun di dalam tanah seperti pohon, batu, mineral dan air merupakan milik bersama, dikelola dan dimanfaatkan bersama.

Perubahan kehidupan manusia di Suku Hubula terjadi seiring dengan pertambahan penduduk, introduksi nilai baru dan interaksi peradaban.

Berbagai masalah mulai muncul seperti persaingan antar keluarga, kecemburuan, masalah kebun, masalah perempuan, masalah babi dan lain-lain yang menjadi menjadi akar perkelahian, permusuhan dan pepeperangan antar kelompok. Korban jiwa pun berguguran akibat konflik ini. Fase ini merupakan fase kedua peradaban di Suku Hubula yang dicirikan dengan terbentukannya klen-klen (pilamo), yang bekumpul dalam satuan pemukiman/kampung (Osili) dan terafiliasi membentuk konfederasi (Oukul).

Perkembangan ini menjadi titik masuk YBAW dalam memfasilitasi pemetaan wilayah adat. Teritorial wilayah adat mulai dikenal berbasis konfederasi (Oukul) dan berdiri dengan aturan, nilai, hukum adat dan struktur pemerintahan adat yang dipimpin oleh para Kepala suku (Ap metek/Ap Hurek).

Kepala Suku Wilayah adat besar membawahi beberapa Kepala Osili yang didalamnya para klen (pilamo) berada. Dibawah pimpinan Kepala Suku Wilayah adat, pengaturan tentang zona-zona adat diatur dan 2 kategori ruang yaitu Selekma atau zona pemukiman dan Okama atau areal berhutan. Didalam Selekma terdapat zona-zona: perumahan (uma), lahan peternakan (wamlanma), kebun (yabumo), tempat keramat (wesama) dan lahan tandus, pasir dan bebatuan (lenymo dan karoba). Sedangkan zona Hutan (Okoma) terdiri dari:

  • Weramokama: Daerah yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan buah pandan (ukuran sedang) yang disebut Weramo, digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan seperti ; kayu untuk pagar, rumah, tali, dan buah padan ini dapat dimakan
  • Tukekama: Daerah yang ditumbuhi buah pandan ( ukuran panjang dan besar) dan terdapat hutan lebat yang ditumbuhi pepohonan besar.
  • Piliwitkama: Daerah semak-semak
  • Ikeba: Daerah padang rumput, tidak ada hutan besar dan tempat sumber mata air 

Batas wilayah adat telah disepakati dengan batas alam mengikuti punggung bukit, batu, sungai maupun penanda alam lainnya yang dikenal antar komunitas. Tanda ini menggiring pada pengetahuan tentang kepemilikan tanah yang di suku Hubula umumnya dimiliki oleh Klen (pilamo). Masyarakat adat Suku Hubula tidak mengenal kepemilikan individu atas tanah.

Zonasi wilayah adat di Suku Hubula (Sumber: Laporan YBAW, 2013)

Pemetaan Wilayah Adat di Suku Hubula

Kegiatan pemetaan wilayah adat di Suku Hubula oleh YBAW dimulai sejak tahun 1996 atau sudah sekitar 24 tahun yang lalu. Kegiatan pemetaan yang dilakukan YBAW adalah berdasarkan permintaan masyarakat adat. Istilah yang dipakai masyarakat adalah kami diminta membuat Pagar dari wilayah adat tersebut.

Pemetaan wilayah adat yang dikerjakan oleh YBAW dibagi dalam dua proses utama yaitu proses sosial dan proses teknis yang masing-masing memiliki peran. YBAW menjadi bagian dari tim kerja yang mengawal proses sosial sedangkan proses teknis dikerjakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya.

Tugas team sosial adalah mengundang, memfasilitasi pertemuan dari setiap wilayah adat, menuliskan data sosial dan kesepakatan batas yang dicapai oleh komunitas sendiri. Peta sketsa adalah output dari proses sosial yang sekaligus menjadi acuan bagi team teknis untuk melakukan perekaman titik GPS dan pengolahan digitasi peta didalam perangkat lunak GIS.

Peta wilayah adat yang dihasilakn oleh YBAW dan Dinas Kehutanan merupakan peta wilayah adat konfederasi komunitas di Suku Hubula yang telah terbentuk dan dihormati sebelum gereja dan pemerintah masuk.

Sejauh ini, YBAW dan Dinas Kehutanan kabupaten Jayawiya (atas dukungan Samdhana Institute) telah memetakan sekitar 192,000 ha milik 19 wilayah konfederasi (Oukul) dari 23 Wilayah adat yang berada di 43 Distrik di Kabupaten Jayawijaya.

Wilayah yang (Oukul) telah terpetakan yaitu: ASOLOKOBAL, WELESI, TUMA, HUBIKOSI, WIO, ELAGAIMA, PELEIMA, ASOKLOGIMA, MUSATFAK, OMAREKMA, SEROGO, ITLAIMO, INAIREK, WITAYA, MLIMA ALUAMA, USILIMO, WOLO dan MBARLIMA. Sedangkan 4 wilayah adat yang belum terpetakan adalah OUKUL BOLAKME, TAGIME, TAGINERI dan NANGGO TRIKORA.

Rencana Pengelolaan Wilayah Adat

Setelah YBAW dan Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya menyelesaikan peta wilayah adat, pekerjaan dilanjutkan oleh Lembaga Sosial Pengkajian Komunitas (LSPK) Papua membantu ketua adat dan masyarakat dalam detail pendataan monografi wilayah adat dan penyusunan rencana pengelolaannya. Dokumen ini berisi detail narasi tentang isi dari setiap Oukul.

Data tentang jumlah pilamo, stuktur dan komposisi lembaga adat, kepemilikan ternak, kepemilikan kebun sampai dengan data fasilitasi sosial dan umum yang ada didalam wilayah adat menjadi bagian dari detail monografi wilayah adat. LSPK Juga mendata detail persoalan sosial, potret kesehatan dan pendidikan dari wilayah adat tersebut. Sampai dengan tahun 2020, telah tersedia 4 dokumen data monografi dan rencana pengelolaan wilayah adat pada Oukul Musatfak, Asolokobal, Mlima Aluama dan Witaya.

Sehingga dari 19 wilayah adat yang telah terpetakan, masih tersisa 15 wilayah adat yang belum difasilitasi LSPK.

Pemetaan wilayah adat yang difasilitasi oleh YBAW, kemudian pendataan dan penyusunan rencana pengelolaan yang difasilitasi oleh LSPK dilakukan dengan tujuan (1) memperjuangkan hak dan legalitas ruang Kelola masyarkaat adat Suku Hubula, (2) mempertahankan dan memelihara status kepemilikan tanah adat dan nilasi sosial budaya masyarakat adat, (3) mencegah penjualan tanah atau hutan adat oleh perorangan secara diam-diam dan (4) memastikan pelepasan atau penjualan tanah/hutan untuk kepentingan umum dilakukan dengan cara yang benar dan sah berdasarkan zonasi dan rencana pengelolaan yang masyarakat sepakati. YBAW dan LSPK berinisiatif mengambil peran fasitator dan secara aktif membantu masyarakat adat di Suku Hubula karena mereka melihat (1) banyak masyarakat yang belum siap dengan pengetahuan, ketrampilan dan modal untuk masuk dalam tekanan pembangunan modern saat ini, (2) maraknya penjualan/pelepasan tanah adat secara illegal dan berdampak pada konflik di masyarakat dan (3) perlunya data dan informasi sebagai warisan untuk kepentingan anak cucu kedepan.

Butuh Legalisasi dan Dukungan Lanjutan

Terakhir, semua pekerjaan ini perlu diselesaikan di tingkat legalisasi oleh pemerintah daerah. Kami butuh PERDA melindungi hak adat dan nilai-nilai budaya kami.

Kami juga meminta agar ada kerjasama aktif antara pemerintah dengan lembaga-lembaga adat disetiap wilayah adat untuk mendorong pengelolaan dan pemanfaatan wilayah adat secara benar oleh masyarakat adat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat di Suku Hubula.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours