3 Hutan Adat Kalimantan Barat Ditetapkan Presiden

Perwakilan Masyarakat Adat Tae, Melkianus Midi (Kanan) menerima SK penetapan Hutan Adat di Istana Negara Jakarta, 20 September 2018. Foto : Pancur Kasih

Hutan Adat di Kalimantan Barat resmi ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai hutan milik adat. Penetapan dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 20 September 2018, dengan menyerahkan secara langsung Surat keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Penetapan Hutan Adat kepada 16 (Enam Belas) perwakilan Masyarakat Adat di Jakarta. 3 lokasi diantaranya ada di Kalimantan Barat.

Untuk di Kalimantan Barat terdapat 3 (Tiga) lokasi yang mendapat SK Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disampaikan oleh  Presiden, yaitu Hutan Adat Masyarakat Hukum Adat Pikul Dusun Melayang Kabupaten Bengkayang dengan SK 1300/MENLHK-PSKL/PKTHA-PSL-1/3/2018, ditetapkan tanggal 28 Maret 2018, kemudian Hutan Adat Tae milik masyarakat adat  Ketemenggungan Tae Kabupaten Sanggau dengan SK 5770/MENLHK-PSKL/PKTHA-PSL-1/9/2018, tanggal 7 September 2018. Terakhir ada Hutan Adat Tembawang Tampun Juah, milik  Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Sisang Kampung Segumon dengan SK 5771/MENLHK-PSKL/PKTHA-PSL-1/9/2018 tanggal 7 September 2018.

Hutan Adat Ketemenggungan Tae di Kabupaten Sanggau dengan luas 2.189 hektar ini menjadi hutan adat terluas dari 15 hutan adat lainnya. Sedangkan Hutan Adat Tembawang Tampun Juah di Ketemenggungan Sisang, Kampung Segumon luasnya 651 Hektare

Penetapan Hutan Adat menjadi hal yang sangat ditunggu oleh Komunitas Masyarakat Adat Ketemenggungan Tae dan Ketemenggungan Sisang yang berada di Perbatasan Indonesia dan Malaysia. Setelah hampir 7 tahun melakukan perjuangan untuk bisa mendapatkan pengakuan dan hak kepemilikan  penuh terhadap hutan adat mereka.

Sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi pada kunjungan pertamanya ke Perbatasan Kalimantan Barat pada tanggal 20 januari 2015, dan diulang kembali pada saat penyerahan SK Hutan Adat tanggal 30 Desember 2016 di Istana Negara bahwa “Pengakuan hutan adat, pengakuan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat, berarti adalah pengakuan nilai-nilai asli Indonesia, pengakuan jati diri asli bangsa Indonesia,”

Perjuangan tersebut juga merupakan salah satu karya pemberdayaan Pemberdayaan Holistik yang dilakukan oleh Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK) melalui lembaga-lembaga anggotanya yaitu Institut Dayakologi (ID) yang dirintis sejak tahun 2011 yang lalu, dan kerjasama dengan Pemda Sanggau serta berkokaborasi dengan PPK (PPSDAK Pancur Kasih), YKSPK, CU FPPK dan LBBT dalam melakukan pendampingan di dua komunitas Tiong Kandang di Ketemenggungan Tae dan Komunitas Tampun Juah di Ketemenggungan Sisang Kampung Segumon. Sebagian pendanaannya didukung oleh Samdhana Institute, sebagai bagian untuk memberikan kepastian dan pengakuan hak hak masyarakat adat dalam penguasaan hutannya bagi masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia.

“Mendapat SK ini jelas kita sudah diberi hak untuk mengelola hutan yang ada diwilayah kita,” ujar Melkianus Midi, perwakilan Masyarakat Adat Tae saat di Jakarta.

Direktur Institut Dayakologi, Krissusandi Gunui’ menyampaikan ucapan selamat khususnya kepada Masyarakat Adat di Ketemenggungan Tae dan Kampung Segumon serta terima kasih kepada semua pihak yang telah ambil bagian dalam perjuangan ini.

“Kerja-kerja pemberdayaan, perjuangan dan advokasi atas hak-hak masyarakat adat (MA) di Kalbar ini masih panjang, semoga ke depannya kita semakin solid dalam kerjasama yang lebih luas lagi dengan para pihak di masa yang akan datang,” lanjutnya

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Pengelolaan Hutan Adat dan Hutan Hak Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Felix Belawing mengatakan, kelanjutan dari SK ini diharapkan kerja-kerja kolaboratif dan sinergitas antara masyarakat dan Pemerintah bisa semakin sejalan.

“Dengan SK hutan adat ini kita berharap supaya ke depannya sinergi dan kerja-kerja kolaboratif antara masyarakat dan pemerintah bisa semakin sejalan. Ini juga sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam membangun masyarakat lokal khususnya masyarakat adat terkait sumberdaya alamnya, “ujarnya

Dasar Yuridis SK Hutan Adat adalah bentuk implementasi dari Putusan MK 35/2012, peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) Nomor 52/2014, tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan (Permen LHK) Nomor P.32/MenLHK-Setjen/2015 tentang Hutan Hak, PERMEN LHK No. P.34/MenLHK/Setjen/KUM.1/5/2017, tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam PSDA dan Lingkungan Hidup, dan PERDIRJEN PSKL No. P.1/PSKL/Set/KUM.1/2/2016 tentang Tata Cara Verifikasi dan Validasi Hutan Hak.

Sumber : diolah dari “Sanggau dan Bengkayang Terima SK Penetapan Hutan Adat dari Presiden RI”, ruai.tv, 20 September 2018

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours