Resmi, Peta Wilayah Adat Suku Yei Telah Ditandatangani Bupati

Penyerahan Peta Wilayah Adat Suku Yei oleh Ketua Adat kepada Bupati Merauke. Foto : Nurul Chaerunissa/SAMDHANA

Penandatanganan peta Wilayah Adat Suku Yei oleh Bupati Merauke, Freddy Gebze bersama Kepala Suku dan Ketua-ketua  Adat Suku Yei pada  27 Oktober 2016 lalu, merupakan peristiwa bersejarah dalam proses pengakuan masyarakat adat di tanah Papua. Pengesahan peta yang dilakukan di Rumah Biara Kesusteran PBHK Kelapa Lima Kabupaten Merauke-Papua ini tersebut merupakan  momen penting yang telah ditunggu-tunggu oleh masyarakat khususnya masyarakat suku Yei (Yeinan).

Acara yang dibuka oleh Vikjen Keuskupan Romo Apolonarius Miller Senduk, MSc ini dihadiri oleh Bupati Merauke, perwakilan dari Kapolsek dan Danramil.

Dalam sambutannya, Vikjen Keuskupan berharap agar peta ini menjadi inspirasi untuk suku-suku lain dalam memetakan wilayahnya.

Bupati Merauke, Frederikus Gebze SE, M.Si juga menyampaikan bahwa setelah wilayah adat Suku Yei dipetakan, maka berikutnya wilayah-wilayah suku lainnya di kabupaten Merauke juga akan didukung untuk dapat memetakan wilayah adatnya. Dengan memilki peta wilayah adatnya, setiap suku di kabupaten Merauke akan dapat mendaftarkan wilayahnya sehingga memiliki legalitas hukum di pemerintah daerah.

Masyarakat suku Yei menaruh harapan untuk segera memiliki peta wilayah adat mereka. Peta hasil pemetaan partisipatif wilayah adat tersebut dibutuhkan sebagai sarana atau alat yang bisa digunakan oleh masyarakat adat untuk menunjukan eksistensi masyarakat adatnya.

SKP Keuskupan Agung Merauke, dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) Bogor, dengan dukungan penuh dari Samdhana Institute Bogor bersama masyarakat adat suku Yei sejak tahun 2012 lalu telah bersepakat untuk melakukan pemetaan batas luar wilayah adat secara partisipatif. Tahun 2016 ini pemetaan tersebut telah selesai dikerjakan melalui beberapa kali proses konsolidasi, validasi, verifikasi, dan klarifikasi batas wilayah adat.

Peta wilayah adat bagi suku Yei (Suku Yeinan) tak semata perwujudan visual kesepakatan dan klaim imaginer komunitas adat atas ruang hidupnya yang menuntut penghormatan, penghargaan dan pengakuan dari pihak lain. Komunitas adat ini sadar betul bahwa pengabaian dan pengingkaran atas nilai-nilai lokal yang sudah secara turun-temurun disepakati, dipatuhi dan dijalani dalam keseharian masyarakat inilah yang kemudian hari bisa menjadi sumber masalah.

Wilayah adat Suku Yei terkenal dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, baik yang ada di hutan, sungai maupun rawa-rawa.

Sebagian besar masyarakatnya tersebar di perbatasan Republik Indonesia-Papua New Guinea (PNG). Wilayahnya terutama berada berada di 7 kampung, yaitu Kampung Erambo, Kampung Toray, Kampung Poo, Kampung Kweel, Kampung Bupul, Kampung Baidu serta Kampung Tanas. Untuk mencapai kampung-kampung ini harus melalui jalan Trans Papua.

Dalam proses verifikasi masyarakat telah memerikasa ulang dan memverifikasi informasi-informasi yang sebelumnya sudah dimasukkan didalam peta pada lokakarya ke-2 tahun 2014. Memeriksa dan menyepakati batas-batas wilayah suku Yei dengan suku-suku lainnya di bagian barat Indonesia. Untuk bagian timur laut sampai dengan tenggara yang berada di Wilayah Papua New Guinea dan berbatasan dengan 4 suku di sana, sudah dilakukan sebelumnya dalam proses turun lapangan untuk pengumpulan data. Luas wilayah suku Yei diketahui ada 704,780.98 Ha, di wilayah Indonesia ada 426.674.47 Ha dan luas wilayah di Papua New Guinea 278,106.51 Ha.

Sebagai lanjutan dari acara pengesahan peta WA Suku Yei, dihari berikutnya masyarakat Suku Yei bersepakat untuk mendaftarkan wilayah adat mereka di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Diwakili oleh Kepala Suku Yei, Godefridus Galep’a Inagijai, menyerahkan formulir pendaftaran WA, Berita Acara Kesepakatan Batas dan Peta WA Suku Yei kepada Kepala BRWA, bapak Kasmita Widodo.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours