Kebijakan pembangunan di Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara ditandai dengan pemberian izin usaha pertambangan serta perkebunan skala besar seperti perkebunan sawit puluhan ribu hektar. Tercatat ada 66 izin tambang dan 2 izin perkebunan sawit dengan status yang berbeda-beda. Luas wilayah yang di konversikan untuk kegiatan pertambangan sebesar 121.833 hektar atau 47,98 persen dari luas daratan Halmahera Tengah. Pemerintah juga menunjuk kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat di konversi serta Taman Nasional.
Dampaknya akses masyarakat adat atas tanah dan hutan pun terbatas oleh kawasan hutan, perijinan konsesi skala besar. Kondisi ini akhirnya memicu konflik yang berujung pada kriminalisasi masyarakat adat yang mempertahankan haknya. Ditambah kerusakan lingkungan akibat beroperasinya tambang dan kebun.
Masyarakat adat di Halmahera Tengah umumnya bertani dan nelayan. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil kebun berupa, kelapa, pala dan cengkah, juga hasil tangkap. Pala adalah tanaman unggulan yang sudah dikelola sejak nenek-moyang mereka. Hasil perkebunan ini telah menghidupi masyarakat adat di Halteng. Kawasan perkebunan pala tersebut kini dirubah menjadi areal perkebunan sawit dan pertambangan. Ketidakpastian hak menyebabkan klaim antar pihak terhadap hak tersebut kerap menimbulkan Konflik.
Masyarakat Adat melalui DPRD Halmahera Tengah mendorong Rancangan Peraturan Daerah (perda) Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA). Perda ini diharapkan muncul untuk merespon lahirnya putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 yang mengoreksi UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Sekaligus jawaban DPRD terhadap tuntutan masyarakat adat di Halmahera Tengah yang kehilangan hak karena wilayah adat mereka di konversikan menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan.
AMAN Maluku Utara bersama Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate melakukan telaah kembali Naskah Akademik (NA) dan Draf Rancangan Perda yang telah disiapkan. AMAN Maluku Utara melihat perlunya memperkuat kajian empirik untuk menjelaskan unit sosial masyarakat adat di Halmahera Tengah yang perlu diatur dalam Perda, beserta wilayah adat mereka.
Sebelumnya AMAN Maluku Utara telah menyusun 18 profil komunitas Masyarakat Adat sebagai unit sosial masyarakat adat. Profil tersebut menjadi muatan penting dalam pembuatan naskah akademik Ranperda PPHMA
AMAN Maluku Utara juga menyiapkan naskah etnografi komunitas masyarakat adat di Halmahera Tengah yang menyangkut norma norma hidup masyarakat adat dengan lingkungannya. Sementara untuk draf Ranperda tersebut, beberapa norma penting belum diatur, seperti kita ketahui norma-norma tersebut berhubungan erat dengan hak-hak masyarakat adat dan lingkungannya.
Perda PPHMA penting dan dinantikan masyarakat adat di Halmahera Tengah. Dinamika pembangunan di sektor sumberdaya alam yang telah berlangsung di Halteng menjadi tak terpisahkan dari semangat untuk melahirkan Perda yang bisa digunakan masyarakat adat untuk memperoleh kembali hak mereka.
Sumber : Laporan Kegiatan “Mendorong Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Halmahera Tengah”, AMAN Maluku Utara, Desember 2015.
+ There are no comments
Add yours