[SIARAN PERS] Jambore Nusantara III dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara II 2023

Pertemuan Pemimpin Muda se-Nusantara dan Regional Asia Tenggara

Bali, 20 Agustus 2023 – Kegiatan Jambore Nusantara dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara kembali di selenggarakan pada tanggal 20-25 Agustus 2023. Pelaksanaan Jambore Nusantara III dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara II dilaksanakan di wilayah  Masyarakat Adat Dalem Tamblingan (MADT) di Catur Desa (Desa Gobleg, Munduk, Gesing, dan Umejero), Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Akan hadir 132 peserta dari Indonesia, Filipina, Laos, Thailand, Kamboja, Myanmar dan Vietnam, termasuk panitia penyelenggara, fasilitator dan relawan dari Samdhana Institute, Yayasan Wisnu dan Baga Raksa Alas Mertajati (BRASTI).

Jambore Nusantara III dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara II merupakan ruang berbagi antar generasi, bertukar pikiran, praktik baik dan pengalaman. Berbagi informasi serta memberikan kesempatan untuk memperkuat dan menumbuhkan solidaritas di antara kaum muda termasuk para pemimpin perempuan muda agar mampu menghadapi perubahan iklim dan kehidupan di masa depan. 

Meminjam konsep dan pemaknaan Segara Gunung dalam masyarakat Bali, Jambore Nusantara III secara khusus mengajak para pemimpin muda se-nusantara dan pemuda regional se-Asia Tenggara dalam Konferensi Pemuda Asia Tenggara II. Untuk saling berbagi praktik baik yang lahir dari filosofi kehidupan pada Masyarakat Adat dan komunitas lokal.

“Kegiatan dalam lima hari ini merupakan ruang pertemuan para pemimpin muda, disana para peserta dapat belajar langsung dari para penggerak/penggiat dan pakarnya. Juga mendengar apa saja langkah keberhasilan, metode efektif yang telah diterapkan Masyarakat Adat untuk lingkungan. Serta, kolaborasi antara masyarakat sipil dan lembaga pemerintah dalam menangani masalah lingkungan dan budaya melalui diskusi interaktif. Peserta juga dapat berbagi dan menunjukkan pengalaman mereka untuk mendukung lingkungan di daerah atau negara masing-masing melalui diskusi, sesi berbagi dan malam solidaritas,” ungkap Sandika Ariansyah dari Samdhana Institute.

Bencana ekologi dan kemanusiaan terjadi karena berubahnya tatanan sosial dan perilaku manusia terkait lingkungan. Perubahan iklim yang terjadi mendorong semakin parah dampak yang dirasakan. 

Masyarakat Adat dan komunitas lokal yang tinggal di pusat peradaban yang dikelilingi gunung, hutan, sungai, dan laut menjadi tak berdaya akibat tidak lagi dapat membaca tanda-tanda alam. Mitigasi bencana dan adaptasi terkait perubahan iklim ini menjadi suatu keharusan untuk terus ditemukan praktik baiknya terutama bagi generasi muda yang akan meneruskan estafet kehidupan. 

Praktik baik yang lahir dari filosofi kehidupan salah satunya dilakukan Masyarakat Adat Dalem Tamblingan (ADT) di Catur Desa (Desa Gobleg, Munduk, Gesing, dan Umejero) di Bali, yaitu melalui konsep Segara-Gunung.

“Manusia Bali, termasuk Masyarakat Adat Dalem Tamblingan adalah manusia ritus dengan manajemen siklus waktu, seperti siklus air dan kehidupan. Masyarakat Adat Dalem Tamblingan menganut keyakinan Piagem Gama Tirta yang memuliakan air dan hidup harmoni dengan alam,” jelas Putu Ardana, Ketua BRASTI, kelompok pemuda Masyarakat Adat Dalem tamblingan yang berperan aktif dalam upaya pelestarian Alas Mertajati.

Keyakinan tersebut tertuang dalam ritual Lilitan Karya, rangkaian panjang upacara yang dilakukan setiap dua tahun, untuk membersihkan alam dan manusia dari hal-hal buruk, juga untuk berbagi kesejahteraan kepada sesama. Melalui karya atau upacara yang dilakukan tersebut, diharapkan keseimbangan alam akan terjaga dan kehidupan akan berkelanjutan.

“Praktik baik yang lahir dari filosofi kehidupan masyarakat Adat Dalem Tamblingan mengajak kita untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada kualitas kehidupan manusia secara sosial-ekologis dan bagaimana hal ini akan menjadi penanda bagi kebangkitan kaum muda dari masyarakat adat dan komunitas lokal berhadapan dengan dampak dari perubahan iklim di berbagai belahan dunia. Untuk itulah kami mengajak peserta Jambore Nusantara III dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara di kawasan ini,” tambah Ni Made Puriati dari Yayasan Wisnu.

Semangat menjaga kehidupan berkelanjutan ini selaras dengan semangat Samdhana yang tahun ini merayakan 20 tahun kehadirannya sebagai bagian dari gerakan sosial dan lingkungan di Asia Tenggara. 

“Tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang, Samdhana bersama mitra-mitranya akan melanjutkan semangat “berbagi” atau “Giving Back” apa yang sudah diterima untuk bekerja bersama dalam semangat “listening and co-creating” untuk terus secara konsisten mendukung Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang berdaya, termasuk di dalamnya perempuan, pemuda dan kelompok dengan kemampuan yang beragam. ,” jelas Martua Sirait, Director Samdhana Institute for Indonesia Operation.

Dengan komitmen untuk terus memelihara semangat sebagai organisasi pembelajar dan membangun komunitas muda yang lebih inklusif dalam menjaga sumber-sumber kehidupan dan penghidupan mereka, Samdhana Institute bekerjasama dengan BRASTI dan Yayasan Wisnu Bali untuk menyelenggarakan Jambore Nusantara III dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara II.

“Kami senang sekali dapat bekerjasama dengan BRASTI dan Yayasan Wisnu Bali. Menyambut kehadiran para pemimpin muda se-nusantara dan regional Asia Tenggara untuk mendengar suara-suara dari masa depan terkait tindakan terhadap perubahan iklim dan dampaknya. Ini sekaligus merupakan tantangan kita bersama,” pungkas Ita natalia, Head of Capacity Development Samdhana Institute.

Sama seperti tahun sebelumnya, pertemuan Jambore Nusantara III dan Konferensi Pemuda Asia Tenggara II untuk para pemimpin muda se-Nusantara dan Regional Asia Tenggara, terdiri dari berbagai kegiatan seperti diskusi panel, bertukar cerita, pameran budaya, dan malam solidaritas.

Catatan Editor: 

  • Jambore Nusantara adalah ruang perjumpaan yang digagas Samdhana sebagai ruang untuk saling bertukar pengetahuan, pengalaman dan praktek-praktek terbaik dari masing-masing tempat yang nantinya akan memperkaya pengetahuan dan memperluas jaringan kerjasama antar komunitas. Jambore Nusantara ini menjadi upaya aktualisasi dan kecerdasan komunitas yang berusaha keluar dari permasalahan sosial-ekologinya, serta mampu beradaptasi dan bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusianya sebagai asset menuju masyarakat madani. Jambore Nusantara I berlangsung di Desa Ketambe, Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, Juli 2019 dan diikuti 100 lebih peserta. Jambore Nusantara II berlangsung di Sekolah Alam Manusak di Kabupaten Kupang dan Nausus Kabupaten Timor Tengah Selatan, 24-28 Agustus 2021.
  • Konferensi Pemuda Asia Tenggara adalah Ruang pertemuan Pemuda Adat dan komunitas lokal di Indonesia, Filipina dan Mekong region. Gagasan awal kegiatan ini diselenggarakan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh pemuda adat baik di  Indonesia dan Filipinan untuk menyambung kembali hubungan yang selama pandemi Covid-19 terkendala oleh pembatasan kegiatan, mobilisasi maupun jarak. Kegiatan yang berlangsung secara daring dan melibatkan para pemuda se-Asia Tenggara tersebut bertujuan untuk membangun atau memperbaharui hubungan sosial antara berbagai kelompok pemuda adat melalui pertukaran budaya, pengalaman, keprihatinan dalam situasi pandemi dan rencana-rencana yang bisa menghubungkan kembali antara sesama pemuda adat. Berlangsung pada 19-21 November 2021 dan dilaksanakan dengan lokasi yang menarik dan berdekatan dengan alam, lokasi yang dipilih baik di areal pegunungan, sekitar sungai atau danau, dan tentunya di wilayah adat. Dengan konsep kemping atau bermalam di tenda. Kegiatan ini menjadi media untuk berinterkoneksi baik dengan diri sendiri, orang lain, alam dan para leluhur. Tahun ini, Konferensi Pemuda Asia Tenggara akan berlangsung secara luring di Adat Dalem Tamblingan, Buleleng, Bali
  • Konsep Segara-Gunung: Pada kitab Brahma Purana dan Brahmanda Purana diceritakan tentang bagaimana alam semesta tercipta, “Pada mulanya, yang ada hanya kekosongan dan air. Lalu muncullah benih alam semesta yang berbentuk telur keemasan dan dari dalamnya muncullahBrahma, Sang Pencipta Alam Semesta.” Sementara itu, dalam teks Purana aliran Waisnawa dikisahkan, “Saat alam semesta belum tercipta, Dewa Wisnu tidur di atas samudra dan tumbuh teratai di pusar Dewa Wisnu. Lalu, dari teratai tersebut lahirlah Dewa Brahma, Sang Pencipta Alam Semesta.” Artinya, air merupakan unsur utama terciptanya semesta. Air yang memenuhi 70% lebih permukaan bumi merupakan elemen cair yang paling mudah diindentifikasi. Lautan, sungai, danau, serta mata air adalah tempat unsur air dapat dijumpai. Titik-titik air, uap, embun, awan, maupun hujan merupakan wujud air lainnya yang dapat dijumpai di udara. Sementara dalam tubuh manusia, unsur cair atau elemen apah, keberadaannya bisa dilihat dari adanya cairan darah, cairan kelenjar, dan berbagai cairan lainnya. Unsur cair pada tubuh manusia berpusat di perut, sementara pada semesta berpusat di laut (segara). Segara (apah, air secara umum) bersifat dinamis dan feminin, disimbolkan dengan yoni. Segara berkoneksi sangat erat dengan gunung (perthiwi) yang bersifat padat dan stabil, kokoh dan berdiri tegak, bersifat maskulin, disimbolkan dengan lingga. Segara dan gunung tidak terpisah, selalu terhubung. Keduanya dikoneksikan oleh siklus air dan siklus kehidupan, perwujudan Dewa Wisnu sebagai Naga Basuki, Sang Pemelihara Kehidupan. Segara-Gunung, yoni-lingga, feminin-maskulin, adalah simbol kehidupan dan kesuburan, di mana manusia berperan besar dalam menjaga keberadaan dan keberlanjutannya. Manusia Bali, termasuk masyarakat Adat Dalem Tamblingan (ADT) di Catur Desa (Desa Gobleg, Munduk, Gesing, dan Umejero), adalah manusia ritus dengan manajemen siklus waktu, seperti siklus air dan kehidupan. Masyarakat ADT menganut keyakinan Piagem Gama Tirta yang memuliakan air dan hidup harmoni dengan alam. Keyakinan tersebut tertuang dalam ritual Lilitan Karya, rangkaian panjang upacara yang dilakukan setiap dua tahun, untuk membersihkan alam dan manusia dari hal-hal buruk, juga untuk berbagi kesejahteraan kepada sesama. Melalui karya atau upacara yang dilakukan tersebut, diharapkan keseimbangan alam akan terjaga dan kehidupan akan berkelanjutan.
    • Samdhana Institute merupakan organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 2003 oleh individu, konservasionis, praktisi pembangunan dan aktivis hak asasi. Samdhana, dalam bahasa Sansekerta, berarti penyembuhan, penyatuan, dan pembawa damai. Visi Samdhana Institute adalah kawasan di mana keragaman alam, budaya, dan spiritual dihargai, di mana komunitas memiliki akses, kendali, dan tanggung jawab atas wilayah dan kesejahteraan mereka. Misi Samdhana adalah agar masyarakat memiliki hak yang jelas dan terjamin untuk mengelola wilayah/tempat mereka, akses informasi yang memadai, perlindungan hukum, keterampilan kepemimpinan dan pengorganisasian, informasi/media, dan pendanaan serta dukungan teknis untuk pengembangan dan kesejahteraan mereka sendiri. Selengkapnya lihat https://samdhana.org
    • Yayasan Wisnu didirikan pada tahun 1993, sebagai jawaban atas permasalahan lingkungan di Bali, khususnya limbah yang dihasilkan oleh industri pariwisata. Pasca reformasi di Indonesia, sejak tahun 1999 Wisnu fokus pada pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini, fokus program Wisnu adalah penelitian dan pemetaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengelolaan informasi sumber daya masyarakat. Selengkapnya lihat https://www.wisnu.or.id/
    • Baga Raksa Alas Mertajati (BRASTI) Baga Raksa Alas Mertajati merupakan organisasi yang menaungi Masyarakat ADT dengan visi menjadikan Alas Mertajati sebagai kawasan suci berkelanjutan melalui spiritualitas, laku, dan ritual berbasis nilai-nilai tradisi sebagai upaya pelestarian dan pengelolaan sumber daya yang memberikan manfaat ekologi, sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat Adat Dalem Tamblingan Catur Desa pada khususnya dan Bali pada umumnya. Selengkapnya lihat https://brasti.org/

    Cerita Lainnya