Direktur Jenderal PSKL, Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc saat memberikan salinan SK penetapan Hutan Adat Marga Ogoney pada pembukaan KMAN VI di Jayapura, 24 Oktober 2022. (Sulfianto – Perkumpulan Panah Papua)
Jayapura, 24 Oktober 2022. Setelah melalui proses dan berbagai tahapan yang panjang, status Hutan Adat Marga Ogoney, Suku Moskona di Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, resmi ditetapkan oleh pemerintah. Kepastian ini diperoleh setelah surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan nomor SK.8031/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/10/2022 yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc pada pembukaan Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) di Jayapura, 24 Oktober 2022.
Dari total 21,210.75 hektar wilayah adat yang diakui oleh Pemerintah Daerah, luas Hutan Adat yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah 16.299 hektar. Dari luas kawasan tersebut, kawasan dengan fungsi lindung seluas kurang lebih 13.958 hektar dan kawasan hutan fungsi produksi seluas kurang lebih 2.341 hektar.
Surat Keputusan (SK) penetapan ini membuat status Hutan Adat Marga Ogoney dalam wilayah Masyarakat Hukum Adat Marga Ogoney, Suku Moskona di Kampung Mear, Kampung Merdey, Kampung Manggerba, Kampung Mogroms, Kampung Memejem, Kampung Mayejga, Kampung Anejero, Kampung Dagou, Kampung Makwafeb Lama, Kampung Meyosa Lama, Kampung Mestofu Lama, Kampung Ijom, dan Kampung Mendesba, menjadi jelas.
Petrus Ogoney, Ketua Marga Ogoney merasa senang dengan selesainya proses pengakuan resmi dari negara melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Dengan adanya pengakuan oleh pemerintah, kami merasa puas karena hutan kami sudah diakui. Akan diatur dan dikelola karena kami juga membutuhkan perubahan dibidang ekonomi yang bisa menyatukan Masyarakat Adat, bukan merugikan. Kami siap menjalankannya dengan penuh tanggung jawab” terangnya.
Hal yang sama juga disampaikan Donatus Ogoney dari Kampung Mear. Bahwa setelah penetapan ini pihaknya akan melaksanakan apa yang menjadi rencana ketika Hutan Adat sudah ditetapkan.
“Dari hasil itu kita akan kelola untuk kebun kasbi, sayur dan ekowisata. Karena hutan itu masih ada sisa untuk kami, masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya Ketua Marga Ogoney pada suku Moskona melalui surat pada tanggal 22 Mei 2021 mengajukan permohonan penetapan hutan adat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam prosesnya lantas ditindaklanjuti dengan turunnya Tim Verifikasi.
Tim Verifikasi Terpadu Usulan Hutan Adat di Wilayah Hukum Adat Marga Ogoney yang terdiri dari Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Akademisi dan perwakilan lembaga pendamping melakukan verifikasi lapangan terhadap objek hutan adat tersebut pada tanggal 4-6 Oktober 2022.
Tim Verifikasi yang dipimpin oleh Dr.rer.nat. Rina Mardiana, Sp., M. Si dari Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB) menyatakan bahwa usulan Hutan Adat Marga Ogoney pada Suku Moskona yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni memenuhi unsur dalam ketentuan Pasal 235 PP Nomor 23 Tahun 2021.
Proses panjang penetapan Hutan Adat Marga Ogoney sudah dimulai sejak 2018. Latar belakang awalnya adalah hadirnya beberapa izin di dalam wilayah adat yang masuk tanpa komunikasi dan izin Masyarakat Adat. Lalu mulai didorong pengelolaan wilayah adat dengan melakukan pemetaan wilayah adat bersama Perkumpulan Panah Papua, organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk advokasi hak masyarakat adat dan perlindungan hutan alam Papua. Proses ini tidak terlepas juga atas kerja keras dan kegigihan Ibu Kepala Distrik Merdey, Ibu Yustina Ogoney yang menyambungkan dan meyakinkan para pihak akan pentingnya pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat guna mencapai pengelolaan hutan yang adil dan lestari.
“Ini tentunya perjuangan yang sangat panjang dan memang banyak tantangan yang kita hadapi dilapangan,” jelas Sulfianto Alias, Direktur Perkumpulan Panah Papua sebagai lembaga pendamping.
Dikatakan juga bahwa tahun 2018 Marga Ogoney didorong untuk pengelolaan hutan adat dengan melakukan pemetaan partisipatif. Mulai dari sosialisasi, lokakarya kemudian kunjungan lapangan. Tahun 2019 sudah finalisasi petanya dan menyerahkan usulannya kepada pemerintah untuk ditetapkan sebagai komunitas Masyarakat Adat serta wilayah adatnya. Sampai tahun 2021 sudah dapat diakui pemerintah daerah melalui SK Bupati penetapan komunitas Masyarakat Adat Marga Ogoney. Akhir tahun 2021 mengusulkan penetapan Hutan Adat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditindaklanjuti dengan verifikasi dilapangan.
Kepala Bidang Pembinaan Hutan dan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Yunus Willem Krey, S.Hut, M.Si memberikan apresiasinya atas pencapaian ini.
“Ini merupakan sesuatu yang luar biasa dalam perjuangan panjang kurang lebih empat tahun dalam memperjuangkan hak Masyarakat Adat, yaitu Hutan Adat Marga Ogoney. Perjuangan panjang dengan dukungan dari berbagai pihak, baik sebagai pendukung maupun pengambil kebijakan, sampai dengan penetapan. Provinsi Papua Barat dalam hal ini dinas, terus memberikan perhatian dan dukungan dalam pengembangan proses pemanfaatan kedepan untuk jangka panjang, berharap Hutan Adat lainnya dapat segera ditetapkan” kata Yunus Willem Krey, S.Hut, M.Si.
Menurutnya, langkah selanjutnya yang akan dilakukan Dinas Kehutanan adalah terus melakukan pendampingan dalam perencanaan, pengelolaan dan pengawasan Hutan Adat Marga Ogoney. Termasuk dengan rencana usulan yang sudah diberikan oleh beberapa Marga di Papua Barat, diantaranya di Kabupaten Tambrauw, Maybrat, Sorong yang sudah memasukan dokumen. Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam hal ini Dinas Kehutanan akan terus mengawal,
Sebagai salah satu pendukung proses pemetaan dan usulan Hutan Adat Marga Ogoney, Samdhana mengapresiasi capaian yang dilakukan tim hingga turunnya SK penetapan Hutan Adat.
“Kerja-kerja kolaborasi ini patut kita apresiasi sebagai Hutan Adat pertama yang ditetapkan KLHK di tanah Papua. Kolaborasi berbagai lembaga bersama Pemerintah Daerah, Masyarakat Adat, serta pendamping yang konsisten mendampingi. Kedepan perlu diikuti oleh wilayah lain untuk mempercepat pemenuhan hak-hak konsitusional masyarakat adat, dan menjamin pengelolaan hutan yang adil dan lestari,” Yunus Yumte, Koordinator Samdhana Institute di Papua Barat.