Peserta dan pemuda adat Suku Moi dalam kegiatan untuk memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional.
Sanggar Seni Budaya Alam Semesta Selemkai atau SALSES, sebuah komunitas yang terdiri dari sekelompok pemuda yang aktif bergerak dalam melestarikan seni dan budaya. Serta, aktif bergerak mengelola ekowisata di wilayah adat Kampung Klabili atau juga disebut dengan Kalabili (dari bahasa sub suku Moi Kelim) di Distrik Selemkai, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.
Baru-baru ini SALSES menggelar acara berjudul Temu Miye Libih (Pemuda Adat) Suku Moi dalam Memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional. Acara ini berlangsung selama lima hari, yakni mulai dari Kamis (17/2) hingga Senin (21/2) lalu.
Adapun tujuan acara ini antara lain, mengkampanyekan perlindungan bahasa ibu serta melatih dan mendorong Pemuda Adat (Miye Libih) Suku Moi untuk menjaga dan melestarikan bahasa (Ligih) Moi dan menjaga Bahasa Suku Moi dari ancaman kepunahan.
Samdhana sebagai mitra pembangunan di Papua Barat, turut mendukung seluruh kegiatan tersebut. Adapun dukungan yang diberikan antara lain, pendanaan, motivasi dan memfasilitasi penyediaan barang-barang yang dibutuhkan SALSES.
Dalam kesempatan ini, Ketua Dewan Adat Suku Moi Dance Ulimpa menyampaikan beberapa hal tentang peran penting bahasa Moi. Salah satunya, bahasa Moi merupakan jati diri masyarakat adat suku Moi.
“Apa yang orang tua tanam pasti masih banyak kekurangan, kamu anak – anak yang lanjutkan. Kita harus mulai terapkan dari sekarang, bahasa ibu adalah salah satu target kita kedepan,” kata Dance dalam sambutannya.
“Jangan pisahkan antar Moi ini, dengan Moi ini. Ini sudah saya bicara ke mana-mana, rumah bersama ini adalah Moi. Harus kita tingkatkan, kita anak-anak muda harus kerja, Bahasa ini adalah satu kearifan local, seperti Abun Jii, Abun Taat, Moi Kelim, Moi Salkma, Moi Klabra, Moi Sigin, dan lain-lain,” imbuhnya.
Untuk itu, Dance melihat kegiatan ini dapat mempersiapkan masyarakat adat sukuMoi dalam membangun daerah mereka di berbagai bidang dan membawa manfaat bagi masyarakat adat suku Moi.
“Harus bangun negeri ini. Dari sisi kultur ini tanah Moi, dari sisi Pemerintah kegiatan akhirnya ini bisa jalan”, kata Dance.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tambrauw Bapak Yeri Sedik mendorong komunitas SALSES untuk menggandeng pejabat daerah dalam menjalankan kegiatan mereka.
“Acara ini harusnya juga dihadiri oleh pihak eksekutif, melalui SALSES untuk menjabarkan misi Kabupaten Tambrauw. Wujud konservasi ini adalah seperti sekarang ini. Ada konservasi budaya, adat, bahasa, itu dikonservasikan. Jangan sungkan-sungkan untuk sampaikan proposal ke Pemda,” kata Yeri dalam sambutan.
“Kami apresiasi ini. Memang ada beberapa kegiatan selanjutnya, tetapi belum disosialisasikan dengan baik, daya perda ini memang tidak begitu kuat di masyarakat. Tindakan nyata ini kita jalan saja, ini paling penting,” imbuh Yeri.
Di akhir sambutan, Yeri berharap Distrik Selemkai menjadi sumber penghidupan baik itu budaya, politik maupun ecowisata untuk warga sekitar.
“Orang Selemkai ini yang berjuang untuk membangun diri sendiri. Harapan saya, acara tetap jalan karena ini semangat kita, jangan acara musiman. Perlu dorong ke Dinas Pariwisata Kabupaten Tambrauw untuk dorong Sanggar SALSES ini lebih maju” pungkas Yeri.
Selain Dewan Adat Suku Moi dan DPRD Tambrauw, acara ini juga dihadiri oleh setidaknya 49 orang, mulai dari sejumlah Kepala Kampung di Distrik Selemkai, tokoh-tokoh masyarakat adat suku Moi, masyarakat kampung Klabili, hingga pemuda dari sub suku Moi Kelim dan sub Suku Moi Salkhma sebagai peserta kegiatan.
Dalam kesempatan ini, peserta kegiatan belajar mengenal tumbuh-tumbuhan dalam Bahasa daerah, baik penyebutannya dalam bahasa sub Suku Moi Kelim maupun dalam sub suku Moi Salkhma.
Tidak hanya itu, peserta juga belajar mengenal manfaat dari jenis tumbuh-tumbuhan tertentu yang dipakai oleh masyarakat adat Moi di masa lalu. Adapun manfaat yang diambil antara lain sebagai bahan obat-obatan tradisional, aksesoris, anyaman kesenian/budaya, pangan, papan, dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini, peserta juga terlibat dalam diskusi kelompok untuk membahas isu/masalah, harapan yang ingin dicapai dan rencana tindak lanjut (RTL). Diskusi tersebut dipimpin oleh Torianus Kalami, seorang aktivis lingkungan dan penggerak Gerakan Muda suku Moi.
Acara ini juga dimeriahkan dengan pentas seni budaya suku Moi yang terdiri dari seni musik, seni tari, pembacaan puisi, hingga cerita rakyat/dongeng. Acara pentas seni budaya ini dimainkan oleh warga dari berbagai kalangan usia, mulai dari anggota SALSES, tua-tua adat, anak-anak hingga ibu rumah tangga.