RAE TAFI: Komunitas Masyarakat Adat di Wilayah Fef Tambrauw

Salah satu profil komunitas Rae Tafi di Fef, kabupaten Tambrauw. (SAMDHANA/Andi Saragih)


Cerita oleh Andi Saragih


Sejarah Marga Tafi

Kami adalah orang tafi, dalam bahasa miyah disebut dengan “Rae Tafi”. Kami baru saja menerima pengakuan dari pemerintah tambrauw tentang keberadaan kami sebagai marga asli yang memiliki wilayah adat di sini, di distrik Fef kabupaten Tambrauw, secara umum kami digolongkan dalam suku besar Miyah, berdasarkan tutur cerita nenek moyang, kami Marga tafi berasal dari keturunan dua orang perempuan bernama sariwen dan saritafi, mereka merupakan nenek moyang pertama yang berasal dari assess disekitaran muara Ibif tambrauw, yang sekarang dikenal sebagai distrik Asses, keberadaan kami disini didasarkan pada sebuah cerita kuno; pada saat itu sariwen dan saritafi hendak memenuhi kebutuhan makannya, untuk itu Sariwen dan saritafi pergi meramu dihutan dan menangkap ikan. pada suatu hari, ketika malam tiba sariwen dan saritafi bersiap untuk balobe malam, sore hari keduanya telah menyiapkan parang, tombak dan api untuk digunakan menerangi malam.

Kala itu sariwen dan saritafi berencana balobe menyusuri sungi asses, setelah menyiapkan segala keperluan baloble, kedua perempuan ini mulai menyusuri sungai asses, tidak terasa mereka telah jauh menyusuri sungai, mendekati subuh, mereka dikejutkan dengan banyaknya serpihan bekas tebangan kayu yang hanyut disungai. karena penasaran kedua perempuan tersebut mencoba mencari dari mana serpihan kayu tersebut berasal, setelah menyusuri kali asse, kedua perempuan tersebut mengetahui bahwa serpihan kayu hanyut dari anak cabang kali asse yang disebut dengan kali kwom, setelah menyusuri terus ke arah kali kwom, mereka akhirnya mendapati bahwa serpihan kayu tersebut berasal dari kebun baru yang sedang dibuka oleh seseorang bernama Efrahaef. Setelah mengetahui darimana serpihan kayu berasal, kedua perempuan tersebut beristirahat di kebun baru milik efrahaef. Sambil menunggu datangnya siang, kedua perempuan tersebut duduk bandar kayu bekas tebangan. Tidak terasa matahari mulai terbit, kedua perempuan terus duduk berjemur di matahari pagi menghangatkan badan. Melihat kedua perempuan di dalam kebun, burung burung sebagai penjaga kebun mulai berkicau memberitahukan kepada efrahaef kalau dikebunnya ada tamu tak diundang. Mendengar seruan burung, efrahaef mencoba mencari tahu siapa yang memasuki kebunnya tanpa minta izin, lalu melakukan mawi efrahaef mengetahui bahwa yang masuk kedalam kebunnya adalah dua orang perempuan dari wilayah asses.

Efrahaef lalu mengajak anak laki lakinya dan pergi memeriksa lebih jelas siapa yang ada didalam kebun, berawal dari pertemuan tersebut, anak laki laki efrahaef akhinya mangambil salah satu dari dua perempuan tersebut untuk dijadikan sebagai istri, yang kemudian memberikan keturunan yang salah satunya adalah marga Tafi.

Cara Mencari Makan Orang Tafi

Perempuan Tafi saat mengolah bahan pangan. (SAMDHANA/Andi Saragih)

Seperti orang papua pada umumnya, kami orang tafi juga hidup dari kumurahan alam, bergantung pada alam membuat kami begitu dekat dengan hutan, sungai, gunung dan semak semak belukar, memberikan manfaat bagi keberlangsungan hidup kami. Untuk menambah asukan protein, kami akan Berburu, memasang jerat dan memancing ikan disungai, berburu lebih banyak dilakukan oleh kaum laki laki. Begitu juga dengan memasang jerat. Sementara memancing dilakukan oleh laki laki maupun perempuan. Berburu juga merupakan cara yang dapat kami lakukan sambil mengawasi sumber daya alam diwilayah adat kami. Anak anak kami biasanya turut serta membantu berburu dan memasang jerat, selain belajar cara melakukannya juga sekaligus memperkenalkan wilayah adat yang dimiliki agar kelak bisa memahami batas batas dan dapat meneruskan usaha menjaga pengetahuan lokal ini. Oleh karena itu, wilayah berburu, berkebun, dan meramu kami selalu dilakukan di dalam wilayah adat yang kami miliki, jika keluar dari wilayah adat kami dan masuk ke wilayah adat tetangga maka kami wajib meminta izin kepada pemilik hak. Begitulah relasi sosial kami terbangun secara turun temurun.

Alat berburu yang kami gunakan adalah tombak, panah dan parang. Sementara alat untuk menjerat hewan liar kami memanfaatkan kulit tumbuhan, namun sekarang dengan adanya perkembangan zaman, berburu dan memasang jerat sudah menggunakan alat yang lebih modern. Hewan yang biasa buru dan jerat adalah rusa, babi hutan, soa soa, kuskus, berbagai jenis burung. Seperti peralatan berburu, dalam hal memancing kami juga menggunakan peralatan yang sangat sederhana menggunakan tali pancing yang berasal dari kulit tumbuhan pandanus, dan bambu sebagai jorannya. sejeni ikan yang paling sering kami peroleh dari aktivitas memancing adalah ikan sembilan, ikan lele, udang dan kepiting serta ikan belut.

Perempuan Tafi

Perempuan Tafi (SAMDHANA/Andi Saragih)

Pada komunitas marga tafi, perempuan sangat dihargai, perempuan berperan dalam banyak hak, mulai dari urusan makan minum keluarga, sampai urusan urusan adat, perempuan mempunya peran penting.. Perempuan yang sudah berumah tangga, pada jaman dahulu kami masih mengenal sekolah adat untuk perempuan, biasanya dalam sekolah ini kami akan diajari banyak hal. terkenal lihai dalam memanfaatkan berbagai potensi sumber daya alam yang ada disekitarnya untuk kepentingan keluarganya. perempuan sangat rajin mengurusi kebun, juga menokok sagu mencari sayuran hutan, memancing ikan disungai, dan lain sebagainya. Hutan memberikan banyak pilihan bagi kami dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sekarang kami juga berkebun, walau berpindah pindah, kami tetap membuka kebun diwilayah kami, tidak keluar dari wilayah adat milik kami. Pekerjaan rutin perempuan di komunitas kami adalah mengurusi keperluan rumah tangga, menyiapkan makan dan minum keluarga dan membantu suami. Setiap hari kami selalu kekebun, kehutan kesungai.

Cerita Lainnya