Marga Tafi Suku Miyah Kabupaten Tambraw: Bangkit Berdaulat Mengelola Hak Ulayat Untuk Generasi ke Depan yang Lebih Sejahtera

Bupati Tambrauw Gabriel Asem, SE, M.Si menandatangani SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan hak Masyarakat Adat Marga Tafi Suku Miyah. (SAMDHANA)


Story by Yessi Agustina


Sorong, 5 Juni 2021. Penandatanganan dan penyerahan Surat Keputusan Bupati Tambrauw tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat atas  wilayah adat dan hutan dari Marga Tafi Suku Miyah Tambrauw, Papua barat di gelar bertepatan dengan Hari World Environment Day, 5 Juni 2021. Surat Keputusan Bupati Penetapan Marga Tafi Nomor 189.1/92/2021 ini merupakan merupakan wujud nyata pelaksanaan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tambrauw No 06 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat.

Penandatanganan SK tersebut dilakukan Bupati Tambrauw, Gabriel Asem, SE, M.Si bersama Ketua adat Marga Tafi, Eduardus Tafi disaksikan oleh perwakilan dari Pemerintah daerah dan pusat, perwakilan tokoh adat, tokoh agama, toko perempuan dan seluruh mitra pembangunan secara luring di Hotel Vega, Kabupaten Sorong dan secara daring via zoom.

Ketua Harian Pokja Konservasi dan Masyarakat Hukum Adat (Pokja KK dan MHA) Kabupaten Tambrauw, Dr Sepus Marten Fatem, S.Hut., M.Sc, dalam laporannya menyampaikan bahwa pendandatanganan ini merupakan merupakan langkah nyata pemerintah dalam memberikan perlindungan dan mendukung masyarakat adat dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alamnya secara legal dan berkelanjutan. “Penetapan Tambrauw sebagai Kabupaten konservasi dan masyarakat adat menjadi momen sukses kami bersaudara bersatu hati untuk membangun Kabupaten Tambrauw” ungkap Sepus.

Pokja KK dan MHA dibentuk sebagai bagian dari upaya pemerintah Kabupaten Tambrauw, Masyarakat Adat bersama Mitra Pembangunan dalam rangka mendorong proses legalisasi pengembangan Kabupaten Tambrauw sebagai Kabupaten konservasi sekaligus upaya mengkonsolidasi kerja Mitra pembangunan yang melakukan berbagai fasilitasi dan konsultasi juga pendampingan hingga penetapan SK bupati ini. Apresiasi juga turut disampaikan kepada mitra pembangunan dari Samdhana Institute, Yayasan Epistema, WWF Tambrauw, Perkumpulan Aka Wuon, Lembaga Konversasi Internasional dan mitra pembangunan lainnya.

Sepus menambahkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan saat ini juga untuk menunjukkan kepada publik bahwa Kabupaten Tambrauw dapat diaktualisasikan dalam wujud dan nyata antara lain melalui upaya revisi tata ruang Kabupaten Tambrauw. Dokumen master plan pengembangan Kabupaten konservasi dan masyarakat adat juga sedang disusun untuk menjadi pijakan bagi bupati atau pimpinan berikutnya dalam melanjutkan ide gagasan dan kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya.

Diharapkan Kabupaten Tambrau dapat menjadi sebuah demplot percontohan yang kemudian ditularkan di daerah lain di Tanah Papua. Seluruh elemen masyarakat juga di harapkan untuk terus memberikan dukungan untuk marga-marga lain di Kabupaten Tambrauw dan secara bersama-sama memegang teguh bahwa hutan tanah dan manusia Papua merupakan simbol kehidupan orang asli Papua yang merupakan satu ruang hidup dan kesatuan perlu dijaga, bahwa tanah kita adalah hidup kita.  

Perwakilan dari Masyarakat Adat Marga Tafi, Eduardus Tafi menyampaikan kegembiraan nya, bahawa Marga Tafi Suku Miyah menjadi yang pertama di Kabupaten Tambrauw menerima surat keputusan Bupati tentang penetapan legal hak-hak dasar sebagai orang asli masyarakat adat pemilik ulayat di distrik Fef.  “Perjuangan kami melakukan musyawarah adat, melakukan pemetaan wilayah adat sampai mengajukan penetapan hak adat kami karena kami ingin memastikan bahwa pembangunan di distrik Fef sebagai ibukota Kabupaten Tambrauw dapat berjalan tanpa konflik serta pembangunan tersebut dapat berjalan beriring dengan upaya kami menjaga aset adat kami sebagai warisan kepada anak cucu semua”ujar Eduardus,

Eduardus menambahkan bahwa “Surat Penetapan Bupati ini bukan akhir dari upaya untuk terus melindungi menjaga dan mengelola wilayah adat kami. Kami juga merencanakan untuk mendaftarkan hak ulayat kami kepada instansi pemerintah yang berwenang serta mengajukan agar hutan adat diwilayah marga tafi dapat ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan sebagai hutan adat sesuai dengan regulasi yang berlaku” T.

Dalam sambutannya, Bupati Tambrauw sangat mengapresiasi dan mendukung pengakuan wilayah hukum adat Marga Tafi Suku Miyah tersebut. “Tentunya, pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat dan hutan adat Marga Tafi Suku Miyah dilaksanakan berdasarkan hukum adat, kearifan lokal, dan peraturan perundang-undangan, ” kata Bupati Tambrauw.

Keputusan Bupati tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat wilayah adat dan hutan adat Marga Tafi suku Miyah di Kabupaten Tambrauw dengan luas wilayah yang diakui sebagai wilayah hukum adat Marga Tafi Suku Miyah ialah 945,3 hektar, dengan penggunaan lahan tradisional sesuai klasifikasi tradisional yaitu Tiam (hutan yang dilindungi) seluas 759,42 hektar; Mbeir Rekah Ora (areal budidaya masyarakat) seluas 133,99 hektar dan Mbeir Huren (areal pemukiman) seluas 51,90 hektar.

Ketua adat Marga Tafi, Eduardus Tafi (kedua dari kiri) menunjukkan SK Bupati tentang Pengakuan Marga Tafi Suku Miyah. (SAMDHANA)

“Melalui kesempatan ini, kami juga berpesan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat wajib merecognisi wilayah adat Marga Tafi Suku Miyah ke dalam kebutuhan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tambrauw dan Provinsi Papua Barat,” jelasnya. Pada akhir sambutannya, Bupati Tambrauw berharap agar semua marga, suku dan komunitas yang ada di Tambrauw segera mengikuti jejak yang dilakukan oleh Marga Tafi. Bupati Tambrauw kemudian menutupsambutan nya dengan menyampaikan Satu slogan Kabupaten Tambrauw “Menjetu, Menjedik, Memben Suksno. Kami manusia sejati bersatu untuk membangun Kabupaten Tambrauw”

Gubernur Provinsi Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan yang diwakili oleh Kepala dinas Kehutanan Kehutanan Provinsi Papua Barat, Ir. F.H. Runaweri, MM, juga turut menyampaikan suka cita atas capaian yang di hasilkan oleh Kabupaten Tambrauw. Gubernur Papua Barat menyampaikan bahwa, pencapaian ini akan membantu kita semua untuk mewujudkan komitmen politik dan arahan program strategis keberpihakan kepada masyarakat hukum adat orang asli Papua.  Selain perdasus ditingkat provinsi, beberapa kabupaten juga memiliki Peraturan daerah tentang masyarakat hukum adat salah satunya adalah Kabupaten Tambrauw. “Regulasi-regulasi ini sedianya menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah untuk melangkah bekerja bersama para pihak untuk mendukung masyarakat adat kita meletakkan, menata, dan melegalisasi sampai mereka mengelola hak ulayatnya. “ Ujar Dominggus.

“Tujuan utama dari regulasi-regulasi ini yaitu untuk melindungi dan menjamin pemanfaatan hak ulayat untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat adat pemiliknya jadi hutan ini bukan kita jaga saja tapi terlebih daripada itu harus memberikan kesejahteraan untuk masyarakat yang menjaga hutan”. Ungkap Dominggus

Gubernur Papua Barat mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mari menjaga hutan mari menjaga lingkungan hidup, mari kita biru kan langit, kita hijaukan bumi, dan jangan kita tinggal kan air mata tetapi mari kita tinggalkan mata air yang jernih bersih untuk anak cucu kita, membangun dengan hati, mempersatukan dengan kasih menuju Papua Barat yang aman, maju, sejahtera dan bermartabat”.

Perwakilan dari pemerintah pusat juga turut hadir dalam moment bersejarah ini, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Dr Surya Tjandra SH, LL.M, juga turut hadir secara daring dalam kegiatan ini dan menyambut baik inisiasi Pemerintah Kabupaten Tambrauw. Surya Tjandra menyampaikan bahwa “elaborasi kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat adat sangatlah penting. konservasi bukan berarti masyarakat tidak boleh mengolah sumber daya alam. Konservasi harus diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat”. Perlu menggandeng berbagai pihak untuk ikut mendamping masyarakat menjadi kunci keberhasil program konservasi ini.

“Hari ini bisa menjadi titik awal kita mulai sama-sama memeriksa juga memprediksi apakah sistem  pengelolaan hutan maupun sistem pengelolaan agraria secara umum ini memang sudah bebas dari prinsip-prinsip yang bersifat colonial. Dengan kondisi kompleksitas masyarakat adat di dekat dan di dalam kawasan hutan itu harus kita pahami sungguh-sungguh untuk dapat membangun paradigma konservasi yang  mendukung masyarakat untuk meraih kesejahteraan dan tidak kaku” ungkap Surya Tjandra.

Sejarah baru telah diukir oleh Kabupaten Tambrauw, namun perjuangan masyarakat adat lain di Indonesia untuk mendapatkan hak dan legalitasnya masih panjang. Samdhana Institute bersama dengan mitra akan terus mendukung dan mendampingi masyarakat adat dan komunitas lokal untuk dapat terus menyuarakan hak dan aspirasi nya. Menumbuhkan nilai-nilai tradisi dan warisan leluhur kepada generasi muda, menyambungkan rasa tradisi untuk memulihkan adat istiadat, hutan dan lingkungan. #restorationecosystem #restorationgeneration #nurturinggeneration

Cerita Lainnya