Jalan Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tambrauw

Perempuan Adat di Kabupaten Tambrauw memanfaatkan potensi hutan untuk kebutuhan sehari-hari. (Photo courtesy of Kaoem Telapak)

Penantian panjang pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Tambrauw kini telah menemui jalannya. Baik secara formal maupun secara kultural yang telah berlaku turun temurun. Pemerintah daerah mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tambrauw yang terdiri dari suku, marga, dan sub-marga yang menjadi pemilik terhadap wilayah adat dan memiliki hak-hak tradisional lainnya sebagai Masyarakat Adat.

Pada bulan Oktober tahun 2018 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tambrauw telah menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) No 06 Tahun 2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. PERDA ini hadir untuk mewujudkan misi politik Bupati Tambrauw, Gabriel Assem, SE, M.Si tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw.

Keberadaan Masyarakat Adat di Kabupaten Tambrauw secara umum sudah diakui oleh Negara. Pengakuan ini bisa dilihat dari sejarah mereka yang panjang melampaui sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan sudah ada sebelum masa kolonial Belanda dan kerajaan dan kesultanan ada di kepulauan nusantara.

Di Kabupaten Tambrauw, keberadaan komunitas Masyarakat Adat ada dalam lima suku asli Tambrauw yakni Abun, Mpur, Miyah, Ireres, dan Moi dari sub Moi Kelim, serta satu komunitas adat asli Papua yaitu Suku Byak Bar atau Bikar yang diakui keberadaannya sebagai suku asli di Tambrauw.

Setiap suku ini, walaupun memiliki kesamaan satu sama lain tetapi dengan nyata juga memiliki keunikan masing-masing, baik dari aspek kelembagaan, pola kepemimpinan, tutur bahasa, maupun struktur sosial budaya lainnya.

Lahirnya PERDA No 06 Tahun 2018 menjadi perwujudan komitmen Pemerintah Kabupaten Tambrauw untuk memberikan ruang dan kesempatan terhadap pengakuan bagi hak-hak masyarakat adat dalam Visi-Misi Kabupaten Tambrauw, khususnya Misi ke-6 yakni “Menjaga Kelestarian Budaya dan Memperhatikan Hak-Hak Dasar Masyarakat Asli.”

Misi ke-6 ini membuktikan bahwa Pemerintah Kabupaten Tambrauw memiliki komitmen politik yang kuat terhadap masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw. Yakni dengan menghadirkan regulasi, kebijakan dan program yang memperkuat keberadaan dan hak tradisionalnya.

Selain itu, Kabupaten Tambrauw memiliki kawasan yang hampir 80 % merupakan kawasan konservasi. Wilayah dengan berbagai jenis potensi sumberdaya alam yang kaya.

Penerbitan dua peraturan daerah, yakni Perda Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Kabupaten Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi dan Perda Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tambrauw cukup menjadi dasar perlindungan dan penegasan hak-hak dan kearifan lokal masyarakat adat.

Kabupaten Tambrauw merupakan satu dari kabupaten di Provinsi Papua Barat yang hutannya 80-90 % kawasan hutan primer. Tanaman-tanaman unggulan Tambrauw yang banyak ditemukan di kampung-kampung diantaranya kelapa, pisang, kakao, singkong, kasbi, kacang tanah, rica, keladi, nanas serta mangga.

Ketersediaan bahan pangan menjadi latar belakang Masyarakat Adat di Kabupaten Tambrauw menjalankan kehidupan berbasis pada alam, yakni pertanian dan beternak. Masyarakat Papua pada umumnya dan masyarakat Tambrauw pada khususnya memiliki kemampuan memproduksi pangan yang menjadi warisan turun-temurun.