Tanah Adat di Papua Perlu Pengakuan

Penyerahan peta, data sosial dokumen perencanaan pengolaan wilayah adat di Kabupaten Jayawijaya disaksikan Wakil Menteri ATR/BPN. (Yunus Yumte)


Reforma Agraria  adalah kebijakan yang bertujuan untuk memberikan pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui penataan kembali asset dan akses kepemilikan dan pengelolaan tanah. Dalam penjabarannya, berbeda dengan wilayah lain di Indonesia, Papua memiliki ciri unik dan tantangan tersendiri dalam upaya reforma agraria dengan banyak nya wilayah adat yang memerlukan penanganan yang baik.

Begitu pun yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN), dengan intensitas komunikasi yang baik dengan masyarakat adat, memahami dengan betul tanah yang dipersepsikan tanah adat merupakan bentuk keseriusan pemerintah untuk dapat memastikan wilayah-wilayah  yang dikuasai Masyarakat Adat Papua.

Pesan itu secara mendalam di sampaikan oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam kunjungannya ke Kabupaten Jayawijaya pada Kamis 28 Januari 2020. Bertempat di Hotel Baliem Pilamo, Surya Tjandra menyampaikan“Masyararakat adat  memerlukan pengakuan tanah adat mereka dari pemerintah agar mendapat kepastian atas tanahnya. Ternyata di beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat ada peraturan daerah tentang pengakuan masyarakat adat yang isinya mengakui sukunya, marganya apa,” ujar Surya Tjandra.

“Kita harus dorong di Papua membuat perda seperti itu lalu ATR/BPN bisa masuk, dan yang perlu sekarang adalah dukungan kuat dari pemda, nanti kita tindak lanjuti di pusat,” tambahnya.

Perwakilan Bappeda Kabupaten Jayawijaya, Taufik mengatakan jika akan melakukan administrasi wilayah perlu melibatkan wilayah adat. “Di Papua contohnya Jayawijaya dengan Kabupaten Yalimo, kami mempunyai wilayah administrasi berbeda tetapi kami mempunyai hubungan keluarga. Dalam struktur budaya mereka ada hubungan kekerabatan dan pasti ada hubungan pemanfaatan wilayah adat,” katanya.

Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Papua, John Wicklif Aufa menuturkan bahwa mengakui hak ulayat merupakan suatu langkah untuk memecahkan masalah di Papua. “Kita harus menyelesaikan semua tanah di Papua tetapi kita menyelesaikan dulu tanah adatnya,” tuturnya.

Menanggapi bentuk keseriusan pemerintah pusat terhadap penanganan reforma agraria di Papua yang dituangkan dalam Instruksi Presiden no 9/2020, Samdhana Institute dengan komitmen nya untuk mendukung inisiatif ini melalui Masyarakat Adat  terus berkoordinasi dengan pemerintah baik di daerah maupun pusat. Samdhana Institute juga akan terus memberikan dukungan dan pendampingan kepada masyarakat adat di Papua dengan tujuan untuk dapat mengedepankan hak hak masyarakat adat untuk dapat memiliki kepastian, kendali dan tanggung jawab atas  wilayah dan kesejahteraan mereka.

Yunus Yumte dari The Samdhana Institute mengungkapkan untuk pelaksanaan pengakuan dan perlindungan hak ulayat diperlukan tindak lanjut. “Di beberapa Kabupaten di Papua dan Papua  Barat sudah beberapa kabupaten  mempunyai perda yang mengakui dan mendukung masyarakat dalam  pengelolaan wilayah adat dalam rencana pengelolaan yang disusun setiap wilayah adat,” pungkasnya

Perda tersebut membuka peluang terhadap masyarakat adat untuk dapat mengelola wilayah adat dengan memperkuat inistiatif lokal untuk dapat mengembangkan mata pencaharian dengan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.

Pada kesempatan yang sama, Wamen ATR/BPN bersama rombongan dalam kunjungan kerjanya bertemu dengan beberapa Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten di pegunungan tengah berkenaan dengan pendaftaran tanah adat di Wamena,  juga melakukan kunjungan ke Kampung Pikei  bertemu dengan perwakilan ketua adat dari 4 Konfederasi Masyarakat Adat di Lembah Baliem yaitu: Witawaya, Mlima Aluama, Musalfak dan Asolokobal. 4 wilayah adat ini merupakan bagian dari wilayah adat yang telah dipetakan oleh Yayasan Bina Adat Walesi (YBAW) dan telah memiliki dokumen perencanaan hak ulayat yang asistensi oleh Lembaga Pengkajian Sosial Komunitas (LSPK). Pak Laurens Lani direktur YBAW menyampaikan kepada Pak Wamen “kita telah memulai pekerjaan pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayawiya ini sejak tahun 1996. Dan sampai saat ini telah terpetakan 19 wilayah adat masyarakat di Suku Hubula. Tinggal 4 wilayah adat lagi yang belum.”. Di tempat pertemuan YBAW menunjukan peta-peta dari 19 wilayah adat yang telah merea petakan dan menceritakan detail tujuan dan proses pemetaan yang dilakukan. “Kami minta Perda untuk pengakuannya, dukungan untuk pemetaan lanjutan dan dukungan untuk kegiatan pemberdayaan” Sambung Pak Laurens. 

Di akhir kunjungan Wamen di Kampung Pikei, dilakukan penyerahan dokumen perencanaan pengelolaan wilayah adat dan peta wilayah adat dari 4 wilayah adat. Penyerahan dilakukan oleh Tinus Oagay, fasilitator LSPK Papua dan disaksikan oleh semua perwakilan ketua adat. Wamen mengapresiasi langkah maju yang telah dilakukan dan memberikan respon positif untuk kolaborasi antara Kanwil BPN Papua, Kantor Pertanahan Kab. Jayawijaya, PEMDA dan LSM Pendamping untuk melakukan pengukuran detail dan proses legalisasi hak ulayat mengikuti prosedur yang berlaku.

Sumber tulisan : https://www.g-news.id/tanah-adat-di-papua-perlu-pengakuan/

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours