Yuu Mare: Merajut Noken, Merajut Kehidupan.
“Cerita Dari Camping Pemuda Mare, Di Hari NOKEN Sedunia.”4 – 6 Desember 2020

Acara pembukaan camping Pemuda Mare – Merayakan Hari Noken Sedunia, tanggal 4 Desember 2020. (Victor Tawer)


Cerita oleh Yunus Yumte


Waktu menunjukan pukul 22.30 malam, sebuah mobil hilux double cabin memasuki Sanggar Klafun, Milik Ibu Frida Kelassi yang berlokasi di Tampa Garam, Kota Sorong. 4 orang Mama dari Suku Mare, Maybrat keluar dari mobil itu dengan senyum walaupun terilihat aura kelelahan di wajah mereka karena mereka baru saja melakukan perjalanan panjang selama 6 jam dari Kampung Suswa dan Kampung Kombif, Distrik Mare di Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat. Satu per satu barang diturunkan cepat. Tetapi tiba-tiba terdengar suara agak keras dari seorang mama “eehhh.. hati-hati ko turunkan barang itu…”. Ternyata itu peringatan dari Mama Mariane Bame kepada sang supir untuk berhati-hati menurunkan satu barang bawaannya. Barang itu ternyata adalah tumpukan kain rumput, kulit kayu dan bahan-bahan anyaman yang mereka siapkan untuk parade menganyam NOKEN di camping Pemuda Mare tanggal 4 – 6 Desember 2020. 

4 Mama-mama yang tiba lebih dulu malam ini adalah Mama Mariane Bame, Mama Veronika Baru, Mama Novita Semunya dan Mama Bertha Bame. Mereka adalah sedikit dari penganyam Noken (Yuu) khas Suku Mare, Maybrat yang tersisa. Yuu, Koba-koba, tombak, manik-manik adalah warisan budaya asli Suku Mare yang masih dipertahankan, namun sudah sedikit penenun yang bisa memproduksinya. Kedatangan mereka ke Sorong tak lain untuk mendukung kegiatan camping pemuda Mare yang dilakukan sebagai bagian dalam perayaan hari NOKEN sedunia di tanggal 4 Desember 2020. Kegiatan ini dirancang dengan tema “Huren Amah, Nari Bo Watum, Mgias Bo Anu”, dalam Bahasa Mare, Maybrat tema ini berarti  duduk bersama di rumah, dengarkan cerita dan nasehat, dan mendiskusikan tanggung jawab kita”. Kegiatan ini di rancang dan dilaksanakan oleh Ikatan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mare Se Sorong Raya (IPPMM SR) dan didukung oleh Samdhana Institute.

Malam pun semakin larut,  ruang depan Sanggar Klafun masih terdenga ramai suara mama-mama yang walaupun lelah namun masih bersemangat, bercerita tentang Yuu yang semakin sedikit peminat penganyamnya, danminimnya minat generasi muda untuk mempelajarinya.

Mama Bariana berharap panitia dapat mengalokasikan waktu lebih banyak lagi untuk mempersiapkan bahan-bahan untuk menganyam noken. ‘’Bahan noken ini sebenarnya banyak di hutan, harusnya kita bawa banyak untuk dianyam disini, tapi karena info agak mendadak jadi tong bawa yang sudah ada dirumah saja…. Butuh waktu yang cukup untuk menyiapkan bahan-bahan karena proses panen kulit kayu di hutan, dijemur sampai dengan penyiapan bahan siap anyam itu butuh waktu panjang. Jadi butuh kesabaran selama proses menganyam”.  Mungkin ini juga alasan kenapa anak muda sekarang tidak banyak yang mau menekukin anyam noken asli.

Noken memiliki ikatan sosial dan merupakan media translasi bahasa hati seorang perempuan Mare tentang indahnya alam, potret sosial di kampung dan hal-hal lain yang terbesit didalam kepala Mama-Mama penganyam NOKEN. Cerita-cerita tentang bagaimana NOKEN dan KOBA-KOBA menjadi bagian penting didalam kehidupan masyarakat adat Mare menjadi topik hangat pembakar kelelahan Mama-mama.  

Camping Pemuda Mare, Kolaborasi Multipihak“Kring…. Kringg…. kringg….” Suara panggilan masuk terdengar di handphone Jefri Nauw. Jefri adalah ketua panitia pelaksana dari kegiatan Camping Pemuda Mare ini. Nama “KAKA Beyum Baru” muncul dilayar di handphone-nya. ‘…Jefri Kam su dimana? Ini kenapa sanggar belum disiapkan?..” terdengar suara sedikit keras dari Beyum dibalik telepon. “Okay siap kaka, Kami sedang dalam perjalanan menuju sanggar” respon cepat Jefri. “ …. Cepat ya, bilang adik-adik mahasiswa yang lain untuk segera merapat ke Sanggar Klafun..” sambung Kaka Beyum sebelum menutup teleponnya.

Beyum adalah perempuan mare, senior sekaligus supervisor IPPMM-SR,dan fasilitator masyarakat untuk pengembangan sereh wangi di Kampung Kombif, Distrik Mare, Kabupaten Maybrat. Turut hadir dalam kegiatan Camping  Pemuda Mare ini adalah, Beyum bersama dengan Yunus Yumte dari Samdhana Institute, Viktor Tawer – Dinas Lingkungan Hidup Kab Tambrauw, Pastor Dr. Bernardus Baru – Direktur SKPKC-OSA dan Kaka Samuel Bless, Direktur Yayasan Oyo Papua adalah senior pengarah dari kegiatan ini. Kaka Samuel Bless saat ini juga berposisi sebagai Kepala Bidang Sosial Budaya di BAPPEDA Kabupaten Maybrat. Selamat HARI NOKEN PAPUA

Hari ini tanggal 4 Desember adalah adalah Hari NOKEN PAPUA. Hari ini juga adalah hari pertama Camping Pemuda Mare. Matahari mulai bersinar cerah pagi itu, Kaka Beyum dan Kaka Viktor Tawer sudah lebih dulu berada di Sanggar Klafun bersama mama-mama yang begitu bersemangat mengeluarkan kain rumput, tikar dan peralatan menenun yang dibawa dari kampung untuk dianyam di kegiatan ini. Satu per satu settingan tempat menenun, display noken sekalian jualan dan pengaturan lain dilakukan oleh mama-mama. Sejam berselang, panitia dan beberapa adik Mahasiswa tiba di Sanggar Klafun lalu bergegas mendirikan tenda, mengatur sound system, infokus dan kebutuhan logistik lain untuk pembukaan acara. Acara di-setting baik oleh panitia dengan skenario offline dan online via zoom. Spanduk yang telah dicetak segera dipasangkan, materi di print, lampu-lampu penerangan disiapkan dan semua urusan logistic dan konsumsi diatur. Semua team panitia yang berjumlah sekitar 16 orang bekerjasama dengan sangat aktif mempersiapkan acara ini dibawah supervisi Kaka Beyum.

Ayo kita cek satu per satu, jangan sampai ada yang terlewat” ajak Kaka Beyum dan Ketua Panitia. “Sekarang kita punya satu masalah ini, ada lagi 2 mama yang terlambat naik mobil kemarin dan mereka minta untuk segera menyusul” sambung Kaka Beyum. Kedua mama ini adalah Mama Ana Yekwam dan Mama Agustina Yewen, mereka berdua adalah bagian dari penenun Yuu mare yang tersisa. Sehingga kehadiran mereka sangat dibutuhkan. Walaupun panitia agak khawatir karena komunikasi yang tidak optimal dengan kedua Mama karena masalah akses komunikasi. Kedua mama ini berasal dari Kampung Kurasi Distrik Mare dan Kampung Seni, Distrik Mare Selatan Kabupaten Maybrat. Mereka juga harus menempuh jarak dan waktu tempuh yang sama untuk bisa ke Sorong. “….Tidak apa-apa, kita atur jangan sampai mereka kecewa atau marah-marah karena tidak diajak. Segera saja panitia mengatur costtransportnya..” arahan ketua Panitia.

Semua persiapan, koordinasi dan pengaturan dilakukan sampai jam 15.00. Pengaturan zoom meeting juga dilakukan dengan menggunakan account zoom Program Lifescape Samdhana Institute dan dihost oleh Yunus Yumte. “Mamade Beyum, saya akan share link zoom nanti via WA. Kita bisa juga distribusikan ke teman-teman jaringan, siapa tau ada dari mereka yang ingin terlibat” pesan Yunus via whatsapp message. ‘Okay siip” balas Beyum. Link zoom meeting pun disiapkan dan dibagikan tidak hanya ke keluarga Mare, pemuda mare, ikatan intelektual mare namun juga ke beberapa group whatsapp jejaring mitra yang terafiliasi dengan Samdhana Institute dan IPPMM-SR. Dengan harapan cerita tentang noken (Yuu) khas Suku Mare dengan nilai dan pesan sosial didalamnya dapat juga dikenal oleh publik yang lebih luas.

Yuu (Noken) Kantong Kehidupan Pukul  15.20 Pastor Dr. Bernardus Baru, OSA tiba dilokasi. Tidak lama berselang Kaka Samuel Asse Bless, S.S, M.Si tiba di lokasi. Keduanya sangat bersemangat dengan kegiatan ini. Mereka telah mempersiapkan materi dan cerita yang akan disampaikan. Keduanya merupakan penulis aktif tentang budaya, mitologi, fiksi dan sejarah dari Suku Mare, Maybrat. Beberapa tulisan mereka seperti: Bomna Habuah – Dongeng Tentang Hubungan Asmara Lelaki Mare dengan Perempuan Tambrauw, Cerita Rakyat – Tanah Papua, Bomnaa Suamabi, DIALOG-JAKARTA:Sebuah Pendekatan Basic Need, Interest And Position (dalam buku 100 Orang Indonesia Demi Dialog Papua, Interfidei). Serta buku “Orang Papua Di Persimpangan:  Peradaban, Konflik Dan Perjuangan Menegakan Martabatnya” adalah narasi-narasi penting dari budaya Mare yang mereka tulis tetapi belum banyak terpublish dan terdiseminasi ke publik. Bersama Beyum Baru, Viktor Tawer dan beberapa tokoh adat  Mare, Pak Pastor Bernard dan Kaka Sem (sapaan akrab Kaka Semuel Bless) aktif terlibat dalam diskusi-diskusi budaya dan transisi yang dialami sejauh ini oleh orang Papua dengan banyak menampilkan kasus-kasus dari masyarakat Adat Suku Maybrat. Noken (Yuu), koba-koba, kain kulit kayu dan beberapa asset adat yang dimanfaatkan oleh masyarakat selalu menjadi bagian dalam cerita-cerita mereka.

Tepat pukul 16.15 semua pemuda, narasumber dan mama-mama berkumpul. Pembukaan kegiatan pun dilakukan oleh Kaka Samuel Asse Bless. Dengan gaya dan tata bahasa khasnya Kaka Sem menyampaikan bahwa “Saya senang acara hari ini kita lakukan untuk menghormati Noken sebagai warisan budaya asli kita orang Mare…… Tetapi apakah kita sudah tau arti Yuu bagi Orang Mare?” Tanya kaka Sem kepada semua pemuda. Semua pemuda saling berpandangan dan senyum-senyum dengan harapan ada rekannya yang berinisiatif menjawab. Belum keluar jawaban dari para pemuda-pemudi, kaka Sem sudah melanjutkan “Filosofi Yuu (Noken) bagi orang Mare adalah sebuah kantong kehidupan. Karena Yuu merupakan tempat menyimpan makan, hasil kebun, hasil buruan, perlengkapan anak, uang hasil kerja keras, tempat duduk anak Ketika digendong dalam perjalanan jauh sampai dengan tempat menyimpan hal rahasia dari seorang perempuan”. Samuel juga menambahkan bahwa “Genggaman tangan mama (perempuan) Mare di kedua sisi tali Noken ketika mereka menggendongnya itu menggambarkan kekuatan peran perempuan dalam bertanggung jawab menjaga kehidupan keluarga. Jadi ketong (kita) semua harus bisa mencintai dan menghargai Yuu”.

Penghargaan Masyarakat Adat Mare terhadap Yuu sangat tinggi. Menganyam Yuu adalah proses menggambar, mewarnai dan menuliskan kehidupan – semua yang dilihat sehari-hari, alam yang dia kelola, gelombang dan warna yang ditampilkan dalam motif Noken merupakan gambaran kehidupan yang dilalui oleh seorang perempuan.

Acara ini mendapat respon positif dari penggiat NOKEN dan aktivis perempuan di Kota Sorong. Dimana pembukaan diikuti oleh Yohana Kemesrar-Dosen STIE Bukit Zaitun, Nova Sroyer dari KAPP, Jemima dari Yayasan Eco Nusa. Diskusi juga diikuti secara virtual oleh Asti Aikido – UNDP. Diskusi pembukaan berlangsung cukup panjang dan padat tanpa Lelah. Sampai tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 19.00. Peserta diminta istirahat.

Ahhhhhh tunggu dulu…. Ternyata diskusi hari pertama tidak selesai di Jam 19.00. Digiring oleh para aktivis perempuan yang hadir, lanjutan diskusi malam makin seru karena suara Mama-Mama penenun Noken yang lebih banyak keluar. Dalam diskusi ini, Mama Yulita Tawer sedikit curhat tentang pengalaman dia sebagai penenun noken “saya adalah generasi yang menganyam (noken) dengan benang. Jujur saya sudah coba tapi sa rasa susah sekali menganyam noken dengan bahan dari kulit kayu asli seperti Mama Mariane Bame buat ini.” Mama Yulita Tawer menunjuk noken buatan mama Mariane. “ Kalau tong anyam noken berbahan kulit kayu lebih susah karena butuh keahlian khusus. Mungkin karena bikin noken dari bahan asli susah ka apa, jadi tra banyak anak muda yang mau mencoba”. Tetapi mereka berharap ada anak muda yang bisa belajar untuk melanjutkan rajutan noken asli ini. Pertanyaan dan curhatan disampaikan juga oleh pemuda-pemudi yang hadir.

Diskusi hari itu ditutup tepat pukul 21.00 WIT.

…Bersambung ke Menenun Yuu, Menenun Budaya dan Tradisi

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours