Kepastian Tanah Adat merupakan Hak Asasi Manusia

Kegiatan pemetaan tanah adat oleh Masyarakat Adat bersama Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) Jayapura. (GTMA/Agus)

Memperingati Hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang jatuh pada 10 Desember 2020, Pemerintah Kabupaten Jayapura Papua bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM-RI), menggelar pertemuan bersama kepala-kepala adat dan para pihak pendukung Masyarakat Adat. Pertemuan yang berlangsung secara virtual ini dilakukan sebagai upaya untuk memperkuat sinergi dan meneguhkan perihal kepastian tanah adat yang merupakan salah satu bentuk perlindungan dan penghormatan terhadapHak Asasi Manusia. Secara khusus pemerintah Kabupaten Jayapura memberikan dukungan dan himbauan kepada kepala-kepala adat untuk tidak menjual tanah adatnya.

Komisioner Komnas HAM, Sandra Moniaga dalam sambutannya menyampaikan “bahwa hak asasi manusia adalah merupakan hak bagi setiap orang dan tidak dapat diganggu gugat bahkan sejak dalam kandungan sekalipun”. Hak itu diakui dalam konstitusi (UUD 1945), UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU No. 40 Tahun 2008), DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), dan sejumlah konvensi yang telah diratifikasi,” terang Sandra Moniaga via zoom meeting, Kamis (10/12/2020).

Sementara itu, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw menyampaikan informasi terkait terbitnya Inpres Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat (Inpres No. 9 Tahun 2020). Bupati mengatakan bahwa hal ini perlu ditindaklanjuti dengan proses pendataan keberadaan masyarakat adat dengan hak-haknya. Beberapa Langkah yang perlu dilakukan adalah pertama, kekuatan adat dan kelembagaannya harus berfungsi untuk menggerakan masa depan kita. Oleh karena itu, kampung adat harus diperkuat untuk memainkan perannya. Kedua, bagaimana ruang hidupnya atau wilayah adat itu harus dipastikan. Saat ini, Pemda Jayapura sudah ada Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA), sejak tahun 2018 sudah bekerja melakukan pendataan.

“Saya berharap ini perlu didukung oleh masyarakat (adat itu sendiri), dan batas-batas harus jelas. Sekarang harus ditulis melalui peta, kepastian kepemilikan itu penting, karena kita ini tuan tanah dan karena itu harus dipastikan kemudian melalui GTMA lalu didaftarkan ke BPN agar itu dicatat (sebagai hak komunal),” ungkap Bupati Mathius Awoitauw dalam pertemuan yang di diselenggarakan di aula kantor Bupati Jayapura. 

“Kepastian ini sangat menentukan, ketika pihak lain masuk sudah jelas datanya. Dengan adanya Inpres ini kita tidak boleh kehilangan apa yang kita miliki,” tegasnya. Menurutnya, kalau bisa kedepan jangan ada jual tanah lagi, kehilangan tanah akan kehilangan jati diri. Menjual tanah hanya mewariskan masalah besar terhadap anak cucu, mereka akan berkelahi dikemudian hari. Merujuk pada pengalaman masa lalu, ketika menjual tanah tidak pernah ada kesejahteraan, malah meninggalkan konflik terus menerus.

“Saya khawatir Inpres ini menggerakan banyak hal disekitar kita dan karena itu kepastian-kepastian (hak) ini perlu dibicarakan di kampung-kampung,” ujar Bupati.

Bupati Mathius Awoitauw saat ditemui media pada perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Jayapura tahun 2018. (SAMDHANA/Anggit Saranta)

Momentum 10 Desember 2020 sebagai Hari HAM Sedunia, diartikan untuk bicara hak-hak Masyarakat Adat. Akhir-akhir ini banyak urusan persoalan tanah dan pemalangan tanah berulang-ulang dengan orang yang berbeda-beda. Bupati Mathius berharap pengalaman-pengalaman ini jangan pernah terjadi lagi, karena kepastian hak itu harus di lindungi dan di hormati.

Terakhir, kalau bisa kedepan, jika diperlukan tanah bisa dikerjasamakan dengan pihak lain. Jika ada perusahaan mau masuk harus dibicarakan, bagi hasilnya seperti apa, tetapi tanahnya tidak boleh dijual buat kerjasama bisnis oleh Masyarakat Adat.

Lebih lanjut Bupati Jayapura menuturkan, kita bisa juga melakukan hal seperti itu di atas tanah kita, kerjasama apapun yang penting kita sepakati berapa lama, tetapi tanah tidak di jual. Itu lebih baik dan kita tidak akan pernah kehilangan tanah, hal-hal semacam itu kedepan kita akan diskusikan. Kita menyongsong masa depan dengan penuh pengharapan, anak cucu kita besok akan hidup bahagia.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama,  Zadrak Wamebu,S.H salah satu pendiri PtPMA, yang juga merupakan mantan Wakil Bupati  Kab. Jayapura tahun 20011-2016 menyampaikan bahwa ketika kita bicara hak asasi masyarakat adat, artinya kita bicara hak komunal, bukan hak individual. Kedepan yang perlu didaftarkan adalah hak komunal dan bukan hak individual.

“Tanah itu segalanya dan kalau kita putus hubungan dengan tanah, kita sama sekali tidak punya hak lagi, segalanya hilang,” ungkap Zadrak.

Sejalan dengan itu, Martua T. Sirait dari Samdhana Institute menyampaikan bahwa Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) menjadi  mesin untuk memajukan hak hak Masyarakat Adat atas tanah dan sumber daya alamnya, dimulai dari identifikasi dan pemetaan wilayah adat, pendaftaran  tanah adat dan pengakuan hutan adatnya sebagai bagian dari pengembangan jati diri. Inisatif ini perlu terus didukung dan sejalan dengan Instruksi Presiden No 9/2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan Papua. Kegiatan ini diikuti pula oleh Abdon Nababan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ,Kasmita Widodo dari badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), serta para penggiat  lainnya.

Artikel ditulis kembali dengan sumber : “Masyarakat Adat Dilarang Jual Tanah, Bupati Jayapura: Kehilangan Tanah, Sudah Pasti Kehilangan Jati Diri“, www.celebesta.com, Edisi 10 Desember 2020.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours