Komunitas Adat Rae Tafi, Suku Miyah di Fef Mengusulkan Permintaan Penetapan Legal Hak Ulayat-nya.

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra bersama komunitas Adat Tafii di Tambrauw. (SAMDHANA/Yunus Yumte)

Hari Rabu, tanggal 18 November 2020, bertempat di Kantor Bupati Tambrauw, Eduardus Tafi sebagai ketua Marga (Rae) Tafi menyampaikan usulan kepada Bupati Kabupaten Tambrauw untuk melakukan penetapan hak ulayat Rae (Marga) sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh PERDA Kabupaten Tambrauw No 06 Tahun 2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tambrauw. Usulan Rae Tafi diterima oleh Assisten 1 Sekda Kabupaten Tambrauw  mewakili Bupati. Eduardus mengatakan bahwa “Bersama Rae Tafi, ada 14 Marga (Rae) di Fef yang sudah melakukan musyawarah adat dan sedang dan akan melakukan pemetaan hak ulayat. Mohon pemerintah daerah dapat membantu masyarakat adat (Rae) ini”. Bersama dengan surat usulan ini, Ketua Marga Tafi juga memberikan hasil peta wilayah adat yang sudah disepakati, dokumen profil Rae Tafi, dokumen rencana pengelolaan hak ulayat Rae Tafi dan peta rencana pengelolaannya.

Penyerahan surat usulan ini disaksikan langsung oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Dr. Surya Tjandra yang sekaligus merupakan Koordinator Pelaksana Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Nasional. Dalam siaran pers-nya Wamen ATR/Waka BPN menyampaikan bahwa “Jadi kami sebagai Koordinator GTRA Pusat perlu belajar apa Reforma Agraria yang tepat untuk konteks Papua dan Papua Barat. Sementara yang kami temukan memang harus sangat memahami keberadaan pengakuan dan perlindungan buat masyarakat hukum adat yang ada disini”. Wamen ATR/Waka BPN menambahkan “Khusus Kabupaten Tambrauw, karena ada Perda-nya (Red: Perda PPMHA) jadi disini unik, Bupati dan Jajarannya juga komitment untuk ini. Tadi ada penyerahan penetapan peta marga, ini menarik karena harus disepakati dari anggotanya dalam hal batas, Riwayat, silsilah, tata batas dan sebagainya. Hal ini tidak mudah karena harus partisipatif. Bagi kami informasi itu penting, saya ingin tahu bagaimana prosesnya dan bisa atau tidak diterapkan di seluruh Indonesia”.

Soter Hae, fasilitator Aka Wuon didalam kesempatan yang sama juga melaporkan bahwa peta wilayah adat Marga Tafi yang disampaikan saat ini merupakan hasil dari proses panjang musyawarah adat sampai dengan pemetaan teknis. Pemetaan wilayah adat 14 Marga di Fef dilakukan oleh Aka Wuon selama periode 2016 – 2020 dengan dukungan dari Samdhana Institute. Kedepan, Marga (Rae) Tafi merencanakan untuk membawa peta wilayah adat, SK penetapan dan rencana pengelolaannya untuk didaftarkan di pemerintah provinsi dan diusulkan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Hutan Adat. Inisiasi di Marga Tafi diharapkan menjadi model dan contoh bagi marga-marga lain di Fef dan Tambrauw secara keseluruhan untuk segera memfasilitasi pemetaan wilayah adat, meminta legalisasi dan mempersiapkan legalitas pengelolaanya.

“ Hutan dan tanah adat menjadi satu kesatuan unit hak ulayat yang tidak dapat dipisahkan” Tegas Soter Hae perwakilan masyarakat Adat Marga Tafi. Pemetaan, penyelesaian sengketa hingga penyusunan rencana pengelolaan wilayah adat di Marga Tafi dilakukan karena mereka menyadari ruang adatnya yang kecil sekitar 958 ha harus dapat menghidupi keturunan Marga Tafi yang terus bertambah. Mengusulkan wilayahnya untuk ditetapkan sebagai hutan adat dipandang sebagai upaya untuk memproteksi wilayah adatnya dari tekanan pembangunan, ditambah lagi dengan lokasi-nya yang berada di pusat pemerintahan kabupaten Tambrauw.  

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Tambrauw menyaksikan penyerahan usulan penetapan Hak Ulayat oleh komunitas Adat Tafii kepada Bupati Tambrauw melalui Assisten Sekretaris Daerah, Rabu (18/11/2020). (SAMDHANA/Yunus Yumte)

Kunjungan Wamen ATR/Waka BPN ke Tambrauw  dilakukan sebagai upaya untuk proses belajar dan memahami tantangan dan permasalahan mengenai keberadaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Papua dan Papua Barat. Sebelumnya di tanggal 16 November bertempat di Hotel Aston Niu Manokwari Wamen berkesempatan untuk memfasilitasi Rapat Koordinasi Teknis GTRA Provinsi Papua Barat yang mana salah satu  rumusan pentingnya adalah penatusahaan hak ulayat sebagai focus reforma agrarian konteks Papua. Kunjungan ini juga merupakan bagian dari upaya Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, sesuai dengan Instruksi Presiden no 9 tahun 2020 “Jadi kerja-kerja ini harus melibatkan lintas sektor, tidak bisa dikerjakan BPN sendiri, dari tanahnya saja sudah dibagi dua antara hutan dan bukan hutan,” lanjut Wamen ATR/Waka BPN.

Selama di Papua dan Papua Barat, Wamen ATR/Waka BPN, akan melakukan kunjungan ke beberapa tempat yang memiliki keunikan dari masyarakat adat seperti di Kabupaten Tambraw. Selain itu Wamen ATR/Waka BPN di jadwalkan untuk berkunjung ke Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong hingga Kabupaten Raja Ampat yang di mana terdapat masyarakat adat di pesisir pantai. “Masyarakat adat juga tidak hanya yang di tanah tapi meliputi di pesisir laut. Nah, di Raja Ampat terdapat kegiatan yang dilaksanakan dengan kerja sama oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan”.

Terkait dengan kesejahteraan masyarakat adat, Wamen ATR/Waka BPN mengatakan dengan dibentuknya Direktorat Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan dan PPAT di Kementerian ATR/BPN, dapat membantu pemerintah daerah dalam mengeksekusi pelaksanaan perlindungan masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia.

Sumber: Press release Kementerian ATRBPN 19/11/2020 https://www.atrbpn.go.id/?menu=baca&kd=ND6LSekAIfx17uJAkaqkKFP0DBdpKZbvBn0ts18qXxJjQ24T0wc1Diykq7bxxVGY

Dan laporan Yunus (Yumte) Samdhana Institute  

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours