Warga beramai-ramai datang ke lokasi kenduri. (Rina Rahma)
Cerita oleh Rina Rahma
Pagi baru saja muncul di Mukim Lamteuba pada Kamis, 12 Maret 2020, ketika masyarakat berbondong-bondong melewati hamparan sawah menuju Bukit Teungku Lamcot.
Dinamai Bukit Teungku Lamcot karena di sana terdapat makam Syech Abdullah Samad atau Tgk. (Teungku) Lamcot, ulama awal di kampung itu.
Tak hanya warga biasa, para tokoh desa pun ikut, seperti ketua mukim, Keujruen Blang, petua adat, dan ketua desa.
Mereka menuju bukit yang rindang oleh berbagai jenis tumbuhan tersebut untuk menyelenggarakan perayaan kenduri menyambut musim panen tiba. Pesta adat itu disebut “Khanduri Blang” atau “Khanduri Makam Tgk. Lamcot”.
Mukim Lamteuba berada di Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh dan salah satu mukim dalam wilayah Sagoe XXII, mukim pada masa Kerajaan Aceh.
Udaranya dingin dan tanahnya subur, karena berada di kaki Gunung Seulawah. Daerah itu terkenal karena tanaman ganja.
Sebagai salah satu entitas masyarakat adat di Aceh, warga di Kemukiman Lamteuba masih memegang adat istiadat. Mereka menjalankan tradisi turun-temurun dalam pengelolaan sumber daya lahannya.
Masyarakat Lamteuba mempunyai berbagai bentuk kegiatan adat yang tetap di lestarikan secara turun-temurun. Salah satunya, ya “Khanduri Makam Tgk. Lamcot” yang diperingati setiap tahun ketika musim panen tiba.
Kenduri ini juga disebut “Khanduri Peusunteng Pade” yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur. Warga akan berdoa agar diberikan rezeki hasil panen melimpah, membangun kebersamaan, pelaksanaan adat istiadat, dan menjalin silaturahmi sesama petani.
Seluruh warga yang ada di mukim Lamteuba, baik laki-laki maupun perempuan antusias datang merayakan acara tersebut.
Khanduri tersebut biasanya dipimpin seorang ulama yang digelari Teungku. Ia bertugas membaca doa dan juga melakuan pemotongan kerbau.
Kerbau yang dipotong dibeli dari uang patungan warga. Warga juga bergotong-royong membawa peralatan memasak dan bahan makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan acara.
Kerbau yang dipilih pun bukan kerbau seperti biasanya, tetapi bewarna putih. Jika tak ada kerbau putih, maka akan diganti dengan kerbau hitam.
Bila ada keluarga yang tidak mampu ikut menyumbang membeli kerbau, mereka bisa membawa ayam kampung berwarna hitam sebagai gantinya untuk disembelih dan dimasak. Setelah semua persiapan dilakukan, maka pada saat acara kenduri akan berlangsung sangat khidmat.
“Masyarakat Lamteuba kaya akan berbagai bentuk adat istiadat dan mereka tidak pernah melupakan adat,” kata Anzib, warga Lamteuba yang berprofesi petani.
Berbagai tradisi, katanya, dilakukan warga di Mukim Lamteuba, baik tradisi yang berkaitan dengan alam maupun kehidupan sosial-budaya masyarakat. Tradisi yang berkaitan dengan alam seperti hutan, gunung, dan persawahan.
Nah, tradisi “Khanduri Blang” di makam Tgk. Lamcot berkaitan dengan persawahan karena diadakan saat memanen padi. Acara diadakan ketika padi telah bunting atau rhoh (berisi dan siap dipanen).
Tujuan diadakan kenduri untuk meminta keberkahan hasil panen kepada Allah Swt melalui salah seorang ulama atau Teungku yang pertama sekali tinggal di daerah Lamteuba dan diyakini memiliki keramat.
“Kenduri ini setiap tahun selalu kami laksanakan,” kata Halimah, warga Desa Pulo, mukim Lamteuba.
Pada hari kenduri diadakan biasanya anak-anak yang bersekolah diliburkan, bapak-bapak yang bekerja mencari nafkah rela untuk tidak bekerja. Semua orang menghentikan rutinitas untuk hadir ke Bukit Tuangku Lamcot. Baik orang dewasa maupun anak-anak, lelaki dan perempuan.
Mereka semua terlibat dalam acara. Mulai dari mempersiapkan bahan bahan makanan seperti membawa beras, memotong kerbau, mencari kayu bakar, memasak, dan menghidangkan. Kemudian setelah berdoa diadakan makan bersama.
Tujuan kenduri tersebut selain untuk meminta berkah hasil panen, juga untuk menolak bala dan meminta hujan untuk kesuburan tanah.
Kenduri diadakan setelah ulama mengeluarkan pendapat yang membolehkan melaksanakan sesuatu yang dapat memberikan manfaat.
Upacara tersebut dilakukan dalam tiga tahap, yakni kenduri pada saat akan turun ke sawah, kenduri pada saat batang padi sudah bulat menjelang bunting, dan kenduri pada saat akan mengeluarkan zakat.
“Khanduri Blang” hanya salah satu dari sejumlah upacara yang terdapat pada masyarakat Aceh Besar, terutama bagi para petani di pedesaan. (Rina Rahma)
Sumber : Jurnalis Travel
Tulisan ini hasil Pelatihan Jurnalisme Warga yang diadakan The Samdhana Institute dengan peserta pemuda komunitas adat se-Indonesia dengan trainer Syofiardi Bachyul Jb secara online pada 31 Agustus -21 September 2020. Rina Rahma adalah mahasiswa dan aktivis Yayasan Rumpun Bambu Indonesia di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh
+ There are no comments
Add yours