Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

Nurkilah dan Yusuf, petani dari Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim, mempraktikan mengukur curah hujan untuk menentukan waktu yang tepat untuk tanam. (NOKEN/Dony P Herwanto)


Cerita oleh Dony P Herwanto (NOKEN Connecting Community)


Kabupaten Batang harus kami tinggalkan. Kisah Bombat dan kelompok dampingannya sudah kami masukkan ke dalam Noken. Banyak sudah pengetahuan lokal yang akan kami bawa dan tukarkan di tempat lain. Perjalanan masih panjang.

Tujuan berikutnya: Desa Pekandangan Jaya, Jati Barang, Kabupaten Indramayu. Di sana, Tim NOKEN, Connecting Community akan menemui Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim (PPTPI) yang pada tahun 2012-2014 mendapatkan bantuan dari The Samdhana Institute.

262 kilo meter. Angka itu muncul pada layar gawai kami. Dengan infrastruktur jalan yang sudah dibangun Presiden Joko Widodo, Batang – Jati Barang akan memakan waktu sekira 3-4 jam. Kami tak berani membayangkan seandainya tidak ada jalan bebas hambatan itu. Terimakasih Bapak Presiden.

Di tengah perjalanan yang terik, Nurkilah, Ketua PPTPI menanyakan posisi kami. Ia ingin memastikan bahwa tamunya tidak akan salah alamat. Data awal tentang PPTPI sudah kami kantongi. Ketakjuban akan semangat menjaga “warisan” seorang profesor dari Belanda membuat Tim NOKEN tak sabar mendengarkan kisahnya, langsung dari murid-muridnya.

Perjalanan menuju Desa Pekandangan Jaya disusun dari pohon mangga yang ditanam di tepian jalan. Tersusun rapih. Seperti memang disengaja ditanam untuk menguatkan ikon daerah bahwa Indramayu adalah daerah penghasil buah mangga yang manisnya sampai ke hati. He..he..he.

Di teras rumah yang menghadap selatan, Nurkilah dan Yusuf, sekretaris PPTPI, sudah menunggu kami. Ini pertemuan kali pertama kami dengan dua murid mendiang Profesor Kess Stegter yang sampai hari ini masih melanjutkan apa yang pernah diajarkan Prof Kess; mengukur curah hujan untuk menentukan waktu yang tepat untuk tanam.

“Awalnya kami tidak tahu untuk apa mengukur curah hujan. Baru setelah lima atau enam tahun, kami tahu manfaatnya,” kata Nurkilah.

Nurkilah dan Yusuf masih ingat betul dengan The Samdhana yang saat itu memberikan bantuan berupa alat pengukur curah hujan dan membiayai sejumlah pertemuan dengan pihak-pihak yang berkompeten serta jaringan.

Tak ada kepura-puraan yang terpacar dari wajah Nurkilah dan Yusuf saat mengisahkan peran The Samdhana Institute dalam perjalanan PPTPI melanjutkan amanah yang ditinggalkan Prof Kess.

Sore yang santun di Desa Pekandangan Jaya. Kami mengeluarkan beberapa hasil bumi dari dalam Noken. Kami memberikan kopi dan teh dari Kabupaten Batang. Kisah perjalanan dan perjuangan PPTPI menjaga warisan ditukar dengan hasil bumi yang kami bawa. Impas.

Sekira 3 jam kami MENOKEN di teras rumah Nurkilah. Sebelum beranjak malam, Nurkilah dan Yusuf mengajak kami menuju sawah yang tidak jauh dari rumahnya. Mereka ingin menunjukkan kepada kami apa yang sudah diberikan The Samdhana Institute. Sebuah alat pengukur curah hujan.

“Kami adalah satu-satunya kelompok petani di dunia yang menggunakan pengukuran curah hujan sebagai acuan pola tanam,” kata Yusuf, petani yang memiliki teknik Tanam Benih Langsung atau Tabela itu.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours