Harapan dari Sekolah Lapang Reforestasi Garut

Tatang Sonjaya tengah memeriksa bibit kopi di lahan perkebunan sosial di Gunung Guntur, Garut. (NOKEN/Dony P Herwanto)


Cerita oleh Dony P Herwanto (NOKEN Connecting Community)


Kami duduk menghadap kolam ikan di sebuah bangunan yang difungsikan sebagai penginapan, saat Deden Rizal Pahlevi, Manajer Klasik Bean, Garut menyapa kami. Garut sendiri, menjadi titik “Menoken” keempat setelah Kulon Progo, Batang, dan Indramayu.

Di sini, Tim NOKEN, Connecting Community ingin menggali lebih jauh terkait konsep Sekolah Lapang Reforestasi yang digagas Paguyuban Sunda Hejo. Kisah berharga ini, ingin kami masukkan ke dalam Noken yang kemudian akan kami bagikan ke sejumlah komunitas yang kelak akan kami temui.

Selain Deden, ada Siti Maryam, dari Yayasan Tanah Air Semesta yang juga ikut menemani proses “Menoken” kami. Obrolan kian cair ketika Kopi Nyonya atau kopi susu ada di hadapan kami. “Ini bijinya dari anggota kami,” kata Siti Maryam.

Siti Maryam, alumni Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto yang kini memilih kembali ke kampung halaman mengisahkan inisiasi sekolah lapang reforestasi.

Tahun 2016, Paguyuban Sunda Hejo mulai melakukan penanaman kembali pohon-pohon endemic di lahan kritis di Garut dan di Bandung. Sejak 2016 sampai 2018, Paguyuban Sunda Hejo sudah berhasil menanam 100.000 lebih pohon.

Tahun 2019 sampai 2021, rencananya, akan menanam 50.000 pohon. “Salah satu pembeli kopi Klasik Beans memberikan dana untuk mengembalikan fungsi hutan. Karena mereka merasa kopi yang dari kami cukup menarik karakternya. Jadi mereka ingin membantu,” kata Siti Maryam.

Kami tuangkan lagi Kopi Nyonya ke dalam cangkir kami yang tandas.

Sekolah Lapang, kata Siti Maryam, diniatkan untuk regenerasi petani di Garut. “Rata-rata usia petani kami di atas 50 tahun,”. Kami menyimak dengan takzim, sambil membayangkan; jika Sekolah Lapang Reforestasi ini berhasil, maka generasi emas petani di garut hari ini bisa duduk manis di teras rumah sambil minum kopi.

Untuk anak-anak atau peserta didik, akan diberikan lahan garapan minimal 1 hektare untuk satu kelompok. Tanggung jawab pengelolaan dan perawatan sudah menjadi milik anak didik. Makin takjub kami. Noken kami makin terisi dengan gerakan-gerakan inspiratif.

“Anak-anak didik kami bisa menjadi agen lokal untuk gerakan reforestasi,” harap Siti Maryam, yang diamini Deden Rizal Pahlevi. “Sekolah Lapang Reforestasi angkatan pertama dibiayai dari 30 persen hasil keuntungan Koperasi Klasik Beans,” kata Deden.

Paguyuban Sunda Hejo seperti sudah selesai dengan urusan duniawi. Terlebih, hampir sebagian besar kegiatannya bertujuan untuk mengembalikan fungsi hutan serta mendampingi petani untuk mendapatkan sertifikat pengelolaan perhutanan social.

Sekolah lapang itu tadinya memang ada kegiatan bersama anak-anak petani di sekitar sini. Sama anak-anak pekerja di sini. Kita setiap seminggu sekali itu mengadakan kopi kids, anak-anak dibiasakan bercocok tanam. Kegiatan kopi kids dari tahun 2015.

Sebelum malam, Deden menawari kami untuk membangun tenda di lereng Gunung Guntur, di mana di sana, ada satu kelompok petani kopi, anggota Paguyuban Sunda Hejo yang mengelola lahan kritis di sana.

Gayung itu kami sambut dengan antusias yang tak tergambarkan. Setelah memilih bawaan apa saja yang harus diangkut, Deden mempersilahkan kami, Tim NOKEN untuk masuk ke dalam mobilnya. Kami hanya membawa dua tenda, tiga kursi lipat dan keperluan komunikasi secukupnya.

Setelah sekira 20 menit, kami sampai di pinggir jalan menuju Kota Garut. Deden menghubungi Tatang Sonjaya, petani kopi yang memilih menanami lahan kritis akibat kebakaran hebat di Gunung Guntur. Melihat tanda-tanda tak ada yang menjemput, Deden memutuskan mengantar kami ke – kami menyebutnya pos satu – untuk menunggu Tatang Sonjaya.

Setelah mendaki sekira 15 menit, akhirnya Tatang Sonjaya datang seorang diri. Dia rela turun gunung hanya untuk menjemput kami yang masih ngos-ngosan.

Hari itu, Noken kami terisi oleh kisah-kisah inspiratif tentang perjalanan Paguyuban Sunda Hejo membangun model bisnis dan kegiatan sosial dengan proporsional. Dalam satu bendera, di sini ada Paguyuban Sunda Hejo, sebuah perkumpulan yang bergerak untuk promosi reforestasi, cagar pangan dan budaya. Ada Yayasan Tanah Air Semesta, ini mengurus dan mengelola dana hibah dari pihak kedua. Serta ada Koperasi Klasik Beans yang memang berfokus pada perdagangan kopi.

Nantinya, kisah-kisah ini akan kami bagikan saat di Kasepuhan Karang, Desa Jagaraksa, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Banten.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours