Bupati Sigi Tetapkan Tiga Komunitas Adat

Suasana Dusun Tuwo, Desa Pili Makujawa, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi. (Arman Seli)


Artikel oleh Malik


Perjuangan panjang Masyarakat Adat di Kabupaten Sigi untuk mendapatkan pengakuan mulai menemukan titik cerah, seiring dengan keluarnya penetapan tiga komunitas Adat di Kabupaten Sigi oleh Bupati Sigi. Pengakuan tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati Sigi Nomor 189-365 Tahun 2020 untuk Wilayah Adat To Kulawi di Desa Lonca seluas 7158,65 hektar. Keputusan Bupati Sigi Nomor 189-366 Tahun 2020 untuk Wilayah adat To Kulawi Moma di Desa Mataue seluas 1903,28 hektar dan Keputusan Bupati Sigi Nomor 189-367 Tahun 2020 untuk Wilayah adat To Kulawi Moma di Desa Tangkulowi seluas 7258,65 hektar.

Sebelumnya, pada 29 April 2019 lalu, Kabupaten Sigi telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai salah satu Kabupaten yang wilayahnya masuk dalam Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I.

Secara keseluruhan hutan adat yang telah ditetapkan dan wilayah indikatif hutan adat Fase I berdasarkan fungsi seluas 60,107.05 hektar terdiri atas Areal Penggunaan Lain seluas 2,435.52 hektar, konservasi seluas 54,759.64 hektar, lindung 2,022.86 hektar, dan fungsi produksi seluas 889.03 hektar.

Tanggal 21 September 2020 lalu itu menjadi hari bersejarah bagi To (orang) Kulawi di Kabupaten Sigi. Masyarakat Adat yang tinggal di Desa Lonca, Desa Mataue, dan Desa Tangkulowi, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi itu pantas untuk berbahagia. Bupati Sigi Irwan Lapata secara formal telah megakui dan melindungi hak-hak To Kulawi sebagai Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adatnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pengakuan hak dan wilayah adat ini merupakan terusan dari perjuangan panjang sebelumnya oleh To Kulawi Uma di Desa Lonca. Komunitas Adat di Lonca ini merupakan dampingan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Tengah yang salah satu kegiatannya didukung oleh DGM-I (Dedicated Grant Mechanism Indonesia).  Sebuah proyek hibah untuk peningkatan kapasitas Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di Indonesia yang dikelola Samdhana Institute.    

To Kulawi Uma di Lonca

Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat To Kulawi di Lonca berdasarkan Keputusan Bupati Sigi Nomor 189-365 Tahun 2020. Wilayah Adat To Kulawi di Lonca seluas 7158,65 hektar dengan batas wilayah sebelah utara dengan Desa Tangkulowi, sebelah selatan dengan Desa Winatu, sebelah timur dengan Desa Boladangko, dan sebelah barat dengan Desa Banggaiba, Kecamatan Kulawi.

Wilayah adat To Kulawi Uma di Lonca memiliki penggunaan lahan secara adat, yaitu Wana Ngkiki (hutan rimba) seluas 2391,02 hektar, Wana (hutan rimba) seluas 1487,69 hektar, Pandulu (bekas kebun yang ditinggalkan oleh masyarakat ± 25 tahun) seluas 1410,65 hektar, Balingkea (bekas kebun yang ditinggalkan oleh masyarakat ± 15 tahun) seluas 1539,16 hektar, Pampa (kebun yang diolah secara terus menerus) seluas 1172,21 hektar, Lida (persawahan) seluas 433 hektar, dan Pongata (pemukiman/perkampungan) seluas 8,05 hektar. Dari total luas wilayah adat tersebut, 1065,82 hektar merupakan hutan adat. 

Peta wilayah adat To Kulawi Uma di Lonca menjadi dasar untuk mencantumkan wilayah adat ke dalam perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sigi dan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.

Peta wilayah adat To Kulawi di Lonca, Kecamatan Kulawi.
Sumber: Lampiran I, SK Bupati Sigi Nomor 189-365 Tahun 2020.

To Kulawi Moma di Mataue

Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat To Kulawi Moma di Mataue berdasarkan Keputusan Bupati Sigi Nomor 189-366 Tahun 2020. Wilayah adat To Kulawi Moma di Mataue seluas 1903,28 hektar dengan batas wilayah sebelah utara dengan Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi dan Ngata Nto Lindu, Kecamatan Lindu, sebelah selatan dengan Desa Sungku dan Ngata Toro, Kecamatan Kulawi, sebelah timur dengan Desa Kaduwaa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, dan sebelah barat dengan Desa Sungku dan Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi.

Wilayah adat To Kulawi Moma di Mataue memiliki penggunaan tanah adat , yaitu Wana (hutan rimba) seluas 514,06 hektar, Taolo (daerah kemiringan) seluas 315,59 hektar, Oma Ntua (hutan bekas garapan yang ditinggalkan 15-25 tahun) seluas 318,81 hektar, Oma Ngura (hutan bekas garapan yang ditinggalkan 5-15 tahun) seluas 254,78 hektar, Pangale (hutan muda) seluas 30,18 hektar, Popampa (perkebunan masyarakat yang secara terus-menerus diolah) seluas 258,41 hektar, Lida (Persawahan) seluas 5,53 hektar, dan Pongata (Pemukiman/Perkampungan) seluas 3,81 hektar. Dari total luas wilayah adat tersebut, 981,51 hektar merupakan hutan adat.

Peta wilayah adat To Kulawi Moma di Mataue menjadi menjadi dasar untuk mencantumkan wilayah adat ke dalam perubahan RTRW Kabupaten Sigi dan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.

Peta wilayah adat To Kulawi Moma di Mataue, Kecamatan Kulawi.
Sumber: Lampiran I, SK Bupati Sigi Nomor 189-366 Tahun 2020.

To Kulawi Moma di Tangkulowi

Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat To Kulawi Moma di Tangkulowi berdasarkan Keputusan Bupati Sigi Nomor 189-367 Tahun 2020. Wilayah adat To Kulawi Moma di Tangkulowi seluas 7258,27 hektar dengan batas sebelah utara dengan Desa Salua, dan Desa Namo, Kecamatan Kulawi, sebelah selatan dengan Desa Boladangko dan Desa Lonca, sebelah timur Desa Bolapapu, dan sebelah barat dengan wilayah adat To Kulawi di Desa Banggaiba dan To Kulawi di Desa Rantewulu, Kecamatan Kulawi.

Wilayah Adat To Kulawi Moma di Tangkulowi memiliki penggunaan tanah adat, yaitu Wana Ngkiri (hutan rimba) 1226,81 hektar, Wana (hutan rimba) seluas 1224,81 hektar, Panulu  seluas 1403,90 hektar, Balingkea seluas 2877,64 hektar, Pampa seluas 497,32 hektar, dan Pongata (Pemukiman/Perkampungan) seluas 3,81 hektar. Dari total luas wilayah adat tersebut, 3231,80 hektar merupakan hutan adat.

Sama halnya dengan To Kulawi Uma di Lonca, To Kulawi Moma di Mataue, Peta wilayah adat To Kulawi Moma di Tangkulowi menjadi dasar untuk mencantumkan wilayah adat ke dalam perubahan RTRW Kabupaten Sigi dan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.

Peta wilayah adat To Kulawi Moma di Tangkulowi, Kecamatan Kulawi
Sumber: Lampiran I, SK Bupati Sigi Nomor 189-367 Tahun 2020.

To Kulawi Uma di Lonca, To Kulawi Moma di Mataue, dan To Kulawi Moma di Tangkulowi dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat dan hutan adat dilaksanakan berdasarkan hukum adat, kearifan lokal, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian SK Bupati Sigi Nomor 189-365 Tahun 2020, SK Bupati Sigi Nomor 189-366 Tahun 2020, dan SK Bupati Sigi Nomor 189-367 Tahun 2020 mengakui keberadaan peradilan adat yang diselenggarakan oleh lembaga adat dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di wilayah adat Masyarakat Hukum Adat, baik yang berhubungan dengan kehidupan sosial maupun yang berkaitan dengan sumber daya alam dengan mengutamakan prinsip penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), keadilan sosial, kesetaraan gender, dan kelestarian lingkungan hidup.

Wilayah adat yang akan dijadikan hutan adat, penetapannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara pengelolaan dan pemanfaatan wilayah adat oleh orang-perseorangan sesuai dengan hukum adat dan peraturan perundang-undangan, sebelum ditetapkan Keputusan Bupati ini dinyatakan tetap berlaku.

Tata Kelola Wilayah Adat

Tata kelola wilayah adat To Kulawi Uma di Lonca, To Kulawi Moma di Mataue, dan To Kulawi Moma di Tangkulowi memiliki ciri dan karakter masing-masing, walaupun secara administrasi terdapat dalam satu kecamatan. Ciri dan karakter itu dapat dilihat dalam penyebutan struktur ruang dalam pengelolaan lahan tradisional berdasarkan fungsinya, seperti To Kulawi Uma di Lonca dalam tata kelola wilayah adatnya, Wana Ngkiki, Wana, Balingkea, Pandulu, Pampa, Lida dan Pongata.

Kemudian To Kulawi Moma di Mataue dengan tata kelola wilayah adatnya, yaitu Wana Ngkiki, Wana, Pahawa Pongko, Pangale, Oma, Pampa, Polidaa dan Pongata. To Kulawi Moma di Tangkulowi dalam penggunaan lahan tradisional, yaitu Wana Ngiri, Wana, Panulu, Balingkea, Pampa, dan Pongata. Ketiga komunitas adat itu memiliki kesamaan dan perbedaan walaupun disebut To Kulawi.  

Tulisan ini diolah dari SK Bupati Sigi Nomor 189-365 Tahun 2020, SK Bupati Sigi Nomor 189-366 Tahun 2020, dan SK Bupati Sigi Nomor 189-367 Tahun 2020, oleh Malik, Policy Support Samdhana Institute

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours