Narto Hayon saat membagikan hand sanitizer kepada pedagang Pasar Alok di Kelurahan Madawat, Kecamatan Alok. (PAPHA)
Cerita oleh Anggit Saranta*
Siang itu, warna langit di Maumere, ibukota Kabupaten Sikka sedang cerah sebagaimana biasa pada triwulan pertama tiap tahunnya. Suasana yang sama dengan kehidupan sosial-ekonomi warganya. Berusaha tetap berdenyut meski bayang-bayang dampak COVID-19 semakin nyata didepan mata.
Hingga 24 Maret 2020 lalu, dilaporkan 1.811 jiwa masuk kategori karantina mandiri demi memutus rantai penyebaran COVID-19. Angka ini terus meningkat seiring semakin bertambahnya daftar orang dalam pemantauan (ODP) yang ditetapkan pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sabtu, 28 Maret 2020, ditengah terik dan diantara keramaian pasar, Narto Hayon bersama koleganya terlihat sekuat tenaga menjaga jarak sembari membagikan hand sanitizer kepada pedagang Pasar Alok di Kelurahan Madawat, Kecamatan Alok.
Tak hanya membagikan, direktur Perkumpulan Aktivis Perlindungan Hak Anak (PAPHA) itu juga memberikan sosialisasi dan edukasi pencegahan COVID-19 kepada pedagang dan pengunjung pasar lainnya. Memberikan pemahaman pentingnya melindungi diri dan menjaga jarak.
Sejak pandemi COVID-19 merebak PAPHA telah terlibat aktif dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Dalam aksinya Narto mendistribusikan 50 botol hand sanitizer dari Samdhana Institute yang diproduksi oleh komunitas Omah Markonah Bogor dan 75 lembar masker hasil swadaya lembaganya, demi mengurangi resiko penyebaran pada kelompok rentan.
“Para penerima bantuan hand sanitizer dan masker ini adalah para pedagang di dua pasar yang adalah salah satu kelompok paling rentan tertular covid-19,” jelas Narto, saat menjelaskan kegiatannya.
Selain di Pasar Alok, pembagian hand sanitizer, masker dan edukasi juga dilakukan di Pasar Senja, Kelurahan Wairotang, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.
Bagi sebagian besar masyarakat Sikka Covid-19 merupakan hal baru dan asing. Upaya taktis pencegahan dengan mencuci tangan dan mengenakan masker bukanlah kebiasaan masyarakat Sikka. Perlu penyadaran yang kuat dan terus menerus kepada masyarakat.
Hal yang tidak mudah, pastinya masyarakat membutuhkan waktu lebih lama untuk mengadopsinya.
Narto dan rekan-rekannya di PAPHA lantas menggunakan stategi edukasi secara verbal dan himbauan tertulis lainnya. Keduanya dilakukan dengan konten lokal, pemaparan dalam bahasa lokal sebagaimana tertulis dalam banner : “INA, AMA, WUE, WARI, KERA PUU, LU’UR DOLOR. LOPA HULIR RASI LIMAN, NORA PAKAI MASKER”, yang dalam bahasa setempat artinya “mama, bapak, kakak, adik, saudara dan kerabat. Jangan lupa cuci tangan dan pakai masker”.
“Kami gunakan bahasa daerah dengan harapan masyarakat tidak merasa asing dan lebih mudah menerima kebiasaan cuci tangan dan pakai masker. Sama halnya ketika kita bertemu orang asing tapi ketika orang itu bisa bertutur menggunakan bahasa lokal kita, maka kita akan jauh lebih cepat akrab dan menerima orang asing tersebut,” jelas Narto lebih lanjut.
Edukasi yang dilakukan baik melalui sosialisasi verbal maupun tulisan menjadi langkah nyata PAPHA membantu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga untuk melindungi diri demi memutus rantai penyebaran COVID-19 di Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Semoga sebentar lagi wabah COVID-19 berlallu, dan kita memasuki babak baru dalam kehidupan sehari hari dengan ke normalan baru, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak dan kebersihan, serta memelihara kesehatan tubuh.
Ditulis berdasarkan penuturan Narto Hayon kepada Nurul Hidayah dari Samdhana.
+ There are no comments
Add yours