Lokakarya ke-4 Basis Data Spasial Peta-Peta Partisipatif Masyarakat Hukum Adat di Papua Barat

Kegiatan fasilitasi Lokakarya IV Basis Data Spasial Peta-Peta Partispatif Wilayah Adat di Papua Barat, 15-16 Januari di Manokwari. (SAMDHANA/Yunus)

Mengisi parcel yang masih ‘Bolong’ dalam membangun basis Data Spasial Peta-Peta Partisipatif Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua Barat.

Cerita oleh Yunus Yumte

“Sampai akhir Tahun 2019 telah terkompilasi 69 peta partisipatif milik masyarakat yang dikontirbusi oleh 15 lembaga. Namun belum semua data memenuhi kelengkapan informasi attribute yang dibutuhkan.”

Piet Wamaer mewakili team data melaporkan capaian kerja 8 bulan sejak adanya kesepakatan kerjasama membangun basis data. Laporan oleh Piet ini disambut positif dan mendapatkan appresiasi dari semua peserta yang hadir dalam lokakarya ke-4 tentang basis data spasial peta-peta partisipatif di wilayah budaya Domberai, Bomberai dan Saireri di Provinsi Papua Barat. Tantangan teknis dan komunikasi yang dihadapi serta gaps data yang sampaikan Piet kemudian menjadi titik pijak, kenapa diskusi pada 15 – 16 Januari lalu di Hotel Triton Manokwari ini dilakukan.

Hampir satu setengah tahun inisiasi membangun basis data spasial peta-peta partisipatif di Papua Barat berjalan sejak lokakarya pertama pada bulan Agustus 2018. Lalu berlanjut pada tanggal 30 April 2019 yang menjadi titik penting, dimana 15 lembaga CSO/NGO dan perwakilan Lembaga Adat selaku fasilitator pemetaan partisipatif di Papua Barat secara terbuka menandatangani nota kesepahaman untuk membangun basis data spasial peta-peta partisipatif masyarakat hukum adat di Papua Barat.

Inisiasi ini dibangun dengan semangat menyediakan data-data peta-peta partisipatif yang lengkap untuk mendukung advokasi kebijakan terkait ruang hidup dan perlindungan hak masyarakat adat. Pada kesepakatan ini juga menunjuk dan mempercayakan 6 orang team data yang berasal dari 6 lembaga fasilitator pemetaan partisipatif untuk bekerja dibawah supervisi Foker LSM Papua, UPT Geospasial Universitas Papua (UNIPA) dan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) yang mengkompilasi dan mereview data-data peta partisipatif dari semua Lembaga yang berkontribusi.

Kebijakan penataan ruang, regulasi tentang perlindungan dan pengakuan Masyarakat Adat mulai dari Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) sampai Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat adat adalah beberapa fokus kesempatan yang ditetapkan sebagai target, bagaimana data-data peta-peta partisipatif ini harus digunakan sebagai basis data advokasi.

Capaian penting patut diapresiasi; 69 peta-peta partipatif dengan total luasan mencapai 3,5 juta ha telah terkompilasi dan beberapa peta diantaranya telah juga diserahkan kepada pemerintah Provinsi Papua Barat untuk diintegrasikan kedalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Namun disadari bahwa masih banyak ‘bolong-bolong’ yang perlu ditambal dalam mewujudkan operasionalisasi basis data yang diharapkan.

Hal inilah yang kemudian mendorong lokakarya ke-4 basis data spasial peta-peta partisipatif di Papua Barat dilaksanakan. Secara alur lokakarya ini difokuskan untuk mendiskusikan 3 hal yaitu (1) penyepakatan host data dengan kelengkapan teknis dan layanan yang harus dibangun untuk menjadi rumah bersama pengelolaan data, (2) mengidentifikasi kebutuhan infratruktur dan penyiapan sumber daya manusia dalam manajemen data dan (3) mendaftarkan agenda penting advokasi kebijakan yang harus dikawal dengan kekuatan data-data peta-peta partisipatif yang telah dikumpulkan, serta kerja-kerja lanjutan yang harus dilakukan untuk merapikan gaps teknis data yang tersedia. Sekitar 16 organisasi terlibat dalam lokakarya ini.

5 point rumusan telah disepakati dari lokakarya ini sebagai pijakan maju kerja kolobarasi ini. Diantaranya semua perwakilan lembaga yang hadir sepakat untuk mempercayakan MNUKWAR PAPUA sebagai ruang bersama dalam koordinasi dan pengelolaan basis data spasial peta-peta partisipatif. Pertemuan ini juga telah berhasil merumuskan agenda kerja prioritas yang harus dibereskan mulai dari kerja-kerja penyiapan peta, pengelolaan peta dan analysis untuk memastikan tujuan bersama membangun basis data peta-peta partisipatif ini tercapai. Direktur Mnukwar Papua, Sena Adji Bagus Handoko mengingatkan kepada semua peserta untuk tidak main-main dengan kesepakatan yang dibangun. Berita acara dan kesepakatan sedianya menjadi pengikat komitmen bersama untuk membangun layanan kolaborasi yang kita pikirkan. Dukungan optimal dengan sumber daya pendukung yang cukup harus bisa disediakan.

Dalam hubugannnya dengan penggunaan dan pemanfaatan peta, Zulfikar Mardiyadi, sebagai salah satu adviser dari team data mengingatkan bahwa kerja-kerja ini tidak hanya selesai di level provinsi, tetapi harus juga bisa sampai ke tingkat kabupaten kota dan masyarakat. Menurut Zulfikar, saat ini ada beberapa kabupaten yang berproses dengan revisi RTRWK sehingga perlu pengawalan serius.

“Baru Tambrauw yang bisa dikawal, dan peta partisipatif telah diterima oleh team penyusun Revisi RTRWK Tambrauw. Itupun bisa terjadi karena Fakultas Kehutanan UNIPA yang tunjukan oleh PEMDA Tambrauw sebagai pelaksana” pesan Zulfikar.

Pada tingkatan komunitas, peta-peta yang terkompilasi harus juga bisa menjadi alat edukasi kepada masyarakat dan alat sebagai kekuatan sosial mereka mendaki kehidupan berkelanjutan atas tanah, laut adatnya, termasuk apa yang ada diatas atau didalamnya. Kerja analisis lanjutan dengan melihat situasi tenurial dan asistensi masyarakat adat pemilik peta untuk menyusun rencana kelola wilayah adat-nya yang berupa hutan, kebun usaha rakyat, wilayah perburuan, pemukiman, pengembalaan, wilayah tangkapan ikan dll harus menjadi akhir dari kerja basis data ini.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours