Membangun Ekowisata Kampung Sepse

Kampung Sepse, sebuah kampung di Kabupaten Biak yang menurut temuan Mnukwar bersama KPHL Biak Numfor mengindikasikan Kampung ini memiliki  potensi alam yang sangat indah. Temuan sebagaimana PP No. 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional. PP ini menempatkan biak sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN).  Bahkan  didalam dokumen Peraturan Pemerintah tersebut, Biak ditempatkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di nomor urut 63 dari 88 kawasan yang tersebar di seluruh indonesia.

Salah satu daya tarik di kampung Sepse adalah pantai Samares yang memiliki ketebalan pasir putih mencapai 7 cm dan membentang panjang di sisi timur utara pulau Biak. Begitu juga Telaga Opersnondi yang airnya begitu biru yang pendarannya mampu menyilaukan mata. Namun pada kenyataannya, perkembangan jumlah kunjungan, dan peningkatan sarana prasarana wisata masih sangat terbatas perkembangannya. Pemerintah Kabupaten Biak, khususnya dinas Kebudayaan dan Parawisata, bahkan dokumen RIPDA sebagai indikator adanya perencanaan yang baik belum dapat direalisasikan.  Rencana dan pembangunan yang bersifat fragmatis.

Mnukwar sebuah organisasi rakyat yang bekerja di Papua Barat, memahami bahwa keberhasilan kepariwisataan tidak hanya diukur melalui peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan peningkatan fasilitas pendukungnya, tetapi lebih untuk mengembangkan peluang usaha-usaha masyarakat didalamnya. Sudah seharusnya, masyarakat turut serta secara aktif dalam proses dan rancangannya, termasuk manfaatnya.

Kampung Sepse menjadi lokasi kegiatan pendampingan pemanfaatan jasa lingkungan melalui program ekowisata berbasis masyarakat oleh Mnukwar bersama KPHL Biak Numfor. Kegiatan untuk mendorong pengelolaan wisata berbasis masyarakat di Kampung Sepse sudah dimulai dari bulan Juni 2015. Semenjak dicanangkan hingga saat ini, rangkaian kegiatan sudah dimulai seperti sosialisasi program dan identifikasi kelompok potensial, pembentukan badan pengelola wisata di tingkat kampong serta identifikasi potensi dan persepsi masyarakat terhadap program tersebut. Mnukwar bersama KPHL Biak Numfor berkolaborasi dalam mendukung program ini untuk mendorong nilai tambah bagi masyarakat dan tetap melestarikan alam dan budaya di Biak Numfor.

Kampung Sepse terletak di Pulau Biak, Distrik Biak Timur, Provinsi Papua. Kampung ini resmi diperkenalkan oleh pemerintah daerah kabupaten Biak Numfor pada tahun 1983 silam. Kampung Sepse awalnya terletak dipinggiran Pantai Bagian Timur Pulau Biak yaitu Pantai Samares. Karena letaknya yang jauh dari perkotaan membuat kampung ini sulit dalam mengakses kepentingan sosial seperti akses terhadap Kesehatan, Pendidikan dan transportasi. Kemudian Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor memindahkan letak kampung Sepse ke tempat yang lebih dekat dengan perkotaan tetapi masih didalam wilayah adatnya.

Menurut data dari Kantor Distrik Biak Timur, Kampung Sepse di huni oleh 72 kepala keluarga yang terdiri dari 2 marga besar yaitu Ansek dan Makmaker. Seiring berjalannya waktu banyak perkawinan masuk kedalam kampung sehingga banyak marga selain kedua marga tersebut  diantaranya marga Rumbekwan, Suabra, Wayoi, Ayomi dan Rumere.

Migrasi Kampung Sepse tahun 1983 yang semula diniatkan agar lebih dekat dengan perkotaan, masih memerlukan jarak tempuh cukup jauh dari Kota Biak. Untuk mencapai Kampung Sepse dibutuhkan waktu kira-kira hapir 2 Jam perjalanan dengan kendaraan roda empat dan kecepatan rata-rata 60 km/jam.

Walaupun demikian fasilitas yang dimiliki kampung ini lebih baik dengan indikator penerangan lampu yang menyala 24 jam, transpotasi lokal ke kampung yang cukup mudah dan fasilitas publik seperti sekolah dan gereja.Selain itu, Kampung Sepse menjadi pengubung bagi kampung-kampung disekitarnya..

Nama pantai Samares diberikan oleh moyang masyarakat Kampung Sepse karena riwayatnya pantai ini banyak ditumbuhi pohon tanggur. Samares dalam bahasa Biak berarti pohon tanggur. Pantai ini dulunya merupakan lokasi penangkapan ikan sehari-hari masyarakat setempat.

Untuk mencapai bibir pantai Samares masyarakat bisanya menggunakan kendaraan roda 4 selama 30 Menit dari Kampung menuju gunung yang biasa disebut Pintu Angin. Kondisi jalan yang tidak memungkinkan kendaraan menuruni Pintu Angin membuat masyarakat harus berjalan kaki selama 15 menit untuk mencapai bibir pantai.

Selain Pantai Samares, Telaga Oprsnondi (telaga biru) menjadi keunikan lain dari kampung ini. Bahkan keunikannya sudah tersiar hingga ke Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua. Telaga ini memiliki air yang berwarna biru terang dengan kejernihan yang sangat jernih, Untuk sampai pada telaga yang kedalamannya mencapai 50 meter ini diperlukan waktu sekitar 12 menit dari pantai samares.

Masyarakat setempat awalnya percaya bahwa telaga tersebut merupakan tempat sakral, hingga seorang pendeta bernama Feri Tulus melakukan doa pensucian di samping telaga, masyarakat adat Sepse mulai  berani melakukan aktivitas di Telaga Oprsnondi dan Pantai Samares, bahkan berniat menjadikannya sebagai obyek wisata. Saat ini kedua potensi objek wisata tersebut akan dikelola secara profesional oleh badan pengelola yang sudah dibentuk oleh Pemerintah Kampung Sepse.

Sumber : diolah dan ditulis dari Laporan Kegiatan Mendorong Pengelolaan Wisata berbasis Masyarakat di KPHL Biak Numfor, Mnukwar Papua. Desember 2015

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours