Mengawal Implementasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) Wilayah Kalimantan

Kawasan hutan yang berubah menjadi lahan di Kalimantan Tengah. Foto : Samdhana

Gerakan Nasional Penyelamantan Sumber Daya Alam (GN-SDA) merupakan kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pemerintahan Jokowi-JK,bersama Pemerintah Daerah, Kementrian dan Lembaga Negara terkait serta Organisasai Masyarakat Sipil dalam rencana aksi bersama hingga akhir tahun 2016. Koordinasi, supervisi, monitoring dan evaluasi (Korsup_monev) GN-SDA Region Kalimantan telah berlangsung pada tanggal 7 hingga 9 September 2015 di Pontianak Kalimantan Barat. Dihadiri Wakil Ketua KPK Zulkarnaen, Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya serta wakil dari Kementerian LHK, Kementerian Pertanian, Kementrisn ATR, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara beserta Kabupaten Kabupatennya dan masyarakat sipil.

Dari paparan perwakilan 5 provinsi terkait progres satu tahun rencana aksi GN-PSDA di wilayahnya, belum terlihat hasil yang mengembirakan dalam upaya perbaikan tata kelola sektor Kehutanan seperti: penyelesaian pengukuhan kawasan hutan secara legal dan legitimate, penataan ruang dan wilayah administratif, penataan perizinan kehutanan dan perkebunan, perluasan wilayah kelola masyarakat, penyelesaian konflik kawasan hutan dan membangun sistem pengendalian anti korupsi ditengah tengah kabut asap yang melanda Pulau Kalimantan. Beragam pembenahan masih akan terus dilakukan bersama guna mencapai tujuan bersama.

Masalah korupsi di sektor mineral dan batu bara (minerba), maritim, kehutanan dan perkebunan adalah kelanjutan NKB 12 K/L 2013-2014 dengan agenda besar nasional pembenahan tata kelola sumberdaya alam yang rentan dengan korupsi. Dampaknya tidak hanya terjadi terhadap lingkungan, tetapi berupa konflik sumber daya alam serta menurunnya tingkat kehidupan masyarakat adat/lokal di pedesaan. Selain melibatkan Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah, KPK juga secara khusus melibatkan organisasi masyarakat sipil (CSO) yang bertujuan untuk memberikan perimbangan data dan informasi serta memberikan masukan kepada KPK, Kementerian, Pemerintah Pusat dan Daerah dalam perbaikan tata kelola sumber daya alam, serta mangajak masyarakat sipil (LSM, organisasi rakyat, Akademisi, dan Media) terlibat dalam proses pembenahan tata kelola sumber daya alam ini.

Sejak GN-PSDA ditandatangani di istana Negara 19 Maret 2015, sudah dilaksanakan Korsupmonev GN-PSDA di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Kalimantan. Beberapa CSO ditingkat region Kalimantan terlibat aktif antara lain WALHI Kalbar, WALHI Kaltim, WALHI Kalteng, Perkumpulan Pancur Kasih (PPK), Institut Dayakologi (ID), AMAN Kalbar, Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Lingkar-Borneo, Perkumpulan Sampan, Yayasan Padi, SLPP Kalteng, SLPP Kalsel. Selain organisasi masyarakt sipil ditingkat region Kalimantan, kegiatan ini juga melibatkan organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional antara lain WALHI Eknas, Auriga dan JKPP.

Dalam forum Korsupmonev GN-PSDA di Pontianak, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan untuk GN-PSDA menyampaikan data dan informasi bahwa Luas Kalimantan 53 juta hektare, dengan total kawasan hutan 39,207 juta hektare. Sampai dengan tahun 2015 sudah ada 13 juta hektare lahan di Kalimantan dikapling perkebunan kelapa sawit. Sedangkan izin tambang 18,356 juta hektare, kapling korporasi 47,731 juta hektare, hutan tanaman industri 4,982 juta hektare, izin hak pengusahaan hutan 10,917 juta hektare.

web_KorsumonevKalimatan

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan untuk GN-PSDA sepakat melakukan pengawalan terhadap implementasi rencana aksi dengan cara menyambungkan berbagai inisiatif yang dilakukan masyarakat berkaitan dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam di daerahnya, membangun komunikasi dengan para pihak, serta memasukannya dalam bentuk kertas posisi dan policy brief. Dalam pertemuan tersebut disampaikan beberapa hal antara lain hasil peta Pemetaan Partisipatif yang dilakukan oleh CSO, yang saat ini belum di akomodir menjadi cara memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan. Di sisi lain data Ditjen Planologi tahun 2014 untuk wilayah Kalimantan Barat, yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan seluas 4.386,617, 42 Ha atau 53,70 % dari 8.168.088,47 ha total luas hutan Kalbar, tetapi belum dapat memberikan kepastian legal dan legitimasi atas kawasan hutan tersebut, karena proses penetapanya tidak melibatkan masyarakat sehingga yang terjadi adalah sebagian besar wilayah masyarakat adat, pemukiman berada dalam kawasan hutan.

Terkait terbatasnya wilayah kelola masyarakat, Presiden RI Joko Widodo menargetkan penambahan wilayah kelola rakyat hingga 12,7 juta ha, dalam kenyataannya hal itu sulit dicapai selama izin-izin perkebunan, hutan tanaman industri, hak pengusahaan hutan dan pertambangan di kawasan hutan tersebut tetap dikeluarkan atau diperpanjang. Di Kalimantan Barat, setidaknya ada 387 izin pertambangan, 46 izin Hutan Tanaman Industri, 27 Izin HPH dan Restorasi Ekosistem serta 158 izin perusahaan perkebunan yang tumpang tindih dengan wilayah masyarakat adat. Tumpang tindih ini telah mengakibatkan konflik agraria yang berkepanjangan. Isu lainnya yang terkait banyaknya konflik Kehutanan dan perkebunan serta lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum kasus korupsi di sector Kehutanan perkebunan dan minerba. (Policy Brief CSO Kalbar, Korsup GN-PSDA Region Kalbar ).

Selain melakukan upaya monitoring dan evaluasi pengelolaan sumber daya alam yang telah di tulis dalam bentuk Policy Brief, pers rilis dengan beberapa media setempat. Melalui agenda tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil berharap media lokal dan nasional serta masyarakat luas bisa turut serta dan berkontribusi memantau proses pengeloalaan dan penyelamatan sumber daya alam di daerah (provinsi) dan di wilayah Kalimantan. (Matheus Pilin)

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours