Rumah betang di desa Ensaid Panjang, Kalimantan, Foto: Stephanie Jung | PRCF
Desa Ensaid Panjang merupakan desa kawasan hutan dan atau kawasan berhutan yang berada di sebelah timur Ibukota Kecamatan Kelam Permai. Jarak Desa Ensaid Panjang dengan ibukota Kecamatan adalah 27 km, sementara jarak dengan Ibukota Kabupaten adalah 58 km, dan jarak desa ini ke Ibukota Provinsi mencapai 478 km. Desa Ensaid Panjang dapat ditempuh melalui jalur darat menggunakan kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun mobil. Dari Sintang, Ibukota Kabupaten Sintang, desa ini dapat ditempuh selama ± 1 jam perjalanan.
Terdapat tujuh kawasan berhutan, yakni kawasan Tawang Mersibung, Tawang Semilas, Tawang Serimbak, Tawang Sepayan, Tawang Sebesai, Tawang Sampur, dan Hutan Lindung Bukit Rentap. Kawasan berhutan di Desa Ensaid Panjang tersebut terdiri dari dua tipe ekosistem hutan, yakni ekosistem hutan rawa yang dalam istilah masyarakat lokal disebut sebagai tawang, dan ekosistem hutan perbukitan.
Desa dengan 560 jiwa penduduk ini merupakan salah satu desa dari 16 Desa di wilayah administrasi Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Memiliki luas wilayah 22 km2. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Ensaid Panjang adalah sebagai petani ladang dan penoreh karet. Warga Ensaid Panjang ada juga yang berdagang, menganyam dan menenun kain tenun ikat dayak, terutama bagi kalangan perempuan. Seluruh pengrajin tenun berasal dari kalangan perempuan. Dalam pembuatan kain tenun ikat tersebut, mereka menggunakan bahan dari pewarna alam.
Pada tanggal 5 April 2012, melalui Bupati Kabupaten Sintang usulan Penetapan Areal Kerja Hutan Desa di Desa Ensaid Panjang dikirim ke Bapak Menteri Kehutanan di Jakarta. Setelah melalui proses verifikasi ke lapangan, pihak Kementerian Kehutanan baru mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia pada bulan Januari 2014 dengan luas wilayah hutan yang dapat dikelola sebagai hutan desa seluas 345 ha.
Masyarakat Adat Dayak Desa
Sebagian besar penduduk Desa Ensaid Panjang adalah Masyarakat Adat Dayak Desa, meski ada juga penduduk yang berasal dari Jawa, Melayu, Ambon, dan Nusa Tenggara. Sebagian besar mereka tinggal di sebuah Rumah Betang dan menjaga budaya yang mereka miliki.
Bulan April-Juli merupakan bulan jedah atau istirahat berladang bagi masyarakat desa ini. Saat itulah masyarakat biasanya mengadakan Gawai. Mereka saling bertandang ke kampung lain, bersilahturahmi untuk memperkuat tali persahabatan.
Pada masyarakat adat Dayak Desa istilah pe’gawai berbeda dengan gawai. Pe’gawai merupakan pesta atau hajatan seperti halnya upacara adat tanam bunga, gunting rambut, ngansah gigi, tutup tahun dan lainnya, sedangkan gawai merupakan ajang penyelesaian perkara di masyarakat, seperti bejereh-bebantah , bej ereh- sabung adat , dan lain-lain. Akan tetapi, ketika mengadakan acara pesta besar, istilah Gawai Dayak lebih umum dan dikenal masyarakat.
Biasanya pe’gawai di laksanakan selepas musim panen, seperti bulan April-Juli. Namun demikian, pe’gawai bisa juga dilaksanakan pada waktu lain. Selepas musim panen masyarakat selalu mengadakan pegawai yang biasanya dinamakan dengan gawai tutup tahun . Bersamaan dengan itu juga diadakan berbagai hajatan seperti upacara adat tanam bunga, gunting rambut, dan lainnya. Pelaksanaan pe’gawai setelah musim panen dikarenakan pada saat itu masyarakat tidak terlalu sibuk bekerja, dan masa itu merupakan masa istirahat berladang.
Setiap kali ada pe’gawai , kampung menjadi ramai. Dari berbagai kampung datang dan semua Inti dari pe’gawai adalah silahturahmi. Masyara-kat bisa ngabang atau berkunjung ke satu kampung ke kampung lainnya untuk bertemu gaok (kangen) dan mempererat tali persahabatan. Sedangkan gawai tutup tahun (nyelapat taun) diadakan untuk merayakan atau selamatan atas hasil panen yang diperoleh. Ada anggap di masyarakat, bahwa sebelum mereka belum mengadakan gawai tutup tahun, mereka belum bisa berladang. Saat gawai tutup tahun masyarakat menyuguhkan makanan kepada kerabat yang berkunjung ke rumah panjang, itu dimaksudkan agar hasil panen yang mereka dapatkan juga bisa dirasakan orang lain.
Adapun pe’gawai yang biasa dilakukan masyarakat pada saat gawai tutup tahun antara lain sebagai berikut : Gunting rambut, diselenggarakan keluarga yang memiliki anak kecil. Gawai ini bertujuan agar anak yang digunting rambutnya kelak hidupnya berkat, selamat dan diberikan kemudahan rejeki.
Tanam Bunga, diadakan untuk menyembuhkan anak yang sakit. Tanam bunga dilakukan bersama semanang (dukun), agar sakit si anak lekas sembuh. Patah Bunga, diselenggarakan untuk memenuhi syarat akhir dari tanam bunga, agar anak tersebut sembuh dari sakit. Asah Gigi, diselenggarakan untuk menandakan remaja putra/putri tumbuh dewasa agar bisa be rumah tangga. Bawa Bayi Mandi di Sungai, Gawai ini diselenggarakan agar bayi yang dimandikan tersebut kelak diberkati dan dimudahkan rejekinya.
Masyarakat Suku Dayak Desa di Ensaid Panjang memiliki kekayaan seni budaya tutur atau tradisi lisan. Seni budaya tutur ini umumnya berupa kisah atau ungkapan perihal tertentu, seperti kisah tentang asal mula kehidupan, keseharian, mitos, atau hanya berupa ungkapan yang berfungsi sebagai sindiran, pujian, nasehat, atau bahkan untuk memanjatkan doa. Oleh karenanya disamping untuk menghibur, seni budaya tutur ini juga ada yang bersifat semireligius. Beberapa Seni Budaya Tutur yang dimiliki masyarakat Ensaid Panjang diantaranya adalah Bekana, Bekanduk, Bedarak, Semayan, Bejereh dan Bebantah.
Sumber : Dokumen RKHD – LPHD ‘Lidih Duan, Sintang 2015. Foto diambil dari website PRCF
+ There are no comments
Add yours