DIskusi Pokja Tata Kelola Hutan di Puspijak-KLHK, Bogor (2/9). Foto : Anggit | Samdhana
Pembaruan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) nomor 7 tahun 2011 tentang pelayanan informasi publik dan peraturan serupa lainnya seperti Permen LH nomor 6 tahun 2011, serta Permenhut 02 tahun 2010 tentang Sistem Informasi Kehutanan penting dilakukan setelah Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 26 Agustus lalu menguatkan amar putusan Komisi Informasi Pusat (KIP). Putusan terkait informasi publik yang diminta Forest Wacth Indonesia (FWI), agar terbuka dan tersedia setiap saat.
Langkah ini menjadi agenda penting Kelompok Kerja (Pokja) Tata Kelola untuk menguatkan upaya perbaikan Tata Kelola Hutan dan mendorong gagasan Good Corporate Governance, baik itu melalui peningkatan pengetahuan maupun dengan penyadaran publik melalui kerja-kerja advokasi dan kampanye soal good governance. Risetnya sendiri sudah dilakukan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Puspijak)-KLHK.
Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS, Ketua Presidium Dewan Kehutanan Nasional (DKN), di dalam diskusi Tata Kelola Hutan dan Lingkungan Hidup di Bogor (02/9), berharap proses terkait keterbukaan informasi publik yang berlangsung di KLHK bisa juga dilakukan di Kementerian lain tanpa harus melalui proses gugatan.
“Perlu kita perluas semangat keterbukaan informasi ini pada kementerian dan lembaga negara lain, khususnya yang bersinggungan dengan lahan-lahan publik dan kekayaan agraria lainnya, sesuai dengan semangat pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Perlu dibentuk suatu policy brief dengan rekomendasi kesetaraan standar KIP pada kementerian lain, agar dapat segera dijalankan di kementrian dan lembaga negara lainnya,” terangnya.
Ketua Presidium DKN ini juga berharap Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki satu data nasional yang memudahkan, semacam satu saluran informasi kepada publik dalam hal lingkungan hidup dan hutan. Litbang LHK menjadi aktor penting untuk mengkaji kebijakan-kebijakan terkini (termasuk diluar sektor Lingkungan Hidup dan Hutan), guna melakukan transformasi didalam kemenLHK menuju Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Hutan yang lebih baik.
Sejak Mei 2014 DKN bersama Puspijak KLHK, UNDP, FWI, ICEL, TII, GFI, JARI Kalimantan Tengah dan Gema Alam NTB, membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Tata Kelola Hutan sebagai wadah para pihak kehutanan untuk mendiskusikan perkembangan isu-isu tata kelola hutan.
Percepatan revisi kebjiakan KLHK dalam keterbukaan informasi juga dikuatkan dengan statement Menteri KLHK, Dr. Siti Nurbaya di Kompas (31/8), KLHK siap menjalankan putusan PTUN Jakarta dengan membuka dokumen-dokumen perizinan kehutanan kepada publik. Upaya permbaruan Permenhut No. 07/2011 dan Permen LH No. 06/2011 sedang dalam proses pembahasan di internal KLHK. Inisiatif ini sejalan dengan agenda kerja Pokja Tata Kelola di tahun ini. Dengan demikian kedua upaya ini diharapankan bisa bersinergi untuk menghasilkan peraturan baru yang memastikan pemenuhan pelayanan informasi publik yang lebih baik di lingkup KLHK.
“Saya kira komitmen KLHK sudah jelas untuk siap menjalankan putusan PTUN. Ini menjadi basis langkah untuk pembaruan kebijakan ke depan. Proses yang harus dilakukan kemudian adalah menginventarisasi daftar informasi publik dan melakukan uji konsekuensi bersama stakeholder, termasuk biro hukum KLHK,” urai Direktur Eksekutif FWI Christian “Bob” Purba.
Diskusi Tata Kelola Hutan dan Lingkungan Hidup yang berlangsung di gedung Puspijak JL. Gunung Batu No. 5 Bogor merupakan diskusi reguler Pokja Tata Kelola Hutan. Digagas untuk menindaklanjuti rencana kerja terdekat pokja di tahun 2015, diantaranya pembaharuan kebijakan terkait pelayanan informasi publik dan sistem informasi di lingkup KLHK dan penyusunan publikasi pokja tata kelola.
Guna penyempurnaan tata kelola lingkungan dan hutan perlu kajian lebih lanjut dan rekomendasi. Perlu dukungan sekretariat bersama (sekber) yang berasal dari organisasi masyarakat sipil yang selama ini mendorong pembenahan tata kelola lingkungan dan hutan, melalui keterbukaan informasi kepada publik, baik dalam data dan informasi dari tingkat perencanaan hingga pengawasannya.
Penyatuan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan Indeks Tata Kelola Kehutan juga menjadi agenda yang dibahas dalam diskusi ini. Secara khusus Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Dr. Henry Bastaman, MES dalam pengantar diskusi menyampaikan hubungan IKLH dengan isu Good Governance. Tentunya perlu metodologi untuk menyatukannya.
“Semua persoalan rasanya bermuara pada permasalahan ke tata kelola lingkungan dan hutan. Kalau hasil riset-riset tanpa ada tata kelola rasanya mustahil. IKLH itu sangat database dan technical sekali dan ini akan disatukan dengan Indeks Tata Kelola Kehutanan. IKLH yang rendah juga menunjukkan ada persoalan governance-nya, meskipun ada juga anomaly IKLH bagus tapi givernance-nya jelek. Nah ini yang harus kita kaji dan berikan rekomendasi,” paparnya.
Henry juga menambahkan perlunya pokja ini mengambil peran pada isu Intended Nationally Determined Contributions (INDC) Indonesia yang menargetkan penurunan hingga 29% pada 2030, dengan catatan persoalan lahan dan hutan berhasil diselesaikan. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan good governance agar persoalan lahan dan hutan dapat dibereskan ?. Sehingga komitmen Indonesia pada penurunan emisi global dapat dicapai.
Tata kelola lingkungan dan hutan yang baik dimulai dengan prasyarat adanya keterbukaan informasi publik sebagai mana diamanatkan dalam undang undang KIP (UU no 14 tahun 2008), selanjutnya dapat membuka partisipasi publik yang substansial dari proses perencanaan hingga pengawasan. Partisipasi publik tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik.
+ There are no comments
Add yours