Mendorong Kemantapan Hutan Jawa

Kantor Perhutani di Jawa Tengah. Foto : Andhika Vega

Berbagai persoalan kemantapan kawasan hutan Jawa hingga kini masih terus terjadi. Proses tukar guling kawasan hutan untuk jalan tol masih menyisakan persoalan. 3.271,471 ha kawasan hutan Jawa telah dipergunakan untuk kegiatan pembangunan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, lahan pengganti baru seluas 1.405,885 ha. Masih terdapat kekurangan lahan pengganti seluas 1.865,59 ha (Dirjen Planologi, 2014). Sementara 76,4% hutan jawa termasuk hutan lindung yang sebagiannya hutan pegunungan saat ini dikelola oleh Perhutani. Data Dirjen Planologi Kementrian Kehutanan (kini Kementrian LHK) pada 2014 menyebut 2.531.453 ha, dikelola Perum Perhutani.

Nota Kesepekatan Bersama 12 Kementerian atau Lembaga Negara (NKB 12 K/L) tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia menargetkan kemantapan kawasan hutan Indonesia, termasuk kawasan hutan Pulau Jawa. Untuk mendukung itu selama 3 bulan (September-Desember 2014) dilakukan kajian Perhutani sebagai pelaksanaan NKB di Pulau Jawa. Kajian yang dilakukan tim kerja yang terdiri Tim Korsupmonev NKB KPK yang dibantu oleh Tim Pakar di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat-Banten, dimaksudkan untuk mencari masalah utama pengelolaan hutan Jawa oleh Perhutani, Kementrian Kehutanan, Kementrian BUMN dan Pemerintah Daerah. Termasuk merumuskan rekomendasi perbaikan tatakelola hutan Jawa. Kajian ini menghasilkan rencana aksi yang telah disepakati oleh parapihak.

Tim korsupmonev NKB KPK adalah tim yang dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawal pelaksanaan NKB 12 K/L yang terdiri atas staf KPK dan Silvagama (yang kini bernama AURIGA). Fokus kajian ini meliputi : Meninjau penetapan ukuran kinerja Perhutani oleh Kementerian BUMN, Kemantapan kawasan kelola Perhutani dan Sistem dan mekanisme pemasaran Perhutani.

Saat ini, kinerja Perhutani diukur oleh Kementerian BUMN berdasarkan kriteria keuangan (70%) dan operasional (30%). Kriteria operasional tersebut dibagi menjadi ukuran administrasi (15%) dan kelestarian hutan (15%). Penetapan ukuran ini perlu ditilik ulang mengingat bahwa masih terdapatnya banyak konflik kawasan hutan di Jawa dan juga fenomena menurunnya kelas umur tebangan Perhutani. Kemantapan kawasan kelola Perhutani diperlukan mengingat banyaknya sengketa, terutama rebutan klaim antara Perhutani dengan banyak pihak terhadap kawasan hutan.. Sistem dan mekanisme pemasaran Perhutani diperlukan untuk mengetahui tingkat optimal pengelolaan kawasan hutan negara oleh Perhutani.

Tim Kajian juga melakukan kunjungan lapangan ke Divisi Regional Jawa Tengah (Divre Jateng) dilakukan di Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Cepu, Divisi Regional Jawa Timur (Divre Jatim) di KPH Madiun, Divisi Regional Jawa Barat – Banten (Divre Jabar Banten) di KPH Ciamis, dan Divisi Marketing. Kunjungan ini untuk memotret lebih dalam tatakelola hutan Jawa oleh Perum Perhutani, menelisik aspek-aspek tenurial, tatakelola produksi hingga pemasarannya pada keterwakilannya secara wilayah maupun unit bisnis. Tim juga bertemu dengan organisasi masyarakat sipil untuk mendapatkan informasi pembanding, seperti berdialog dengan Serikat Petani Pasundan (SPP) Ciamis. Informasi pembanding mengenai aspek tenurial, termasuk histori, dinamika, sebaran, eksisting, diperoleh dari SPP Ciamis.

Sebelumnya juga dilakukan dialog dengan Tim Dosen Fakultas Kehutanan UGM Jogjakarta, BPKH Jawa-Madura dan kelompok masyarakat sipil (Arupa, Koalisi Pemulihan Hutan Jawa, Serikat Petani Temanggung, dan lain-lain). Dialog ini untuk mendapatkan berbagai informasi seperti berbagai penelitian berikut rekomendasi yang telah dilakukan di Perhutan, mengetahui lebih jauh tatakuasa tenurial hutan Jawa terutama wilayah kelola Perhutani dan untuk mendapatkan informasi dinamika sosial dan tenurial di hutan Jawa.

Setelah kunjungan lapangan tim kerja bertemu dan membahas kemajuan kajian, yang dilaksanakan di KPK Jakarta dan rapat finalisasi laporan akhir di Bogor. Rapat akhir dilakukan untuk mereview semua temuan dan rekomendasi yang diusulkan oleh masing-masing anggota tim, serta menyepakati rumusan temuan dan rekomendasi. Temuan dan rekomendasi inilah yang akan menjadi acuan menyusun rencana aksi yang akan dilaksanakan oleh Perhutani dalam rangka perbaikan sistem tatakelola hutan jawa.

Hasil kajian yang memuat rekomendasi dan usulan rencana aksi untuk dilaksanakan parapihak, seperti Perhutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian BUMN, dipresentasikan pada tanggal 23 Desember 2014 di KPK. Hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pimpinan KPK, Direksi Perum Perhutani, Kementerian BUMN, dan lain-lain.

Meski rencana aksi sudah disepakati, namun dalam pelaksanaannya, peran kordinasi dan monitoring merupakan prasyarat utama. Selama ini penyelesaian masalah-masalah sering tidak bisa diselesaikan oleh satu institusi saja, sehingga memerlukan kordinasi dengan institusi lainnya. Dengan monitoring dimana pelibatan secara optimal masyarakat sipil, maka pelaksanaan rencana aksi akan lebih akuntabel dan impactful.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours