Lokasi perangkap lumpur di Cagar Alam Pulau Dua. Foto : Anggit|Samdhana
Rangkaian pertemuan Mitra Ecosystem Alliance (EA) Indonesia (6-9 Juni 2015) di Jakarta ditutup dengan kunjungan lapangan ke pesisir Banten, Rabu (10/6). Lokasi ini merupakan site kerja anggota aliansi ekosistem Wetland International Indonesia Programme (WIIP). Dengan bus peserta berangkat dari Jakarta dan menempuh perjalanan 2,5 jam untuk tiba di Kelurahan Sawah Luhur, Kecamatan Kaseman, Kota Serang-Banten.
“Site yang akan kita lihat adalah tambak Sylvo-fishery, integrasi antara budidaya perikanan dan kegiatan kehutanan. Kegiatan budidaya perikanannya itu Bandeng dan kehutannya itu dengan penanaman mangrove,” jelas Iwan Tri Cahyo “Yoyok” Wibisono.
15 menit dari kota Serang, Kelurahan Sawah Luhur termasuk kawasan pesisir Banten yang bermasalah dengan abrasi. Alih fungsi mangrove menjadi tambak udang tahun 1970-an berdampak besar terhadap perubahan kondisi vegetasi, ekologi, hidrologi dan ekonomi masyarakat. Sejak 2009 upaya perbaikan dilakukan, selain mangrove yang ditanam di sekitar tambak, mangrove juga tumbuh diatas lumpur pantai yang sengaja diperangkap untuk menciptakan habitat baru dengan konsep semi-hybrid engineering.
Bekerjasama dengan Yayasan Lahan Basah Indonesia (YLBI) dan Kelompok Pecinta Alam Pesisir Pulau Dua (KPAPPD), WIIP memulai program rehabilitasi pesisir melalui penanaman mangrove pada pematang-pematang tambak di belakang CAPD dan pada zona penyangga (buffer zone) Cagar Alam Pulau Dua (CAPD), Kelurahan Sawah Luhur.
“Kami awalnya bekerja dengan 10 anggota kelompok KPAPPD. Dulunya tampat ini terlantar, sejak tambak ditanam mangrove anggota kelompok juga bisa panen udang liar yang datang dengan sendirinya,” jelas Urip Triyanto, pendamping kelompok dari WIIP.
Masyarakat setempat dilibatkan melalui mekanisme dimana masyarakat melakukan budidaya perikanan, menangkap udang dan ikan dalam tambak yang disewa oleh WIIP, tapi disisi lain wajib menanam dan merawat mangrove. Mangrove yang ditanam di pematang tambak akan memperkuat bangunan tambak, memberikan keteduhan, memperbaiki mata pencaharian mereka, membantu mitigasi dan sekaligus beradaptasi terhadap adanya dampak perubahan iklim.
Pola tambak Sylvo-fishery, dikemudian hari dapat dijadikan objek pendidikan lingkungan, eko wisata mancing dan sebagai penarik agar masyarakat tidak memasuki kawasan cagar alam Pulau Dua.
Saat ini sekitar 160.000 tanaman mangrove telah tertanam di 20 hektar hamparan tambak yang dahulu terlantar dan kini masyarakat memperoleh hasil panen udang dan ikan yang memadai.
“Sejak adanya tambak dengan ditanami mangrove anggota kelompok sudah menikmati hasilnya. Hasilnya bandeng, udang dan hasil dari Eko Wisata mancing,” kata Udin, ketua KPAPPD.
Upaya mencegah abrasi dibagian utara pantai Cagar Alam Pulau Dua, WIIP tengah melakukan upaya penangkapan lumpur pantai dengan menggunakan jarring bekas dan ranting tanaman, selanjutnya lumpur yang terperangkap ini diharapkan ditumbuhi mangrove secara alami (konsep semi-hybrid engineering).
+ There are no comments
Add yours