Peta Wilayah Adat dan Percepatan Pengakuan Wilayah Kelola Masyarakat Adat

Sarasehan Pemetaan Wilayah Adat pada Rakernas AMAN di Sorong. Foto : Istimewa

Dalam situasi menguatnya pembicaraan tentang pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat, maka harus dilakukan percepatan untuk mewujudkan peta wilayah adat. AMAN, JKPP dan BRWA telah menyerahkan 4,8 juta Ha lebih wilayah adat yang telah dipetakan kepada pihak pemerintah. Demikian disampaikan Kasmita Widodo Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pada Sarasehan Pemetaan Wilayah Adat yang diselenggarakan dalam rangkaian Rakernas Ke IV AMAN di Hotel Handayani, Kabupaten Sorong Papua Barat, Senin (16/3/2015).

Pemerintah saat ini mengeluarkan berbagai kebijakan yang terkait dengan wilayah adat, misalnya di Kabupaten Malinau sudah ada Perda Pengakuan dan Perlindungan hak-hak masyarakat adat.

“Perda ini juga mengatur secara khusus tentang wilayah adat. Peta merupakan alat untuk konsolidasi komunitas masyarakat adat, karena banyak komunitas adat yang ragu-ragu mengakui wilayah adatnya, ketika perusahaan atau pemerintah punya peta,” jelasnya.

Komunitas adat menjadi takut dan tidak melakukan perlawanan terhadap peta yang ada tersebut. Oleh karena itu adanya peta wilayah adat menjadi penting sekali sebagai alat untuk menunjukkkan keberadaan hak-hak masyarakat adat.

Sebelumnya, Arifin “Monang” Saleh, Deputi III PB AMAN menjelaskan. Peta wilayah adat merupakan salah satu indikator keberadaan komunitas masyarakat adat. Pada masa kolonialisme peta menjadi salah satu alat untuk menemukan wilayah-wilayah yang kaya dan menjadi pemicu terjadinya praktek penjajahan. Masyarakat adat sendiri sebenarnya sudah mengenal peta sejak lama, terutama untuk menentukan ruang kelola wilayah adat dan penentuan wilayah kekuasaan antar komunitas adat.

Menurutnya Masyarakat adat menentukan batas-batas wilayahnya berdasarkan identifikasi alam seperti sungai, gunung, tempat keramat, lokasi berburu dan sebagainya.

“Batas batas alam ini dalam perkembangan jaman sudah sulit dikenali oleh masyarakat adat karena sudah terjadi perubahan terhadap wilayah adat sebab dimasuki oleh perkebunan sekala besar, tambang dan penetapan wilayah administrasi pemerintah yang mengabaikan batas wilayah adat,” jelasnya.

Pelaksanaan sarasehan ini untuk membahas bagaimana percepatan pemetaan wilayah adat dan melakukan proses registrasi (pendaftaran) atas peta-peta wilayah adat yang telah dipetakan tersebut.

Tantangannya adalah adanya standar-standar tertentu yang harus dipenuhi dalam peta wilayah adat. Imam Hanafi dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKKP) mengungkapkan bahwa peta-peta yang selama ini dihasilkan lewat proses kerja-kerja organisasi masyarakat sipil bersama dengan masyarakat umum masih dalam bentuk pemetaan partisipatif. Peta yang dihasilkan ini adalah peta hak secara tematik yang sudah dimiliki oleh masyarakat adat sejak lama, lalu tinggal digambar saja.

Selama 4 hari (16-19 Maret 2015) AMAN menggelar Rakernas di Sorong. Diikuti Pengurus Besar AMAN, 21 Pengurus Wilayah (Ketua BPH dan Ketua Dewan AMAN Wilayah), 99 Pengurus Daerah (Ketua BPH dan Ketua Dewan Daerah), Dewan AMAN Nasional, kader-kader politik AMAN di parlemen, akademisi, pengamat, dan lain-lain. Rakernas ini juga sekaligus sebagai perayaan ulang Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nasional (HKMAN) ke-4 dan Ulang Tahun AMAN ke-16.

2 Menteri Kabinet Kerja hadir dalam pembukaan rakernas (17/3/2015) ini. Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo hadir dan ikut terlibat dalam sarasehan bersama masyarakat adat.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours