Oleh : Sandika Ariansyah
Lembah Baliem, nama yang begitu terkenal di wilayah Wamena Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua. Dari sejak dulu, nama tempat ini membuat saya penasaran. Banyak orang membicarakan tentang keindahan alam dan kebudayaannya. Konon katanya sudah terkenal hingga mancanegara, bahkan sudah diabadikan melalui sebuah lagu “Lembah Baliem” oleh Grup Band Slank.
Ketenaran Wamena bukan sekedar isapan jempol, melainkan sebuah fakta yang tersirat dari cita rasa kopinya yang begitu melegenda, kearifan budaya yang masih terjadi hingga Festival Lembah Baliem yang sudah menjadi ritual tahunan. Festival ini seperti magnet, menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara untuk datang ke Wamena. Bagi saya, Wamena hanyalah mimpi yang mungkin tidak bisa “dibeli” menjadi sebuah kenyataan.
Namun takdir berkendak lain, pada akhirnya impian itupun terwujud. Alhamdulillah, untuk pertama kalinya saya berangakatan menuju Wamena pada tanggal 6 Januari Tahun 2015. Impian menginjakkan kaki di “Lembah Baliem” akhirnya menjadi kenyataan. Dalam perjalanan kali ini, saya sudah mempersiapkan diri baik dengan baik untuk mendapatkan pengalaman hidup yang berharga. Perjalanan dimulai dari Ibu Kota Provinsi Papua Jayapura menggunakan pesawat jenis ATR milik maskapai swasta. Benar saja, ketika pesawat akan mendarat mata ini sudah disuguhkan pemandangan alam pegunungan yang indah dengan hamparan sawah dan kebun di sekitar Sungai Baliem. Keren..! itulah kesan pertama melihat dari atas pesawat.
Kedatangan saya ke Wamena tidak sendiri melainkan bersama kedua teman yaitu Nurul dan Aris. Kami bertiga datang untuk menjalankan tugas yang sudah dimandatkan oleh organisasi, dan kebetulan saya diminta untuk membantu tugas ini. Tanpa berpikir panjang, sayapun langsung menerima tawaran ini dengan senang hati. Dalam hati saya, “kapan lagi toh… pergi ke Wamena hehehehe…..”
Berada Di Ketinggian 1670 Mdpl
Begitu keluar dari pesawat suasana seperti berbeda, kondisi badan terasa dingin hingga ketulang rusuk. Sungguh dingin sekali! Saya pun penasaran, lalu mengecek altitude dan suhu pada jam tangan saya. Wow..! ternyata ketinggian Kota Wamena mencapai 1670 Mdpl dengan suhu berkisar 22oC (derajat celcius), pantas saja dingin sekali. Ketinggian kota Wanema hampir setara Gunung Penanggungan (1653 mdpl) yang disebut dengan anak Gunung Semeru. Luar biasa!
Saat itu saya baru tersadar bahwa Kota Wamena berada di dataran tinggi Pegunungan Tengah Papua, posisinya memang di lembah diapit oleh deretan bukit dan pegunungan berbatu. Sayapun tidak mengira ketinggian kota Wamena melebihi 1000 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Pantas saja wilayah ini terlihat subur dengan areal persawahan dan perkebunan yang terhampar luas disertai bukit batu yang menjulang tinggi. Setiba di hotel tidak banyak aktivitas yang dikerjakan, hanya bersantai dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang dingin serta cuaca yang tidak menentu.
Memulai Aktivitas: Menyusun Agenda Bersama
Tujuan utama ke Wamena tentunya bukan untuk berlibur, melainkan menjalankan program kerja bersama mitra Samdhana. Meskipun begitu, saya sangat senang karena diberi kesempatan untuk datang dan menikmati potensi serta keindahan alam dan budaya Lembah Baliem. Mantab…!
Kunjungan kali ini untuk melakukan pertemuan awal dengan mitra Samdhana sekaligus observasi pada wilayah dampingan. Sebelum turun lapangan pada esok hari, kami melakukan diskusi awal dengan salah satu mitra yaitu YBAW (Yayasan Bina Adat Welesi). Pak Lauren Lani adalah pimpinan YBAW, beliau akrab disapa “Pak Lauren”. Malam itu Pak Lauren datang bersama 2 staffnya ke Hotel Baliem Pilamo tempat kami menginap. Meskpiun sudah nampak tua secara fisik, namun semangat dan jiwanya masih seperti anak muda. Saya terakhir bertemu dengan beliau sudah cukup lama, sekitar 2 tahun lalu di Jayapura pada saat pertemuan dengan mitra-mitra Samdhana.
Diskusipun terjadi hingga larut malam untuk menyusun agenda bersama selama berada di Wamena, banyak hal menarik yang dibicarakan utamanya mengenai perkembangan program yang saat ini sedang dijalankan serta pengalaman YBAW dalam memfasilitasi kegiatan pemetaan wilayah adat. “Kalau begitu, besok kita mulai dari wilayah adat yang belum di petakan di beberapa distrik kearah utara dan besoknya lagi menuju Habema kearah barat dari Kota Wamena” saut Pak Lauren. Saya dan teman-temanpun hanya berkata “ok pak, kami ikut saja”.
Pada saat mendengar kata Habema, sayapun tersenyum sumeringah sambil menerawang dan membayangkan seperti apakah Habema itu? Jadi teringat pesan dari teman saya, “jika pergi ke Wamena jangan lupa berkunjung ke Habema, sebuah danau di dataran tinggi, bagus sekali”. Rasa penasaran muncul kembali dan berharap rencana itu terwujud.
To be continuing…WAMENA#2 : Mulai Mengenal Wilayah Adat
+ There are no comments
Add yours