Memahami Advokasi Terstruktur dengan Pemahaman Konseptual Penataan Ruang di Sulawesi

Kegiatan Pelatihan Advokasi Tata Ruang di Makasar dan MP3EI. (JKPP)


Sejak ditetapkannya UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang, kebijakan penataan ruang kini menjadi kebijakan formal penting dalam pengaturan tanah dan sumberdaya alam lainnya. Meski tak ada rujukan yang jelas, padu serasi antar instansi pengurus tanah dan sumberdaya alam lainnya menjadi persyaratan penting dalam penetapan kebijakan formal penataan ruang. Intervensi terhadap isi kebijakan penataan ruang menjadi isu advokasi strategis pada masa-masa mendatang. Posisi kebijakan formal penataan ruang semakin penting dengan diterbitkannya UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang.

Untuk itu pengetahuan advokasi penataan ruang secara lebih mendalam, penting dilakukan. Sebagaimana dilakukan Humaniora Kendari, bekerjasama dengan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Samdhana Institute. Pada 16-19 Oktober 2014 di Hotel Horison Makasar digelar Pelatihan Advokasi Tata Ruang dan MP3EI yang diikuti 21 peserta mitra Samdhana yang ada di pulau Sulawesi.

“Mestinya kita sudah harus mencoba untuk menggagas tata ruang Sulawesi ala kita, bukan ala pemerintah, bukan ala yang lain. Dan itu hanya bisa kalau kita punya kesempatan bersama. Tapi kalau kemudian hanya menjadi pemadam kebakaran, maka akan sama. Bayangan saya NGO itu nanti akan menjadi next govermant officer,” buka Tjatur Kukuh, fasilitator kegiatan.

Ditengah kemelut tata kelola Sumber Daya Alam, pada 27 Mei 2011 lalu pemerintah Indonesia me-launching Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan 6 koridor ekonomi (regional based development). Koridor Sulawesi merupakan salah satu koridor yang memiliki tema pembangunan sebagai; pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan pertambangan nasional.

“Bicara ideologi, tidak ada ideologi tata ruang di indonesia. Ideologinya adalah ideologi pertumbuhan ekonomi. MP3EI itu adalah percepatan perluasan pertumbuhan ekonomi, kalau kita tidak paham pertumbuhan ekonomi, maka percuma kita bicarakan advokasi. Nah pertumbuhan ekonomi itu sebenarnya bicara tentang nilai transaksi kuangan,” terang narasumber Arif Wicaksono dalam kata pengantarnya.

Penguasaan tanah dan sumberdaya alam merupakan masalah jangka panjang yang harus dihadapi masyarakat di pulau Sulawesi. Pasalnya desain MP3EI membuka peluang swasta untuk akuisisi lahan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur yang dipacu dengan UU No. 2/2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah di pulau Sulawesi adalah masalah sinkronisasi kebijakan, konflik lahan, penguasaan ekonomi oleh kelompok investor, ketahanan pangan, ketenagakerjaan dan lain-lain.

“Terkait dengan izin perkebunan skala besar, ini awal-awalnya di sulawesi selatan, ada penyediaan 5 juta hektar lahan untuk sawit. Meskipun yang exsiting sudah ada di PTPN, ada juga beberapa investasi di Sulawesi Selatan. Tentunya kalau kita belajar dari pengalaman, akan ada eksploitasi sumber daya alam. Untuk menopang kebijakan MP3EI, di Sulawesi Selatan sudah marak pembangunan smelter, semisal di kabupaten Bantaeng yang materialnya dari Sulawesi Utara,” ungkap Sardi Razak dari AMAN Sulawesi Selatan.

Kegiatan Pelatihan Advokasi Tata Ruang dan MP3EI difasilitasi Diarman (JKPP) dan Mahir Takaka (PB AMAN) dengan nara sumber Bappeda Sulawesi Selatan, Arief Wicaksono (Samdhana) dan Deni Rahadian (Koordinator JKPP). Dari kegiatan ini peserta dapat meningkatkan pengetahuan advokasi penataan ruang secara lebih mendalam. Karena upaya-upaya advokasi terstruktur dengan pemahaman konseptual yang mendalam sangat diperlukan pada masa-masa mendatang.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours