Peluang dan Optimalisasi UU Desa di Kulawi

Peserta sosialisasi UU Desa di Kulawi. (AMAN Sulteng)


Terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menjadi momentum bagi masyarakat adat di nusantara untuk percepatan pengakuan hak-hak masyarakat adat. Tak terkecuali masyarakat adat di wilayah keadatan To Kulawi dan Kepulauan Togian di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. 4 Kecamatan di kabupaten Sigi masih memerankan adat dan budaya di komunitasnya.

“Sejak dulu wilayah Sigi maupun wilayah ke-adat-an To Kulawi adalah Daerah Otonom dan tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar. Contohnya nilai Hintuwu, Katuwua dan Pekahowia tetap berjalan utuh diwilayah Sigi dan lebih khusus lagi diwilayah keadatan To Kulawi”. Jelas Rizal Mahfud dari AMAN Sulawesi Tengah pada Sarasehan Tentang Peluang dan Optimalisasi UU No. 6/2014 Tentang Desa dan Permendagri No 52/2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Daerah Pegunungan To Kulawi dan Wilayah laut Kepulauan Togian. Kegiatan dilaksanakan pada 5 November 2014 di Kulawi dan 26 November 2014 di Kepulauan Togian.

UU Desa bisa terimplementasi dengan baik jika masyarakat adat memahami apa yang menjadi kedaulatan mereka dalam mempertahankan eksistensinya. Beberapa pasal dalam UU Desa mengatur tentang Desa Adat sebagai norma hukum yang adopsi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35/PUU-X/2012, bersama dengan beberapa putusan Mahkamah Konstiitusi lain terkait dengan pengakuan keberadaan masyarakat adat. UU Desa ini bisa dijadikan upaya memperluas aksi-aksi lokal untuk memberi pemahaman kepada pemerintah bahwa percepatan pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat (RUUPPHMA) adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditunda lagi.

“UU No 6 tahun 2014 tentang Desa bisa menjadi alat untuk mendorong penyusunan Perda masyarakat adat di Kabupaten Sigi. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 52/2014No 52 merupakan pintu masuk untuk mendorong Bupati Sigi membentuk tim Indentivikasi, Verifikasi dan Validasi tentang masyarakat adat To Kulawi beserta hak-hak tradisionalnya yang nantinya diharapkan Bupati Sigi mengeluarkan SK Bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan masyarakat adat To Kulawi”, tambah Rizal.

Pemerintah Daerah perlu didorong segera mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) tentang pelaksanaan APBD tahun 2015. Dalam penerapan UU No 6 tahun 2014, perlu mempersiapkan masyarakat adat. UU ini jangan hanya dimaknai punya peluang besar Desa menerima dana besar dari Pemerintah, tapi substansi dalam UU ini tidak dijalankan. Dalam mengimplementasikan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa Adat perlu melakukan pemetaan wilayah adat dan tata kelola hutan berbasis kearifan lokal.

Putusan MK 35 bukan putusan teknis. Logikanya ketika satu pasal dalam UU di rubah, UU yang dimaksud juga harus di rubah. Erasmus Cahyadi dari PB AMAN mengungkapkan saat ini kita bisa melihat apakah Regulasi di daerah bisa menjadi alat menjembatani putusan MK tersebut. Kementrian Kehutanan menyatakan tidak ada satupun Peraturan Daerah (Perda) yang menjembatani pelaksanaan putusan MK 35.

“Jadi yang harus kita kerjakan adalah membuat Perda pengakuan masyarakat adat.”, terangnya.

Eras juga menegaskan bahwa lembaga adat itu, lembaga yang tumbuh di Ngata, yang mengatur hukum di Ngata, bukan lembaga adat yang dibentuk oleh kabupaten, melainkan memang lembaga adat yang memang berada di desa atau Ngata. Perlu dipahami, desa adat adalah masyarakat adat, tetapi tidak semua desa adat masyarakat adat di persamakan.

“Berdasarkan kedua peraturan tersebut, perlu kami informasikan bahwa pemerintah kabupaten SIGI telah menyusun rancangan peraturan daerah tentang pemberdayaan dan perlindungan masyarakat hukum adat yang hingga saat ini masih dalam tahap pembahasan tingkat eksekutif yang nantinya akan diajukan ke DPRD kabupaten SIGI pada masa sidang ke-3 tahun 2014. Substansi yang diatur dalam rancangan PERDA tersebut terdiri dari Pemberdayaan Lembaga Adat, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat”, ungkap Andi Muhyur, Staf Bupati Sigi yang hadir dalam sarasehan.

Sarasehan yang diinisiasi AMAN Sulteng diikuti masyarakat To Kulawi dan Kepulauan Togian. Hadir dalam kegiatan ini perwakilan pemerintah daerah, majelis adat, lembaga adat, pemerintah desa dan tokoh lainnya. 47 diantaranya adalah perempuan adat. Dalam perjalanan sejarah, perempuan di Kulawi terlibat dalam pengambilan keputusan di tingkat kelembagaan. Tetapi dengan berjalanannya waktu, peran ini sengaja dihilangkan, dsebagaimana ditegaskan Ibu Rukmini dan Ibu Binta Yarama.

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours