Peta Situasi Media Terkini

Bantul, 14 September 2012, Dhandy Laksono dari Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) hadir berbagi soal Siasat Gerilya Media Rakyat. Ia menceritakan presentase berbagai media di indonesia yang banyak dikonsumsi oleh seluruh masyarakat.

Menurut Dhandy saat ini di Indonesia ada 10 penguasa media arus utama seperti  di level news ada 10 pemain. Pemain teratas Chairul Tanjung pemilik Trans groups. Disusul oleh MNC groups yang mempunyai 3 stasiun televisi. Sementara ijin untuk tv komunitas susah.

Kepentingan bisnis groups mempengaruhi tontonan kita di televisi, sentilan Dhandy Laksono bagi pemilik media. Bahwa ada  segitiga kepentingan bagi Pemilik Media;

  1. Tuntutan industri (rating/share),
  2. Patronase Politik-Kasus Hukum,
  3. Kepentingan Bisnis Group

“Terkait teknologi dalam menyebarluaskan informasi, kita pernah mengalami era durian jatuh, mulai berinteraksi dengan kanal-kanal baru. Tiba-tiba ada teknologi mengirim pager, SMS, e-mail, dan sebgainya. Ini lah benar-benar wujud senjata yang dipakai gerilyawan media. Ini akan bertempur, dialektika dalam konteks telekomunkasi. Banyak isu yang muncul dalam media-media melalui medan baru yang langsung meresonansi-membesarkan dalam gerilya ini. Semua kamera beralih ke isu itu,” papar Dhandy.

INDUSTRI MEDIA vs JURNALISME WARGA;

Identifikasi mandat kita mau dibawa kemana?

  • Peer group (paguyuban/petemanan) ada ikatan yang juga melibatkan unsur emosionalnya juga
  • Mengembangkan konten yang berujung pada layaan informasi komunitas.
  • Mulai tidak lagi menunggu informasi, tapi menjemput informasi (Update peristiwa). Misal, berita kecelakaan lokal, bencana lokal tidak akan didapat dari media mainstream, pasti dari media lokal untuk update peristiwa.
  • Wachdog bagi pelayaan publik. Bagaiman menjadikan medianya menjadi pengawas media lokal, pemerintah didaerhnya, kebijakan-kebijakan.
  • Advokasi masyarakat. Peristiwa atau kasus dikawal, berjaringan dengan komunitas lain. Biar komunikasinya bisa saling sharing, seperti kasus LAPINDO.
  • Watchdog media umum (meinstream). Dulu pernah Pers Mahasiswa yang sekarang kemudian malah fokus pada komunitas di lokal kampus.
  • Agenda setting/headline setter. Ini pencapaian teringginya.

Para bloger punya set untuk agenda penulisan isu yang kan dibahas sesuai dengan kasus yang disampaikan, dicari tahu kemudian diadopsi.

Selepas Dhandy Laksono, dilanjutkan dengan membahas Menjinakkan Ranjau Hukum Media oleh Anggara Blogger/ Praktisi Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Bidang keahlian Anggara itu kriminal, dengan terminologi menang dalam melayani pelanggan;bebas-dipenjara.

“Apa kasus-kasus hukum dan pasal-pasal yang menjerat? Selama ini belum ketemu buat yang media komunitas. Kalau teman-teman udah masuk dalam UU PERS ya sudah tegas, usahanya udah taat pada prosedur formal yang ada di UUD Pers,” Anggara menyinggung soal pasal yang menjerat media komunitas.

Ada undang-undang soal intelegen, penghinaan, dsb. Soal menista dan menghina ringan itu berbeda.  Menghina ringan bisa jadi kriminalisasi karena ada provokasi.  Perbuatan tidak menyenangkan itu selalu kriminalisasi ada di pasal 335.

Laki-laki lebih banyak mengalami kasus penghinaan. Rata-rata 46 tahun, 41 tahun perempuan. Pasal paling banyak 310 ayat 2 menista , 311 penghinaan ringan, 317. Dan ada 335 tentang merampas kemerdekaan orang.

“Saya suka heran pasal penghinaan sampai ada tuntutan penjara 5 tahun, motifnya balas dendam. Kawan-kawan jangan ragu pada yang diwartakan kalau memang benar,”  Anggara menyitir soal kasus-kasus penghinaan di media.

Apa kita bisa terhindar dari yang  kita publikasikan? Tidak! Paling  tidak bisa meminimalisir! [irma susilawati-dana]

****

 

Cerita Lainnya

+ There are no comments

Add yours