Pertemuan Jender dan Sumber Daya Alam (SDA) yang digelar pada tanggal 22 Maret 2012 di Aula Sequis Center dihadiri oleh 56 orang peserta dari 30 institusi dengan latar belakang akademisi, praktisi di lapangan,dan advokasi yang berhubungan dengan jender dan SDA dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan Papua.Kegiatan ini kerjasama antar Ford Foundation, Samdhana Institute dan KEMITRAAN.
Dari 56 peserta, hadir 4 orang mahasiswa pengamat dari Institut Pergururan Tinggi Bogor. Anny Andaryati mewakili Samdhana membuka Pertemuan Jender dan SDA, juga Steve Rhee dari Ford Foundation dan Avi Mahaningtyas dari KEMITRAAN menyampaikan beberapa point penting dalam sambutan mereka.
Steve Rhee menyampaikan beberapa point terkait pertemuan jender ini bahwa kegiatan ini sangat membantu FF untuk menentukan strategi Ford dalam program sumber daya alam (SDA) yang memberdayakan perempuan dan merumusan kegiatan-kegiatan yang berbasis pada penguatan hak perempuan. Secara khusus kegiatan yang sangat konkrit dan menjadi perhatian FF dalam isu perempuan adalah mengenai:
- Isu-isu pengelolaan SDA
- Fasilitasi kegiatan yang mengedepankan hak perempuan
- Menghubungkan antar individu/lembaga yang bergerak dalam isu jender dan SDA untuk saling bertemu
“FF memerlukan bantuan untuk merumuskan strategi program yang berhubungan dengan jender dan SDA. Jika pendanaan diperlukan, proposal dapat diajukan mulai sekarang hingga September 2012, pada bulan November sudah bisa dimulai tahun pendanaan FF.” Steve Rhee dalam sambutannya.
Sementara Avi Mahaningtyas menyinggung bahwa berbagai kegiatan yang selama ini dilakukan lebih banyak didominasi oleh laki-laki. Pada susunan struktur organisasi sendiri banyak diperlukan perspektif jender yang kuat. Ini sangat diperlukan untuk pengelolaan SDA dan perubahan iklim. Ada keperluan dalam memperkuat hak-hak perempuan untuk membawa perubahan baru terutama dalam penguasaan tanah, akses terhadap tanah dan masih banyak lagi.
Avi mempertunjukkan sebuah video yang bisa memperkaya persepsi peserta tentang keterwakilan perempuan pengelolaan SDA yang berjudul “Who Own the Land?”. Film ini menceritakan perempuan petani karet dan kebiasaan di Kalimantan Tengah tentang hak penggunaan tanah yang diberikan kepada setiap anggota masyarakat untuk lahan pertanian. Secara hukum positif perempuan mendapat hak dulu baru tanggung jawab berjalan, sementara di konsep tradisional tanggung jawab dulu baru dia mendapatkan hak. Itu yang terjadi di lapangan. Dari sisi hak dan kewajiban yang sudah berbeda persepsi, akhirnya muncul konflik. Diperlihatkan kasus konflik penduduk desa dan perkebunan sawit yang berjanji akan membayarkan kompensasi. Masyarakat di Kalteng berharap ada kebijakan yang satu dari pemerintah Kabupaten dan provinsi di Kalteng sampai pemerintah pusat. Mereka tidak menginginkan uang, tapi tanah yang sudah turun temurun dapat diwariskan untuk anak mereka.
Pernyataan terbuka disampaikan Avi bahwa KEMITRAAN siap bermitra dengan siapapun untuk program-program seperti ini.
Pertemuan dilanjutkan dengan “Pemetaan siapa melakukan apa dan gap yang terdapat dalam Jender dan SDA, bertindak sebagai fasilitator adalah Lily Purba.
Peserta dibagi dalam 7 kelompok. Peserta dalam waktu kurang lebih 1 jam berhasil memetakan di daerah dan lembaganya masing-masing tentang jender dan program/kegiatan SDA termasuk kegiatan yang memperkuat hak perempuan; dan mengidentifikasikan Apa dan Dimana gap-nya.
Program SDA hampir tak tersentuh perspektif jender dan isu yang berkaitan denga SDA, seperti masyarakat adat, masalah sawit, penguasaan tanah. Biasanya kalaupun ada memfokuskan pada perempuan , hanya melihat beban kerja perempuan tetapi kurang mengkaitkannya dengan dinamika relasi jender yang ada. Hasil diskusi kelompok dipersentasikan oleh masing-masing kelompok dengan memaparkan 4 prioritas atau issue strategis/penting untuk segera direspon.
Selain itu ada pemutaran film tentang sosok perempuan yaitu Mama Aleta di masyarakat Mollo. Dimana batu merupakan simbol kuat di daerah tersebut. Banyak orang menambang batu secara besar-besaran. Kemudian muncul inisiatif dari mama Aleta, seorang perempuan di masyarakt Mollo yang mulai bergerilya mengajak para perempuan untuk menyadarkan kondisi tersebut. Setiap hari Mama Aleta jalan dari kampung ke kampung dan seringkali pulang malam. Tak hanya itu dengan kegiatan beliau, seringkali ia mendapat stereotipe jelek di kampungnya, bahkan di cap sebagai perempuan pelacur oleh para preman yang ada di sana. Keluarganya pun diancam dan anaknya pernah terkena lemparan batu. Namun perjuangannya tidak selesai disitu dia terus menyuarakan haknya untuk membantu memperbaiki lingkungan, bahkan ia sempat diasingkan untuk sementara. Usahanya berbuah hasil dengan berkurangnya penambangan batu di masyarakat tersebut.
Juga presentasi dari buku “Sistem Perkebunan Kelapa Sawit Memperlemah Posisi Perempuan” oleh Inda Fatinaware (Sawit Watch). Wilayah riset untuk buku tersebut di Kalimantan Timur, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser. Wilayah ini adalah desa tujuan (terbentuk program) transmigrasi dalam proyek PIR –Bun thn 1980-an dengan perusahaan mitra
Latar belakang penelitian:
- Temuan SW di beberapa investigasi dan penelitian mengungkap bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan (SW, 2008)
- Dampak Perkebunan sawit terhadap perempuan telah lama ditemukan. Namun belum dilakukan upaya-upaya peguatan dan advokasi yang cukup optimal terutama bagi perempuan è minim pengetahuan dan wawasan tentang perempuan
- SW berinisiatif melakukan pendokumentasian sbagai langkah awal untuk upaya advokasi dengan bermitra dengan SP= (SP Palu= isu PKS/buruh)
Tujuan Penelitian:
- Ingin mengidentifikasi buruh tentang hak-hak mereka, baik
- Meningkatkan perkebunan sawit terutama hak perempuan sebagai fokus penelitian
- Mempengaruhi kebijakan dalam buruh perkebunan terutama perempuan
Sayangnya, waktu pertemuan terbatas hanya sampai jam 6 sore. Rencana, akan ada tindak lanjut dari pertemuan jender dan SDA ini. [Samdhana]
.
+ There are no comments
Add yours